Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Perlu Diberi Pencerahan soal Terminologi Saling Benci
Oleh : Irawan
Sabtu | 06-07-2019 | 09:40 WIB
fahri125.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat menyerahkan 2.000 sertifikat hak atas tanah di Kota Manado, Sulawesi Utara, Kamis (4/7/2019) kemarin berpesan agar usai Pemilu serentak, jangan sampai ada lagi yang namanya saling membenci, saling mendengki, saling tidak sapa antartetangga.

Menanggapi pernyatan tersebut, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (5/7/2019) justru menilai terminologi saling benci yang dikeluarkan Presiden Jokowi kurang menyadari fakta bahwa kata benci dalam politik itu adalah oposisi.

"Pak Jokowi tidak boleh mengeluh. Sebab kalau bukan bapak, terus siapa yang bisa selesaikan ini? Karena itulah saya menganggap harus ada pencerahan kepada pemerintah soal terminologi saling benci," kata Fahri.

Melanjutkan pernyataannya, inisiator Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) itu mengatakan, orang berbeda pendapat sebenarnya tidak perlu menjadi bagian dari benci, karena itu adalah pilihan pribadi orang.

"Kalau orang tidak suka, ya biarin aja. Apa memang bisa kita menertibkan hati semua? Tidak bisa apa namanya sebetulnya benci, kecuali kalau diam menjadi domain publik," ujarnya.

Sayangnya, menurut Fahri dalam kultur di pemerintan ini justru menganggap bahwa oposisi itu adalah satu kejahatan. Sehingga setiap satu tindakan atau perkataan yang bernuansa atau kekuasaan lalu dianggap sebagai tindakan berdosa.

"Padahal Tuhan menciptakan alam semesta ini dalam bentuk berpasang-pasangan. Itu artinya perbedaan berpasang-pasangan, dan justru itu dianggap sebagai sumber keindahan," cetusnya.

Terkait soal isu migrasi koalisi sejumlah partai pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada Pilpres lalu ke koalisi Jokowi, Fahri tegas tidak setuju jika perpindahan posisi hanya untuk kursi menteri. Dia pun mempertanyakan tujuan sejumlah partai pro-Prabowo yang disebut mau merapat ke Jokowi.

"Jika hanya bertujuan mendapatkan kursi menteri, hal itu tidak ada gunanya. Apa gunanya (pindah)? Memang bisa dapat apa? Katakanlah kayak Gerindra sekarang mau dapat menteri apa, sih? Terus itu kemudian menjadi hebat, nggak ada," ucap Fahri.

Karena itu, Fahri menyarankan agar para parpol tetap di jalur masing-masing. Dia menegaskan upaya rekonsiliasi tidak berarti partai pro-Prabowo menjadi bagian dari pemerintah.

"Kepada Pak Jokowi saya minta agar tidak ‘menarik-narik’ partai pro-Prabowo agar mereka diam di parlemen. Sudahlah, final saja kalau dalam konstelasi ini. Di satu sisi Pak Jokowi dan kawan-kawan mantap lah jadi eksekutif. Nggak usah mikirin DPR dan nggak usah memikirkan akan membuat DPR itu suruh diam dengan cara ditarik beberapa orang jadi menteri," kata dia.

Editor: Surya