Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pernyataan Sikap

Perubahan UU No 22 Tahun 2011 Tentang APBN 2012 Sengsarakan Rakyat
Oleh : Redaksi/Mg
Senin | 02-04-2012 | 11:34 WIB
376770_2586569341893_1184325634_4116142_300187613_n.jpg Honda-Batam

Anwar Ma'ruf. Ketua Nasional, Perhimpunan Rakyat Pkerja (PRP). Foto:pribadi

Salam rakyat pekerja, pada akhirnya DPR “menyetujui” kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Hal ini ditandai dengan keputusan DPR yang menetapkan perubahan atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012. Dalam perubahan tersebut, DPR menyetujui penambahan pasal 7 ayat 6A dalam perubahan UU APBN 2012 tersebut, yang memungkinkan pemerintah untuk menaikkan harga BBM jika fluktuasi harga minyak mentah dunia sebesar 15 persen selama 6 bulan.

Penambahan pasal ini menjadi penting bagi rezim neoliberal, karena pasal tersebut mengatur koridor harga minyak mentah Indonesia dan jangka waktu naiknya harga minyak mentah Indonesia, yang akan dijadikan acuan rezim neoliberal untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. 

Sudah sejak lama, rezim neoliberal berusaha untuk menaikkan harga BBM karena mereka beralasan, bahwa subsidi BBM selama ini telah salah sasaran. Rezim neoliberal mengatakan, bahwa selama ini BBM bersubsidi tidak dinikmati oleh rakyat miskin. Padahal sudah banyak bukti yang menjelaskan, bahwa dampak kenaikan harga BBM bersubsidi malah akan semakin menyengsarakan kehidupan rakyat pekerja di Indonesia, dengan kenaikkan harga bahan-bahan pokok, harga barang, biaya transportasi umum, dan yang lainnya, yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh rakyat pekerja.

Berdasarkan penambahan pasal itu dalam UU APBN 2012 tersebut, juga dapat dimaknai bahwa kedaulatan rakyat yang diwakili suaranya oleh DPR telah dilucuti oleh elit-elit politik. Hal ini dikarenakan DPR menyerahkan sepenuhnya persoalan kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut ke tangan pemerintah. Tentu saja hal ini semakin membuktikan, bahwa elit-elit dan partai-partai politik tidak pernah memiliki kepentingan untuk mensejahterakan rakyat. Mereka hanya mementingkan pribadi dan kelompoknya saja.

Penambahan pasal tersebut yang menyatakan pemerintah dapat menaikkan harga BBM bersubsidi jika terjadi fluktuasi harga minyak mentah dunia sebesar 15 persen selama 6 bulan menunjukkan, bahwa Indonesia memang sangat tergantung dengan harga minyak mentah dunia. Hal ini tidak aneh, jika mengingat 70% sumur migas di Indonesia dikuasai oleh perusahaan minyak dan gas (migas) asing. Perusahaan-perusahaan asing tersebut lebih memilih untuk mengekspor produksi minyak mentah di Indonesia, dibandingkan penggunaan di dalam negeri untuk kebutuhan rakyat Indonesia.

Selama ini pun, negara selalu dirugikan oleh perusahaan-perusahaan migas asing tersebut karena mereka telah menuggak pajak. Rezim neoliberal tidak pernah berusaha untuk menagih tunggakan pajak yang seharusnya dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan asing tersebut sebesar 20%. Rezim neoliberal lebih memilih untuk melakukan pemiskinan kepada rakyatnya, dibandingkan menagih tunggakan pajak kepada perusahaan-perusahaan asing tersebut, atau bahkan menerapkan pajak progresif kepada perusahaan-perusahaan tersebut.

Dalam panduan rezim neoliberal kepada rakyat Indonesia yang berjudul “Subsidi BBM buat (si) Apa? Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan solar” dinyatakan, bahwa pengeluaran negara untuk subsidi BBM akan lebih bermanfaat jika dipakai untuk pembangunan jalan, jembatan, dermaga, serta proyek-proyek infrastruktur lainnya. Berbagai proyek-proyek infrastruktur tersebut memang telah menjadi agenda rezim neoliberal sejak lama, yang dicantumkan dalam Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Program MP3EI itu sendiri merupakan program rezim neoliberal untuk melayani para pemilik modal, baik asing maupun domestik, untuk mengeruk kekayaan alam di Indonesia.

Berbagai penolakan rakyat terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi selama beberapa hari ini, ditangani oleh rezim neoliberal dengan berbagai tindakan represif, melalui aparat keamanan. Ratusan rakyat yang menolak telah ditangkap atau terluka akibat tindakan represif tersebut. Hal ini juga kembali menunjukkan, bahwa rezim neoliberal akan melakukan apa saja kepada rakyat agar agenda busuknya terlaksana.

Namun yang menarik, perlawanan rakyat yang meluas dan terorganisir selama ini yang terjadi hampir di seluruh Indonesia, telah membuat kepanikan luar biasa bagi rezim neoliberal berserta elit-elit politik. Berlarut-larutnya pembahasan kenaikaan harga BBM bersubsidi di DPR maupun pemerintah, telah menunjukkan bahwa perlawanan rakyat memang menjadi kekuatan alternatif untuk menandingi kebusukan rezim neoliberal dan elit-elit politik.

Untuk saat ini, kekuatan alternatif rakyat tersebut mungkin dapat dipatahkan oleh kekuatan rezim neoliberal dan elit-elit politik dengan menurunkan puluhan ribu aparat keamanan serta menetapkan perubahan UU APBN 2012 tersebut. Namun jika kekuatan perlawanan rakyat tersebut dapat disatukan menjadi kekuatan besar di seluruh Indonesia, maka kekuatan tersebut akan meruntuhkan kecongkakkan rezim neoliberal dan elit-elit politik borjuasi.

Maka dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap:

  1. Menolak perubahan UU Nomor 22 tahun 2011 tentang APBN 2012 yang menjadi kunci kenaikan harga BBM bersubsidi.
  2. Menolak kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
  3. Nasionalisasi seluruh aset-aset perusahaan asing yang merugikan rakyat Indonesia, khususnya di bidang minyak dan gas.
  4. Terapkan pajak progresif bagi perusahaan-perusahaan asing sehingga dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.
  5. Penghapusan/pengurangan pembayaran hutang luar negeri dengan pihak kreditor bilateral dan multilateral.
  6. Bangun persatuan perlawanan rakyat yang lebih luas dan terorganisir untuk menolak kenaikkan harga BBM bersubsidi.
  7. Bangun kekuatan politik alternatif dari persatuan gerakan rakyat di Indonesia untuk menumbangkan rezim neoliberal dan menghancurkan neoliberalisme.
  8. Kapitalisme-neoliberalisme telah gagal untuk mensejahterakan rakyat, dan hanya dengan SOSIALISME-lah maka rakyat akan sejahtera.

 

Jakarta, 31 Maret 2012

Komite Pusat - Perhimpunan Rakyat Pekerja

 Ketua Nasional

 

Anwar Ma'ruf