Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kerancuan Logika Hukum dalam Kasus First Travel
Oleh : Opini
Sabtu | 23-11-2019 | 14:52 WIB
luthfi-yazid.jpg Honda-Batam
TM Luthfi Yazid. (Foto: Ist)

Oleh TM Luthfi Yazid

ADA kesalahan dalam konstruksi berpikir dalam putusan Mahkamah Agung (MA). Pertama, soal subyek hukum. Subyek hukumnya adalah 63 ribu jamaah. Apakah 63 ribu melakukan kejahatan? Apa kesalahan mereka sehingga uangnya harus diambil negara?

 

Misalnya si Fulan meminta tolong kepada negara karena uangnya Rp 900 miliar dirampok sebanyak Rp 600 miliar. Bukannya ditolong agar Rp 900 miliar kembali ke si Fulan, tapi malah mau diambil negara. Kesalahan apa yg dilakukan 63 ribu jamaah kepada negara?

Tolong ajari saya tentang kebenaran dan kejujuran. Nah, ini lembaga tertinggi tempat mencari keadilan mengajari kepada rakyat "nggak apa2 negara mengambil uang rakyat meski warganya tidak bersalah dan tak melakukan kejahatan apapun".

Coba bayangkan, tukang sayur ngumpulin duitnya 30 tahun untuk umroh, kemudian uangnya ditipu boss First Travel dan dirampas negara. Kedua, soal obyek hukum yakni uang jamaah yang dirampok boss First Travel Rp 900 miliar dan sisanya akan dilelang dan diserahkan ke negara.

Bukan besar kecilnya, tapi soal obyek hukum ini belum jelas. Janganlah jamaah dijebak karena ada paguyuban menolak assetnya First Travel. Soal paguyuban adalah soal teknis, soal ecek-ecek. Soal teknis akan ngikuti jika substansinya benar.

Di sini ada ketidakjujuran. Pembentukan paguyuban itu juga bukan inisiatif emak emak jamaah. Ketiga, soal hubungan hukum. Antara siapa? Antara negara dg warganya. Hak warga negara untuk hidup, beragama dll dijamin oleh konstitusi.

Pasal 28 dan 29 UUD 1945 menyebutkan itu secara setara. Jika ada HAK warga negara maka ada KEWAJIBAN negara. Untuk apa? Untuk melindungi hak fundamental warganya. Konstitusi ibarat sebuah "perjanjian" antara negara dan warganya.

Ada mandat konstitusional. Negara mempunyai organ namanya pemerintah yang top eksekutifnya adalah Presiden RI. Tujuan pemerintah utk apa? untuk melaksanakan amanat kinstitusi.

Nah, pemerintah inilah yg mengeluarkan izin First Travel dan memperpanjang izin. Maka pemerintah harus juga bertanggungjawab. Mengapa? Karena di UU Haji dan Umroh maupun PP pelaksananya mengatur bahwa PPIU seperti First Travel keuangannya harus sehat dan harus diaudit oleh akuntan publik.

Ini kewajiban pemerintah untuk memastikan First Travel sehat sebelum memperpanjang izinnya. Sebab itu ketika SK Menag 589/2017 menyebutkan agar uang korban jamaah harus dikembalikan semua atau diberangkatkan umroh.

Yang dituntut jamaah hanya dua itu. Jika ada pernyataan resmi pemerintah sesuai SK Menag tersebut, maka saya anggap kasus ini dismissed, selesai. Sesederhana itu. Salam keadilan, TM Luthfi Yazid, kuasa hukum korban First Travel.*

Penulis adalah Kuasa Hukum Korban First Travel