Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sidang Terdakwa Tahir Ferdian, Saksi William Sebut BAP Polisi Tak Benar
Oleh : Hadli
Kamis | 24-10-2019 | 18:28 WIB
tahir-sidang-saksi.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Saksi saat melihat BAP di hadapan majelis hakim dalam perkara terdakwa Tahir Ferdian. (Foto: Haldi)

BATAMTODAY.COM, Batam - Perkara penggelapan dalam jabatan dengan terdakwa Tahir Ferdian alias Lim Chong Peng (Komisaris PT Taindo Citratama) kembali disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (24/10/2019), dengan agenda pemeriksaan saksi.

Lima orang saksi yang dihadirkan ke hadapan majelis hakim Dwi Nuramanu, Taufik Nainggolan dan Yona Lamerosa, masing-masing William, Andreas, Muhammad Firmansyah, Suhariyanto serta Beni. Turut hadir juga penasihat hukum terdakwa Supriyadi bersama dengan rekannya.

Dalam persidangan, saksi William ditanya majelis hakim kapan mengenal terdakwa Tahir Ferdian alias Lim Chong. Dikatakan saksi, sejak awal tahun 2015 dalam momen menghadiri acara yang digelar yayasan perkumpulan marga.

William juga menegaskan dalam persidangan, mengetahui adanya rencana terdakwa Tahir Ferdian alias Lim Chong untuk menjual gudang PT Taindo Citratama. Sehingga dia mendapat kepercayaan dari terdakwa untuk menjual aset milik perusahaan di bidang daur plastik di Sekupang tersebut.

"Awal tahun 2016 sekitar bulan Maret atau April saya menerima surat kuasa menjul dan yang saya tahu terdakwa Tahir sebagai Komisaris dan Suawariyanto sebagai Direktur," kata William dalam kesaksiannya.

Majelis hakim juga mencecar saksi terkait adanya sejumlah pembayaran yang dia lakukan kepada terdakwa dalam penjualan tanah, gedung dan aset lainnya, termasuk mesin-mesin produksi, satu satunya adanya transfer Rp 200 juta sebagai DP pembelian.

"BAP dari polisi semuanya tidak benar yang mulia. Saya transfer Rp 200 juta dari Bank BCA bukan untuk membayar DP, tetapi cicilan di Jakarta," kata dia.

William mengakui dari surat kuasa yang diberikan terdakwa dia memerintahakan seseorang untuk mengangkut mesin-mesin ke gudang miliknya. Namun dalilnya, mesin-mesin yang masih diberi garis police line oleh kepolisian bukan dijual kepada pihak lain ataupun dirinya melainkan untuk perbaikan.

Namun pengakuan saksi William tidak serta merta dapat dipercayai hakim. Sebab dari pengakuan saksi lainnya, apabila terjadi kerusakan mesin-mesin tidak berpindah tempat tetapi dilakukan perbaikan langsung di perusahaan. Selain itu William juga dinilai memberikan keterangan tidak sesuai BAP.

Namun ketika BAP diperlihatkan dihadapan majelis hakim, William mengakuinya. "Saudara harus ingat, akan dihukum lebih berat jika memberikan kesaksian bohong karena saudara sudah bersumpah," kata majelis hakim.

Saksi lainnya, Suharianto satu dari 3 Direktur PT Taindo Citratama mengaku tidak mengetahui bahwa perusahaan hendak dijual oleh terdakwa karena sudah tidak beroprasi sejak tahun 2006. "Saya bekerja di sana sejak 2003 sampai 2006. Yang saya tau sebagai komisaris terdakwa berurussn dengan operasional. Terdakwa dan Direktur Utama sama-sama jarang berada di Batam. Tetapi saya tidak tau kalau dijual karena saya banyak tidak dilibatkan," kata dia.

Sedangkan Andreas yang juga merupakan saksi dalam persidangan tersebut juga dicerca berbagai pernyataan oleh hakim, penasehat hukum serta JPU. "Saya ini sebagai jasa penjual yang diberi kuasa oleh pelapor Ludjianto Taslim selaku direktur utama, sesuai apraisal. Saya tawarkan seharga Rp 100 miliar ke pembeli PT IndoPort dan setelah terjadi tawar menawar disepakati harga Rp 40 miliar," ujar Andreas.

Lanjut Andreas kesepakatan tersebut akhirnya dibatalkan pasalnya saat PT IndoPort datang ke Batam dan memeriksa gudang, mesin banyak yang sudah dipreteli bahkan ada yang tidak ada.

"Pihak PT indoPort tidak jadi beli karena pas tim indoPort datang ke Batam mesinnya ada yang tidak ada dan sudah dipleterin, pokonya gak ada mesinnya, belakangan baru saya dengar mesinnya sudah dijual," ujarnya.

Sementara, kasus ini terus bergulir ke persidangan dan diketahui terdakwa Tahir merupakan Komisaris PT Taindo Citratama. Tahir memiliki saham sebesar 50 persen diperusahaan yang bergerak di bidang daur plastik di Sekupang tersebut. 50 persennya lagi milik Ludjianto Taslim, selaku Direktur Utama PT Taindo Citratama.

Dalam dakwaan jaksa, Tahir menjual aset berupa lahan, bangunan dan peralatan produksi tanpa melalui RUPS. Sehingga diperkirakan kerugian yang dialami berkisar Rp 25,77 miliar.

Editor: Gokli