Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bawang Merah Menuju Lampu Merah
Oleh : Redaksi
Rabu | 07-08-2019 | 19:28 WIB
zulfikar-opini1.jpg Honda-Batam
Zulfikar Halim Lumintang, SST.

Oleh Zulfikar Halim Lumintang SST

SEJAK zaman penjajahan dahulu, Indonesia sudah terkenal dengan negara yang kaya akan rempah-rempah. Hal itulah yang mendasari para penjajah, utamanya Portugis datang dan menjajah Indonesia. Ya, mereka ingin menguasai rempah-rempah Indonesia. Berbagai cara pun dilakukan, entah itu memboyong paksa hasil bumi dan monopoli lahan pertanian.

Badan Litbang Pertanian mengisyaratkan bahwa bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Selain sebagai bumbu penyedap, bawang merah juga dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional. Sehingga tidak heran jika bawang merah merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah.

Hal tersebut bisa dibuktikan secara series tahun 2011 hingga tahun 2017, produksi bawang merah di Indonesia juga selalu mengalami peningkatan. Dimana pada tahun 2011 tercatat produksi bawang merah mencapai 893.124 ton, meningkat 7,96% menjadi 964.221 ton pada tahun berikutnya. Kemudian pada tahun 2013 produksi bawang merah mencapai 1.010.773 ton atau bertambah 46.552 ton dari tahun sebelumnya. Peningkatan itu berlanjut hingga tahun 2017 yakni mencapai 1.470.155 ton.

Lebih jauh lagi, pada tahun 2017 ternyata 64,59% produksi nasional bawang merah masih dihasilkan oleh tiga provinsi di Pulau Jawa. Dimana provinsi Jawa Tengah menjadi provinsi paling tinggi produksinya dengan 0,48 juta ton atau sekitar 32,4% produksi nasional, kemudian diikuti oleh Jawa Timur dengan produksi 0,31 juta ton atau sekitar 20,84% produksi nasional, dan Jawa Barat dengan 0,17 juta ton atau sekitar 11,35% produksi nasional.

Tercatat hanya ada dua provinsi di luar Pulau Jawa yang memiliki produksi bawang merah yang tinggi, yaitu Nusa Tenggara Barat dengan 0,19 juta ton dan Sulawesi Selatan dengan produksi bawang merah mencapai 0,13 juta ton.

Melihat statistik produksi bawang merah yang masih didominasi oleh provinsi di Pulau Jawa. Maka, tidak heran jika produksi dalam negeri masih belum bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri sendiri. Sehingga impor bawang merah di Indonesia masih cukup tinggi. Tercatat pada periode tahun 2004-2013 mengimpor bawang merah dari Rusia rata-rata sebesar 455,3 ribu ton per tahun, kemudian diikuti Malaysia rata-rata sebesar 417,3 ribu ton per tahun, lalu Bangladesh dengan 359,8 ribu ton per tahun dan Amerika Serikat dengan 355,3 ribu ton per tahun. Sehingga menempatkan Indonesia pada urutan ke-35 negara terbesar pengimpor bawang merah di dunia.

Hal tersebut juga tidak bisa dihindari, dikarenakan bawang merah merupakan tanaman musiman. Ketika musim panen saja tidak bisa memenuhi kebutuhan nasional, apa jadinya ketika bukan musim bawang merah? Tentu akan semakin kekurangan. Sehingga kita juga tidak bisa menyalahkan kebijakan impor dari satu sisi sudut pandang saja.

Permasalahan tidak berhenti sampai disitu saja. Produsen bawang merah yang masih berpusat di Pulau Jawa menjadikan konsumen di luar Pulau Jawa harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli bawang merah dengan kuantitas yang sama. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada umumnya rantai utama distribusi perdagangan bawang merah ada tiga rantai usaha yaitu petani, pedagang pengepul, pedagang eceran, dan konsumen akhir.

Sehinggasecara nasional didapatkan Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP) bawang merah mencapai 49,06. Yang artinya, kenaikan harga bawang merah dari produsen hingga sampai pada konsumen akhir sebesar 49,06%. Dimana provinsi Sulawesi Tenggara menjadi provinsi yang memiliki MPP terbesar yang mencapai 95,58.

Tidak heran jika Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki MPP hampir 100%. Selain rantai distribusi perdagangan bawang merah yang panjang, letak geografis Sulawesi Tenggara yang berupa kepulauan bisa menyebabkan perbedaan harga bawang merah tiap pulaunya. Kebanyakan pedagang bawang merah di pasar, menjual bawang merah berupa diwadahi plastik kecil dan biasa dijual dengan harga Rp. 5000,-. Harga tersebut terhitung mahal dengan kuantitas yang sangat sedikit.

Oleh karena itu kebijakan yang perlu ditekankan pemerintah saat ini adalah menggalakkan penanaman bawang merah secara besar-besaran, dan membantu permodalan para petani bawang merah yang mengalami kelesuan. Kemudian menjaga musim tanam agar bisa berproduksi secara berkelanjutan. Penting kiranya juga untuk uji coba produksi tanaman bawang merah di luar Pulau Jawa sehingga dapat memotong MPP di luar Pulau Jawa, sehingga harga bawang merah masih bisa dijangkau oleh masyarakat di luar Pulau Jawa, utamanya di Provinsi Sulawesi Tenggara yang hampir 100% kenaikan harganya dari produsen ke konsumen.

Penulis merupakan Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Kolaka