Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Membaca Pengaruh Omnibus Law Bagi Buruh
Oleh : Opini
Selasa | 31-12-2019 | 17:40 WIB
rpp-demo1.jpg Honda-Batam
Buruh di Batam saat memperjuagkan nasib mereka. (Foto: Batamtoday.com)

Oleh Alfisyah Kumalasari

REALISASI Omnibus Law diyakini akan menguntungkan kalangan buruh. Pasalnya, Omnibus Cipta Lapangan Kerja juga ikut mengakomodir buruh yang terkena dampak pemutusan kerja atau keluar dari job market.

Polemik Omnibus Law ini bagi sebagian pihak seperti momok yang mengerikan. Ketakutan dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah dianggap sebagai alasan utama penolakan bagi sistem ini. Padahal, banyak pendapat para ahli yang menegaskan jika sistem ini akan mampu meringkas segala regulasi di pemerintahan, khususnya ekonomi. Termasuk menguntungkan para buruh.

Menurut sejumlah laporan, Omnibus Law ini akan memberlakukan satu Undang-Undang yang mencakup keseluruhan permasalahan terkait penguatan ekonomi. Yang mana akan mempermudah tatanan perekonomian yang berlaku, namun tetap dengan berbagai kebijakan agar tak membuat para pelaku usaha dan juga buruh berbuat sewenang-wenang dan kembali melanggar aturan.

Dalam pidatonya, Jokowi memang menyebut pentingnya upaya untuk menyederhanakan birokrasi secara besar-besaran. Investasi untuk penciptaan lapangan kerja juga harus diprioritaskan. Prosedur yang panjang harus dipotong, imbuh Jokowi.

Menurut Edbert Ghani, peneliti CSIS Departemen Politik dan Perubahan Sosial menyatakan undang-undang ini adalah salah satu solusi yang hendak ditawarkan Jokowi terkait arus investasi.

Apalagi, mengingat Indonesia tak mendapatkan sumbangsih dari perang dagang antara Cina serta Amerika Serikat pada beberapa waktu lalu. Tercatat bahwa terdapat hingga 33 perusahaan Cina merelokasi operasi mereka ke Asia Tenggara. Dari jumlah ini, 23 pindah ke Vietnam dan sisanya menuju Malaysia, Thailand, serta Kamboja.

Dala pandangan seorang ekonom Maybank, Lee Ju Ye, bahwa investasi asing yang diterima Vietnam dari Cina dan Hong Kong mampu melonjak sebanyak 73 persen. Negara-negara lain seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina juga mendapat manfaatnya. Tapi, satu-satunya yang kalah sepertinya ialah Indonesia.

Edbert juga menyatakan bahwa nilai incremental capital out ratio (ICOR) Indonesia lebih jelek dari negara-negara tetangga. ICOR merupakan besaran yang menunjukkan besarnya investasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan satu unit output. Nilai ICOR yang tinggi menandakan jika investasi yang masuk secara makro masih dinilai kurang efisien.

Sebelumnya, Nilai ICOR Indonesia sempat melonjak menjadi 6,64. Nilai ini lebih besar dibandingkan Malaysia yang hanya berkisar 4,6, Filipina 3,7, Thailand 4,5, serat Vietnam 5,2. Berdasarkan fakta ini, pihak pemerintahan segera memberlakukan solusi Omnibus Law bagi kelancaran arus investasi serta sistem ketenagakerjaan.

Tak hanya itu, dalam rancangan Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja sedang dipersiapkan skema khusus yang mana akan memungkinkan adanya upah lanjutan bagi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menkoperekonomian) setelah rapat terbatas tentang perkembangan penyusunan Omnibus Law yang dipimpin oleh Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, mengatakan dalam pembahasan mengenai cipta lapangan pekerjaan, sedang dipersiapkan skema baru di bidang ketenagakerjaan yang berkenaan dengan 'unemployment benefit'.

Unemployment benefit merupakan fasilitas bagi mereka yang terkena dampak pemutusan kerja atau keluar dari job market.

Ia mengutarakan bahwa Pemerintah telah menyiapkan untuk "employment" ini meliputi di antaranya yakni cipta lapangan kerja dalam bentuk fasilitas jaminan kehilangan pekerjaan dan ini telah dimasukkan dalam fasilitas BPJS Ketenagakerjaan. Artinya, bagi mereka yang kehilangan pekerjaan akibat penutupan perusahaan maka pihak Jamsostek akan segera melakukan cash benefit.

Yang diantaranya ialah; upah lanjutan selama 6 bulan, pelatihan, job placement maupun penempatan kerja kembali. Hal ini akan dapat dilakukan apabila UU sistem jaminan sosial SJSN direvisi. Sementara dalam Omnibus Law yang direvisi kedepan akan ada fasilitas tersebut bagi ketenagakerjaan.

Ia menambahkan, bagi mereka yang kehilangan pekerjaan akan diberikan fasilitas tersebut sepanjang perusahaan atau yang bersangkutan telah menjadi bagian dari peserta aktif dari pihak BPJS Ketenagakerjaan.

Wacana tersebut turut menyinggung soal kartu pra kerja yang akan ikut diluncurkan karena satu, di undang-undang omnibus ini disiapkan untuk jaminan kerja yang terkait dengan kehilangan pekerjaan guna melengkapi jaminan hari tua, jaminan kematian, dan jaminan kesehatan lainnya.

Rencana ini memang seharusnya disambut baik dari berbagai kalangan. Apalagi Presiden Jokowi menegaskan akan membuka peluang pembukaan lapangan pekerjaan sebesar-besarnya.

Berkaitan dengan pro kontra yang sedang bergulir tak perlu dipusingkan, toh peraturan sedang digodok dan dimatangkan. Yang terpenting ialah upaya pemerintah guna menyejahterakan warga negaranya menjadi prioritas utama. Tak mungkin jika pemerintah ingin menyengsarakan warganya bukan?*

Penulis adalah pengamat sosial politik