Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BIN Makin Profesional, Indonesia Makin Maju
Oleh : Opini
Sabtu | 28-12-2019 | 17:23 WIB
badan-intelijen-negara.jpg Honda-Batam
Logo BIN. (Foto: Ist)

Oleh Ridlwan Habib

VISI Presiden Jokowi 5 tahun ke depan adalah fokus pada sumber daya manusia (SDM). Itu sangat membutuhkan stabilitas situasi keamanan dan politik.

Maka, lembaga negara yang menjadi garda terdepan memastikan stabilitas politik nasional adalah Badan Intelijen Negara.

BIN secara senyap berhasil mengawal Pemilu Presiden secara damai dan lancar. Bahkan,
Kepala BIN Jenderal (purn) Budi Gunawan berhasil membawa situasi sejuk dan damai dengan mempertemukan Prabowo Subianto dan Presiden Jokowi di stasiun MRT Lebakbulus. Pertemuan itu membuka pintu rekonsiliasi nasional, bahkan kita tahu bersama Prabowo lantas menjadi Menteri Pertahanan.

Kredo intelijen adalah operasi senyap. Berhasil tidak dipuji, mati tidak dicari sudah menjadi bagian dari identitas tugas yang tak terpisahkan dari insan intelijen. Termasuk bagi sang Kepala BIN, pak Budi Gunawan.

Sangat jarang beliau muncul di televisi atau media, apalagi mengklaim keberhasilan. Hal itu memang tabu bagi insan intelijen.

Filosofi lembaga intelijen harus loyal pada satu (single) user, yakni Presiden. Maka Kepala BIN wajib hanya melapor pada Presiden Jokowi, secara langsung, dan tidak boleh dipublikasikan media.

Komunikasi intim dan personal antara Kepala BIN dan Presiden tidak perlu diketahui publik. Cukup Presiden yang tahu.

Karena itu, wajar jika dalam Kabinet Indonesia Maju, Presiden Jokowi tetap mempertahankan Budi Gunawan sebagai Kepala BIN. Itu artinya User puas dan percaya dengan BIN. Fakta yang nyata dan tak terbantahkan.

Upaya senyap dan profesional BIN sangat dibutuhkan selama 5 tahun mendatang. Visi Presiden Jokowi sangat menekankan pentingnya stabilitas situasi keamanan dan stabilitas politik.

Itu membutuhkan pimpinan/kepala BIN yang sudah teruji dan profesional, BG sudah membuktikannya selama 5 tahun ini. BG dekat dengan semua stakeholder dan ranah kepentingan nasional.

BG misalnya juga menjabat sebagai pengurus Dewan Masjid Indonesia yang sangat diterima di berbagai ormas Islam dan Pondok Pesantren. Latar belakangnya sebagai polisi yang memulai karir dari bawah, membuat BG mudah mengakses berbagai lapisan strata sosial masyarakat.

Sebagai sebuah lembaga yang sangat strategis, BIN tidak boleh dipimpin oleh orang yang tidak jelas rekam jejaknya. Apalagi, dipimpin oleh orang yang haus dan menginginkan jabatan.

Keputusan Presiden Jokowi mempertahankan Budi Gunawan sebagai Kepala BIN sudah tepat,
mengingat pengalaman, dan prediksi ancaman 5 tahun ke depan.

Namun, BIN juga harus terus berbenah. Apalagi di era Milenial dan serba digital. Informasi berseliweran begitu cepat. Perlu sistem baru yang memastikan informasi akurat yang diterima pimpinan BIN berlangsung cepat. Seperti motto BIN, Veloz ET Exactus, benar dan tepat waktu.

Karena itu tidak ada salahnya jika Kepala BIN menciptakan perangkat operasi dan sistem kendali yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman. Jika Presiden Jokowi mempunyai 7 Stafsus milenial, maka wajar jika Budi Gunawan merekrut orang orang muda yang cerdas dan pro NKRI sebagai staf dan mata telinga tambahan untuk merespon jaman yang serba Milenial dan digital itu.

Tantangan Indonesia 5 tahun ke depan sangat beragam. Semoga dengan kendali yang teruji efektif, Badan Intelijen Negara bisa menjamin rasa aman dan damai bagi segenap masyarakat Indonesia.*

Penulis adalah pengamanat intelijen bermestautin di Jakarta