Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bom Bunuh Diri di Medan dan Rentetan Teror pada Aparat, Kapan Akan Berakhir?
Oleh : Redaksi
Kamis | 14-11-2019 | 13:16 WIB
bom-bunuh-diri.jpg Honda-Batam
Bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan. (Istimewea)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pagi itu, suasana Mapolrestabes Medan, Sumatera Utara mendadak mencekam. Sebuah ledakan keras diduga bom bunuh diri memekakkan telinga dan membuat orang-orang di halaman kantor polisi itu panik berhamburan menyelamatkan diri.

Asap putih membumbung tinggi dari lokasi ledakan. Suara alarm mobil meraung-raung. Sementara seorang terduga pelaku terlihat tergeletak dengan kondisi mengenaskan, tubuhnya tercerai berai.

Aksi bom bunuh diri tersebut terjadi pada Rabu (13/11/2019) sekitar pukul 08.35 WIB. Kejadian bertepatan saat ramai warga mengurus pembuatan SKCK sebagai syarat pendaftaran CPNS. Anggota Polrestabes Medan juga baru saja selesai melaksanakan apel pagi.

Insiden bom bunuh diri itu menewaskan satu terduga pelaku dan melukai enam orang. Korban luka terdiri dari empat anggota polisi, satu pekerja harian lepas, dan satu warga sipil. Para korban langsung dibawa ke RS Bhayangkara Medan untuk mendapatkan perawatan medis.

Berdasarkan rekaman CCTV, terlihat terduga pelaku yang mengenakan jaket ojek online (ojol) berjalan kaki di halaman Mapolrestabes Medan. Bom meledak saat pelaku hampir mendekati beberapa anggota polisi yang tengah berdiri di deretan depan mobil yang terparkir.

Pengamat terorisme Ansyaad Mbai tak menampik pemerintah kecolongan terkait aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan pagi tadi. Menurut dia, semua aksi teror terjadi karena pemerintah kecolongan.

"Semua aksi teror di situ judulnya kecolongan, di manapun. Karena Anda tahu, tidak ada negara yang tidak kecolongan terhadap aksi teroris ini," ujar Ansyaad,di Jakarta, Rabu (13/11/2019).

Dengan Undang-Undang Terorisme yang baru, aparat kepolisian dituntut berpacu menangkap sel-sel teroris sebelum mereka beraksi. Namun yang menjadi rumit, karakteristik teroris di Indonesia sudah mulai berubah. Saat ini pelaku cenderung beraksi perseorangan atau lone wolf.

"Itu makin sulit terdeteksi, tidak seperti dulu misalnya dalam satu organisasi yang terstruktur ya begitu ketangkap salah satu atau terindikasi salah satu ya bisa langsung dilacak secara keseluruhan. Sekarang kan lebih banyak sel kecil dan lebih ke lone wolf," ucap Ansyaad.

Karakteristik tersebut tak lepas dari kondisi kelompok teroris di Timur Tengah seperti Al-Qaeda dan ISIS yang selama ini menjadi baiat mereka, kini mulai kocar-kacir. Hal itu menjadikan simpatisan ISIS di Indonesia tidak lagi memiliki arahan dari satu kelompok besar dan membuat mereka beraksi secara perorangan.

Kendati begitu, Ansyaad menilai, teror di Mapolrestabes Medan ini memiliki keterkaitan dengan rentetan bom bunuh diri di Surabaya beberapa waktu lalu. Pascabom Surabaya yang dibarengi pengesahan revisi UU Terorisme, polisi gencar menangkap sel-sel tidur kelompok teror di Indonesia.

Selain itu, bomber di Mapolrestabes Medan juga diduga berkaitan dengan penangkapan besar terhadap jaringan JAD Sibolga pimpinan Abu Hamzah serta peristiwa penyerangan mantan Menko Polhukam Wiranto yang dilakukan Abu Rara.

"Kalau mau ditelusuri itu pasti ada kaitan dengan jaringan pelaku yang menusuk Pak Wiranto. Pasca itu kan 50-an orang teroris disisir, ditangkepin semua. Kalau ditanya orang per orang itu dia enggak bakal ngaku dia dari jaringan mana, tetapi dari track record mereka dari file-file mereka ya Densus itu sudah bisa (mengidentifikasi), ah ini JAD," kata Ansyaad.

Ansyaad menyebut, Medan tidak spesifik dipilih sebagai target serangan teror. Menurut dia, teroris bisa menyasar siapa saja dan di mana saja tergantung kesempatan yang dimiliki. Kendati, dia mengingatkan bahwa Medan menjadi salah satu daerah rawan terorisme.

Sama seperti aksi teror pada umumnya, bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan juga diyakini bermotif jihad menurut pemahaman mereka. Para teroris menganggap pemerintah Indonesia sebagai musuh mereka.

"Sebetulnya target itu ya pemerintah dan pihak-pihak yang mendukung pemerintah yang menentang tujuan mereka. Dan pihak pemerintah yang paling gampang ditemukan di lapangan ya polisi," kata Ansyaad.

Lebih lanjut, Ansyaad menyatakan, terorisme di Indonesia sulit dihilangkan selama benih-benih radikalisme tetap tumbuh subur.

"Selama radikalisme marak dan kita belum berhasil membendung narasi-narasi radikalisme, selama itu akan terus, karena terorisme itu kan anak kandung dari radikalisme atau buah dari radikalisme ini," katanya memungkasi.

Sumber: Liputan6.com
Editor: Chandra