Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jangan Anggap Sepele, Patah Hati Bisa Meningkatkan Resiko Kanker
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 26-07-2019 | 09:28 WIB
ilustrasi-patah-hati2.jpg Honda-Batam
Ilustrasi. (Istimewa)

BATAMTODAY.COM, BATAM - Patah hati merupakan salah satu masalah percintaan yang tidak asing dialami oleh banyak orang. Kandasnya hubungan percintaan atau penolakan yang dialami bisa membuat seseorang merasa patah hati.

Mengalami patah hati bisa menimbulkan efek pada mental seseorang. Namun siapa sangka bahwa hal ini ternyata juga bisa menyebabkan masalah secara fisik dan memunculkan masalah kesehatan serius.

tak main-main, sebuah penelitian mengungkap bahwa patah hati yang dialami seseorang bisa berpengaruh terhadap munculnya kanker. Dilansir dari Medical Daily, sebuah penelitian mengungkap bahwa kondisi yang disebut sindrom patah hati yang muncul ketika seseorang mengalami tekanan secara emosional dan fisikal bisa mempengaruhi berkembangnya kanker. Diketahui juga bahwa masalah ini bisa menurunkan peluang seseorang selamat dari kanker.

Sindrom patah hati atau biasa disebut sebagai sindrom takotsubo ini memiliki efek sama seperti serangan jantung. Hal ini menyebabkan sakit di dada serta napas yang memendek karena bilik jantung membesar sehingga kesulitan memompa darah.

Peneliti mengungkap bahwa satu dari enam orang yang mengalami sindrom ini mengalami kanker. Hal yang membuat temuan ini semakin mengejutkan adalah karena peluang seseorang untuk selamat mengecil setelah lima tahun mendapat diagnosis ini.

Tim peneliti menyebut bahwa penelitian mereka menjelaskan hubungan paling kuat antara sindrom patah hati dan kanker. Hasil ini didapat usai analisis terhadap 1.600 pasien yang mengalami sindrom patah hati.

Kanker payudara merupakan jenis kanker paling umum yang muncul selama penelitian ini. Jenis selanjutnya adalah tumor di sistem pencernaan, saluran pembuangan, organ kelamin, dan kulit.

"Pasien dengan sindrom patah hati mungkin mendapat mendapat manfaat jika menjalani pemeriksaan kanker untuk meningkatkan kemungkinan mereka selamat," terang Christian Templin, peneliti dan direktur University Hospital Zurich, Swiss.

"Hasil penelitian kami seharusnya meningkatkan kewaspadaan di antara onkologis dan hematologis dalam mempertimbangkan sindrom patah hati ini ketika mendiagnosis kanker seseorang atau dalam mengobatinya ketika mereka mengalami nyeri di dada, napas memendek, atau kondisi abnormal pada elektrokardiogram," sambungnya.

Peneliti mengatakan bahwa pastisipan yang mengalami kanker mungkin tidak bertahan selama 30 hari setelah gejala sindrom ini muncul. Kelompok yang sama mungkin juga membutuhkan bantuan jantung dan pernapasan secara intensif.

Sumber: merdeka.com
Editor: Chandra