Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Lima RUU Di-Carry Over ke DPR Periode 2019-2024, Salah Satunya RKUHP
Oleh : Irawan
Senin | 30-09-2019 | 16:04 WIB
bamsoet118.jpg Honda-Batam
Ketua DPR Bambang Soesatyo

BATAMTODAY.COM, Jakarta - DPR resmi melakukan carry over atau melimpahkan lima RUU, di antaranya RKUHP. Dengan carry over itu, pembahasan RUU yang ditunda tidak dimulai dari nol, tetapi hanya melanjutkan pada periode DPR 2019-2024.

Selain itu, empat RUU lain ditunda pembahasannya, yaitu RUU Pertanahan, RUU Mineral dan Batu Bara (Minerba), RUU Perkoperasian, dan RUU Pengawasan Obat dan Makanan.

Seluruh fraksi di DPR pun menyepakti untuk melanjutkan pembahasan (carry over) lima RUU itu, karena telah melewati proses yang panjang.

"Telah diadakan rapat Bamus antarpimpinan DPR, seluruh unsur pimpinan fraksi, dan komisi terkait usulan penundaan atau carry over beberapa RUU yang akan kami selesaikan pada periode ini,” kata Ketua DPR Bambang Soesatyo saat memimpin Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Senin (30/9/2019).

Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, penundaan RUU tersebut juga terkait dengan beragam protes dan situasi terkini.

"Seluruh fraksi juga memahami situasi sehingga menyetujui RUU tersebut ditunda dan di-carry over pada masa persidangan pertama pada periode yang akan datang," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 Fahri Hamzah mengkritik pihak-pihak yang menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Padahal, KUHP yang selama ini digunakan bersumber dari hukum kolonial Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie.

"Saya kira kalau ada yang menentang dan masih ingin memakai UU Belanda keterlaluan, tetapi okelah sudah kita tunda," ujarnya.

Ia menilai, sejumlah pihak seperti kelompok masyarakat dan mahasiswa banyak yang salah paham dengan sejumlah pasal yang berada dalam RKUHP.

Padahal, pembahasan di dalamnya sudah melibatkan banyak pihak seperti akademisi, pakar, dan sejumlah organisasi.

"Kalau mau tenang dan tentram, kalau mau hukum pasti, dan kalau ada keadilan maka segeralah UU Belanda diganti dengan UU yang kita buat sendiri," ujar Fahri.

Pemerintah dan DPR periode selanjutnya juga didesak untuk menyosialisasikan sejumlah RUU dan pasal yang dinilai kontroversial di masyarakat. Hal itu diperlukan agar salah paham dan misinformasi tak lagi terjadi di banyak kalangan.

"Makanya ini jadi tugas pemerintah dan DPR untuk mensosialisasikan, menjawab sebenarnya bahwa RUU itu tidak ada masalah," ujar Fahri.

Editor: Surya