Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ditahan Imigrasi Hong Kong, Jurnalis Indonesia Dipaksa Bugil
Oleh : Redaksi
Senin | 09-12-2019 | 09:16 WIB
wartawan-tembak1.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi unjuk rasa mendukung gugatan jurnalis Indonesia. (Mohd RASFAN / AFP)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Seorang asisten rumah tangga sekaligus jurnalis asal Indonesia, Yuli Riswati (39), menyatakan dia dipaksa untuk bugil dengan dalih pemeriksaan kesehatan, ketika ditahan oleh aparat Imigrasi Castle Peak Bay Hong Kong (CIC) sebelum dideportasi.

Dia menyampaikan hal itu dalam telewicara yang dilakukan di sela-sela aksi unjuk rasa warga Hong Kong yang mendukungnya pada akhir pekan lalu.

Seperti dilansir South China Morning Post, Senin (9/12/2019), Yuli mengatakan dia ditahan pada 23 September lalu dengan alasan masa berlaku visa sudah habis sejak 27 Juli. Dia lantas ditahan di imigrasi pada 4 November.

Yuli menyatakan depresi ketika ditahan selama 29 hari di imigrasi. Dia mengaku dipaksa untuk membuka seluruh pakaian di hadapan dokter lelaki dengan alasan untuk pemeriksaan kesehatan.

"Mereka (petugas imigrasi) memerintahkan saya untuk membuka baju dengan alasan pemeriksaan kesehatan. Saya langsung ketakutan ketika tahu bahwa dokter yang memeriksa ternyata lelaki," kata Yuli dalam telewicara.

"Dalam keyakinan Islam, tubuh seorang perempuan haram dilihat oleh lelaki di luar keluarganya. Namun, mereka memaksa saya untuk membuka baju. Saya muslimah. Sangat memalukan melakukan hal itu di hadapan lelaki," lanjut Yuli.

Dalam aksi damai itu, para peserta sempat meneriakkan slogan, "Kami mendukung Yuli". Hal itu membuat Yuli yang sedang melakukan telewicara sempat terbata-bata karena menangis.

"Kita saat ini seperti satu keluarga. Saya harap kalian bisa mendukung seluruh teman-teman saya. Banyak warga minoritas yang dilecehkan di CIC," kata Yuli dengan bahasa Kanton.

Selain untuk aksi solidaritas atas deportasi Yuli, demonstran menggelar unjuk rasa itu untuk mendesak pemerintah Hong Kong menghargai para pekerja migran yang menjadi asisten rumah tangga untuk berhak menyuarakan aspirasi dan ikut serta dalam kegiatan politik.

Menurut para demonstran, pemerintah Hong Kong mendeportasi Yuli karena menulis soal gejolak politik di wilayah itu dalam situs berita Migran Pos yang diluncurkan pada Maret lalu. Mereka juga mempertanyakan mengapa aparat imigrasi menahannya hampir sebulan.

Menurut Koordinator Federasi Asisten Rumah Tangga Internasional, Fish Ip Pui-yu, pekerja migran yang terlambat memperbarui visa bisa meminta majikannya untuk memberi pernyataan tertulis atau menyerahkan salinan surat kontrak kerja kepada Imigrasi. Padahal, kata Ip, majikan Yuli sudah melakukan itu tetapi aparat tetap menahannya.

Terkait pengakuan Yuli, badan imigrasi Hong Kong menolak berkomentar. Mereka hanya menyatakan aturan yang dijalankan di CIC sudah sesuai dan memastikan berlaku sama bagi semua orang.

"Jika ada tahanan yang kecewa dengan aturan itu, mereka bisa mengajukan protes kepada kami melalui saluran yang sudah disediakan," kata juru bicara imigrasi Hong Kong.

CNNIndonesia.com sudah mencoba mengontak Kementerian Luar Negeri terkait pemberitaan ini. Namun, mereka belum memberikan jawaban.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Yudha