Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pulau Sebaik di Karimun Luluh Lantak Akibat Tambang Pasir PT SCR
Oleh : Putra Gema
Kamis | 25-07-2019 | 15:40 WIB
sebaik-moro.jpg Honda-Batam
Aktivitas tambang pasir darat di pulau-pulau wilayah Kecamatan Moro, Karimun kian meraja lela. (Foto: Putra Gema)

BATAMTODAY.COM, Karimun - Kerusakan lingkungan akibat pertambangan pasir darat di Kepulauan Riau sudah sangat memprihatinkan.

Pulau Sebaik yang berlokasi di Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), adalah salah satu contoh lokasi keganasan para perusahaan yang leluasa melakukan penambang pasir darat.

Ribuan meter kubik pasir darat setiap harinya dulu berhasil diangkut dari pulau ini untuk mendukung aktivitas reklamasi di berbagai titik Kepulauan Riau, bahkan tidak sedikit pula yang sampai ke Singapura.

Pulau Sebaik ini sendiri memiliki luas wilayah sekitar 70 Hektar dan kondisinya saat ini nyaris luluh lantak akibat penambangan oleh PT SCR.

Izin penambangan yang dipegang PT SCR dari Provinsi Riau sejak tahun 2003, sudah tidak berlaku lagi. Tetapi, dengan bermodalkan surat dispensasi dari Dinas Pertambangan Kabupaten Karimun sebanyak dua kali, perusahaan itu tetap leluasa beroprasi hampir tiga tahun tanpa izin.

Aktivitas pertambangan di lokasi ini menyebabkan pulau tersebut saat ini sudah tenggelam ketika air pasang. Selain itu, kerusakan alam yang dinilai sudah sangat memprihatinkan ini menjadi salah satu contoh buruk pembiaran penambangan pasir darat yang berlebihan.

Hal ini terlihat ketika BATAMTODAY.COM bersama KRI Torani 860 menyusuri Perairan Moro, Kabupaten Karimun untuk meninjau kerusakan lingkungan yang diakibatkan aktivitas tambang pasir darat.

"Sesuai surat Kementeian SDM, Rabu (17/7/2019) izin tambang 20 perusahaan yang berada di sekitar lokasi ini telah dihentikan, namun ada satu perusahaan yang masih membandal dan telah kita tindak," kata Komandan KRI Torani 860, Mayor Agus Daryono, Kamis (25/7/2019).

Ia menjelaskan, Pulau Sebaik pun sejak tahun 2007 sudah tidak dapat terlihat, hal ini karena pulau tersebut sudah tidak terlihat dari garis rata-rata air. Reboisasi yang seharusnya dilakukan pihak perusahaan tambang pun dinilainya terlambat.

Untuk penanganan kasus penyelundupan pasir menuju Singapura dari kawasan Moro ini pun diakuinya sudah minim. Hal ini sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan nomor 02/M-DAG/PER/1/2007 tentang Larangan Ekspor Pasir, Tanah dan Top Soil yang berlaku per 6 Februari 2007.

"Terbitnya pelarangan tersebut murni karena berdampak pada kerusakan lingkungan," tegasnya.

Editor: Gokli