Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

PNS Terpapar Radikalisme Harus Ditertibkan
Oleh : Opini
Senin | 04-11-2019 | 14:28 WIB
ilustrasi-pns3.jpg Honda-Batam
Ilustrasi PNS. (Foto: Ist)

Oleh Ilham Aji

RADIKALISME di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN), tampaknya menjadi perhatian bagi Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi, yang dengan tegas melawan penyebaran paham radikal di lingkungan ASN. Mantan wakil Panglima TNI tersebut menegaskan bahwa para ASN harus mencintai Tanah Air dan setia pada Pancasila.

Fachrul mengatakan bahwa pada suatu ketika, dirinya mendatangi sebuah upacara di salah satu BUMN. Saat momen menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dirinya mendapati salah seorang pejabat tidak ikut bernyanyi.

Ia masih berbaik sangka, mungkin sang pejabat sedang sakit. Dirinya pun bertanya, sang pejabat menjawab sedang tidak sakit, sontak Fachrul Meradang.

Dengan penuh amarah ia mengatakan kepada pejabat tersebut, jika tidak sakit kamu hormat kepada Indonesia Raya karena kamu pegawai negeri! Dan kami adalah abdi negara kalau kamu tidak hormat, keluar kamu.

Menag juga menekankan bahwasanya setiap ASN haruslah memiliki kesamaan pandangan dan sikap dalam mencintai NKRI. Fachrul mengingatkan sang pejabat agar tidak mengulangi perbuatannya.

Sebelumnya, Ketua PBNU Said Aqil Siradj meminta agar pemerintah menindak tegas radikalisme. Sehingga tidak boleh ada kesan negara kalah dalam menghadapi terorisme.

Ia menuturkan radikalisme sudah menyebar ke berbagai provinsi, seperti jawa barat, jawa tengah dan jawa timur. Dirinya menilai bahwa Indonesia darurat radikalisme.

Paham radikal jelas menginginkan pancasila direvisi, hal ini tentu akan berbahaya apabila dalam internal PNS Masih ada yang enggan hormat kepada Merah putih dan tidak bersedia menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Jika hal ini telah terjadi, maka pemerintah terkait seperti BNPT haruslah menyiapkan formula untuk menanggulangi radikalisme di lingkungan ASN, seperti kontra radikalisasi misalnya, dimana kita menyiapkan ketahanan masyarakat dalam menerima paham dari luar. Paham yang harus diantisipasi ialah yang berpotensi mempengaruhi keberagaman.

Selanjutnya adalah deradikalisasi, dimana program ini memiliki fungsi dalam mengembalikan nilai-nilai kebangsaan bagi mereka yang terpapar radikalisme.

Selanjutnya adalah mengklasifikasikan tingkatan dalam program tersebut. Semakin parah paham radikal seseorang. Maka semakin kuat program deradikalisasi yang akan diwujudkan.

Penertiban ASN yang terpapar radikalisme sepertinya juga mendapatkan dukungan dari BNPT dan BPIP yang telah berkomitmen untuk saling berkoordinasi dalam mengidentifikasi potensi radikalisme.

Di sisi lain, masyarakat yang hendak mendaftar seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2019 haruslah mempelajari satu hal baru untuk menjawab soal-soal dalam tahap seleksi Kompetensi Dasar, hal tersebut adalah pengetahuan seputar antiradikalisme.

Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan hal tersebut dilakukan untuk mencegah ASN terpapar paham radikalisme.

Pihaknnya sudah memiliki keinginan untuk memasukkan soal-soal yang berkaitan dengan anti radikalisme seperti itu. Meski porsi pertanyaan seputar radikalisme hanya sedikit dan akan dimasukkan dalam SKD di bagian soal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Bahaya laten radikalisme jika terus dibiarkan maka akan dengan mudah merusak persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, sehingga paham-paham radikal sudah semestinya dicegah sedini mungkin.

Pada kesempatan berbeda, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pernah menyampaikan bahwa dirinya mendapatkan laporan dari masyarakat bahwa masih ada sejumlah ASN yang memiliki paham radikalisme.

Dari sejumlah laporan tersebut, ditemukan adanya ASN yang menempelkan bendera-bendera terlarang. Ada pula yang mengajarkan paham-paham dan ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan Pancasila.

Pihaknyapun sudah melakukan pemanggilan sejumlah ASN yang terindikasi memiliki paham radikalisme. Setelah diklarifikasi, banyak diantara mereka yang mengelak.

Ganjar juga menegaskan bahwa ASN di Jawa Tengah haruslah loyal pada Pancasila dan UUD 1945. Kalau tidak setuju, harus terbuka dan menyampaikan ketidak setujuan tersebut, jangan diam-diam menyebarkannya pada orang lain.

Pihaknya mengaku akan terus mengawasi dan melakukan pembinaan kepada seluruh ASN di Jawa Tengah. Jika tidak bisa dibina maka akan diberi peringatan berkali-kali dan sanksi terberatnya adalah pemecatan.

Radikalisme memang sebuah ancaman yang tidak main-main, ideologi negara sudah final dan tidak bisa diganggu oleh siapapun. Seorang ASN yang mengabdi kepada pemerintah haruslah menjadi contoh teladan bagi masyarakat yang lain tentang bagaimana menjadi warga negara yang baik, yakni patuh terhadap UUD 1945 dan menjunjung tinggi nilai Pancasila.*

Penulis adalah pengamat sosial politik