Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

MPR Angkat Kebudayaan Lokal di Aceh dalam Sosialisasi Empat Pilar
Oleh : Irawan
Senin | 08-07-2019 | 13:28 WIB
mpr_aceh_4pilar.jpg Honda-Batam
Sosialisasi Empat Pilar Anggota MPR Muslim Ayub dari PAN di Provinsi Aceh

BATAMTODAY.COM, Jakarta - MPR RI melakukan Sosialisasi Empat Pilar di Taman Seni Budaya Kota Banda Aceh. Acara ini dibalut dengan atraksi seni budaya setempat dengan menampilkan kesenian tradisional yang mewakili tiga karakteristik wilayah di Provinsi Aceh yaitu Aceh pesisir, Aceh Tengah (pegunungan), dan Aceh Kepulauan.

Adapun atraksi yang disuguhkan antara lain tari Saman dan tari Ratu Juro (tarian saman yang pemainnya semua perempuan), tari Guel (semacam tari persembahan), yang ketiganya adalah kesenian tradisional Gayo (Aceh Tengah). Lalu ada tarian Seudati, kesenian tradisional asal Pidi ( Aceh Pesisir), dan tari Likok Pulo, mewakili Aceh Kepulauan. Ada juga kesenian Puisi.

Pagelaran seni budaya di Banda Aceh ini diinisiasi oleh Anggota MPR RI Fraksi PAN, H. Muslim Ayub, dan diselenggarakan oleh MPR.

Menurut Muslim Ayub sosialisasi Empat Pilar adalah kegiatan yang sangat penting untuk Indonesia yang homogen yang terdiri dari beragam suku, agama, budaya, dan lainnya. Oleh karena itu setiap anggota MPR diberi tugas oleh undang-undang untuk melaksanakan kegiatan sosialisasi ini.

"Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, ratusan suku, tapi kita disatukan oleh Pancasila. Karena Pancasila itu mengandung beragam nilai yang dapat mempersatukan Indonesia. Untuk itu, Muslim Ayub mengajak masyarakat Aceh untuk memahami keberagaman ini, karena dengan memahami keberagaman kita akan menjadi Indonesia yang hebat," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Senin (8/7/2019).

Sementara Kepala Biro Humas Setjen MPR Siti Fauziah menjelaskan, karena pemahaman akan nilai-nilai luhur berbangsa dan bernegara penting maka MPR menyosialisasikan Empat Pilar ini dengan berbagai metode ke berbagai segmentasi masyarakat. Untuk siswa-siswi tingkat SLTA misalnya, menggunakan metode Lomba Cerdas Cermat (LCC) Empat Pilar. Bukan hanya itu, juga ada metode Kemah Empat Pilar untuk kalangan mahasiswa. Lalu Training of Trainers (ToT) buat para guru. Bahkan untuk murid sekolah dasar sosialisasi Empat Pilar dilakukan melalui cerita komik.

Jadi, tambah Siti, pagelaran seni budaya adalah salah satu dari sekian banyak metode yang ada dalam bingkai Sosialisasi Empat Pilar. MPR menganggap pagelaran seni budaya termasuk media yang efektif dalam menyosialisasikan Empat Pilar, karena seni tradisional mengandung nilai-nilai berisi tuntunan, di samping sebagai tontonan yang digemari oleh masyarakat. Selain itu, melalui pagelaran seni tradisional ini, MPR juga punya tujuan ikut melestarikan seni tradisional agar jangan sampai punah.

"Saya berharap pagelaran seni budaya tradisional ini menjadi tontonan, sekaligus menjadi tuntunan," ujar Siti.

Sementara Plt. Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, dalam sambutan yang dibacakan oleh Asisten I Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Rahmat Fitri Hadi menyatakan, sejak penciptaan manusia, Allah menjadikan berbeda-beda. Maka Islam menganjurkan agar saling menghormati dalam keberagaman.

"Keberagaman harus menjadikan kita damai, tenang, dan seharusnya menjadi pemacu dalam pembangunan," kata Nova.

Selanjutnya, ia mengajak para peserta memahami Empat Pilar. "Kalau kita memahami Empat Pilar maka kita akan tetap utuh dan bersatu, dan itu modal dalam pembangunan bangsa," katanya.

Pagelaran seni budaya ini dibuka oleh Muslim Ayub, mewakili pimpinan MPR. Selanjutnya ia dan Siti Fauziah, Asisten I bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Pemprov Aceh Rahmat Fitri Hadi secara bersama-sama menabuh Rata'i (sejenis rebana) sebagai pertanda pagelaran seni budaya dimulai.

Atraksi pertama yang disuguhkan dalam acara yang berlangsung Sabtu (6/7/2019) kemarin ini yaitu tari Guel dari Sanggar Tari Linge Banda Aceh. Guel adalah kesenian tradisional Gayo, yang merupakan gabungan seni sastra, seni tari, dan seni musik. Di masyarakat Gayo, tari Guel tergolong tari persembahan untuk memberikan penghormatan kepada tamu kehormatan.

Tarian tersebut ini diawali munculnya tujuh penari (dua pria dan lima perempuan) dari belakang panggung. Nyanyian dalam bahasa Aceh terasa menyayat didendangkan dua penyanyi (perempuan dan pria) diiringi musik tradisional, dan para penari pun berada dalam komposisi apik.

Dua penari pria seraya mengibas-ngibaskan kain kerawang (songket Gayo) maju ke depan panggung dan mengambil posisi di depan para tamu kehormatan, sedangkan lima penari perempuan tetap di atas panggung. Perhatian memang tertuju ke arah dua penari pria, yang dalam gerakannya sekali-sekali memberi penghormatan pada para tetamu yang hadir.

Selain Muslim Ayub dan Siti Fauziah, tamu lain yang hadir antara lain Ketua Majelis Pendidikan Aceh, Prof. Dr. H. Warul Wahidin; Ketua Dewan Kebudayaan Aceh, Nurmaida Atmaja; Ketua OPTD Taman Budaya, Dra. Kemalawati; serta tamu undangan lainnya.

Editor: Surya