Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPD Berharap Daerah Perbatasan Perlu Dimaksimalkan Lagi agar Negara Tetangga Lebih Segan
Oleh : Irawan
Kamis | 28-11-2019 | 08:28 WIB
dpd_perbatasa.jpg Honda-Batam
Diskusi bertema 'Kompleksitas Daerah Perbatasan Beranda Indonesia?' di Media Center Komplek Parlemen Senayan, Jakarta

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dua senator atau anggota DPD RI berbicara soal daerah perbatasan dalam diskusi bertema 'Kompleksitas Daerah Perbatasan Beranda Indonesia?' di Media Center Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/11/2019).

Kebetulan kedua senator itu berasal dari daerah pemilihannya yang berbatasan dengan negara tetangga. Mereka Abraham Paul Liyanto, anggota DPD RI dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berbatasan dengan negara Timur Leste dan Edwin Saputra dari Riau.

Abraham Paul Liyanto melihat terjadi perubahan yang signifikan di daerah perbatasan di NTT. Kalau dahulu daerah-daerah perbatasan itu stigmanya jelek, tertinggal, terluar, termiskin dan masih banyak lagi.

"Saya dari NTT, kebetulan berbatasan dengan Timor Leste di daratan. Kemudian berbatasan dengan negara lain Australia yang besar, yang paling dekat ke Darwin dengan ditempuh 1 jam jam 20 menit sudah sampai. Kalau kita tarik lebih jauh lagi ada New Zealand atau Selandia Baru, ada negara-negara Milenesia yang banyak disana, ada sekitar lima atau sepuluh negara," jelasnya.

Kalau di era globalisasi ini, Indonesia dengan 17 ribu pulau, 34 provinsi, memang betul kalau branda-branda itu yang menjadi perbatasan luar negeri dibuat lebih baru, lebih bagus. Karena menjadi pintu masuk dan juga memberikan kesan bahwa negara maju dan negara ini lebih baik.

"Jokowi pada era pertama kita tahu banyak sekali bangun yang disebut itu pos lintas batas negara (PLBN) banyak sekali. PLBN di NTT yakni Mota'ain, Motamasin dan Wini," jelasnya.

Dengan kondisi demikian kata Abraham, justru membuat negara tetangga merasa segan. Kalau dulu Timor Leste begitu merdeka sebagai contoh, di NTT itu dulu itu daerah gelap.

Sejak Timor Leste merdeka, perbatasan Indonesia di sana itu masih jalan tikus dan masih kumuh dan gelap. Sehingga justru banyak jalan-jalan tikus yang dipergunakan baik oleh masyarakat maupun juga oknum daerah-daerah perbatasan.

"Jadi, saya kira kebijakan pemerintah sebelumnya, termasuk era Jokowi priode kedua ini kita berharap lebih ditingkatkan lagi dan ada action-nya. Daeah-daerah perbatasan yang beranda di perbatasan kurang lebih 10 di seluruh Indonesia itu yang sudah diperbaiki," harapnya.

Dia juga menilai, daerah perbatasan belum dimaksimalkan fungsinya sebagai perdagangan, seperti di Singapura, Malaysia, Thailand. Diperbatasan antara negara-negara itu suasananya hidup sekali.

"Padahal mereka itu negara-negara, kalau mau dibanding Indonesia mereka di bawah jumlah penduduk maupun juga tingkat ekonominya. Saya tidak tahu apakah ini lima tahun yang akan datang akan terjadi perubahan yang besar," ujarnya.

"DPD RI sebagai wakil daerah yang punya perbatasan ini, sangat berharap, Pemerintah juga melibatkan seluruh stakeholder terutama di beranda-beranda ini, sehingga kita juga bisa sama seperti negara lain," harapnya.

Sedangkan Edwin Saputra menyampaikan beberapa persoalan di Riau yang juga merupakan daerah perbatasan dengan Singapura atau Malaysia. Dia menyayangkan dengan penemuan-penemuan kasus penyelundupan Narkoba dari Malaysia.

"Ini tentu menjadi persoalan yang sangat serius karena jumlah yang ada di Provinsi Riau yang masuk ke wilayah kita Indonesia bukan lagi kilo gram tetapi sudah tonan. Artinya apa, pemerintah pada masa awal pak Jokowi sangat bagus dalam membangun daerah perbatasan. Semakin ke sini, berdasarkan pengamatan kami di daerah, apalagi saya sering turun-turun ke daerah, minat pemerintah cenderung menurun," ujarnya.

Dia berharap, pemerintah sekarng ini lebih konsen lagi dalam memperhatikan daerah perbatasan.

"Ibarat kami orang Melayu bilang ini bagian dari ruang tamu kita dan ini wilayah terdepan untuk di lihat," katanya.

Dia juga meminta BNPP perlu meningkatkan lagi peran dalam membangun daerah perbatasan karena badan ini hanya diberi porsi untuk melakukan membuat grand design pembangunan seperti Bappenas.

Berkaitan dengan pembangunan selain infrastruktur di daerah perbatasan, dia melihat rasa nasionalisme menurut karena radio yang didengarkan, televisi yang ditonton bukan siaran Indonesia.

"Jadi jangan disalah juga rasa nasionalisme masih tetap minim," ujarnya.

Editor: Surya