Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perusahaan sudah Kantongi Izin

Dirjen PSDKP Mediasi Penolakan Tambang Pasir Laut di Belakangpadang
Oleh : Ismail
Kamis | 20-06-2019 | 08:16 WIB
pasir-laut1.jpg Honda-Batam
Kegiatan mediasi penolakan tambang pasir laut di Belakang Padang oleh Dirjen PSDKP . (Foto: Ismail)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) melakukan pertemuan dengan masyarakat dan sejumlah instansi terkait, membahas keberadaan tambang pasir laut di kawasan Pulau Terong, Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam, yang mendapat penolakan keras dari masyarakat sekitar.

Pertemuan tersebut dilaksanakan di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Dompak, Rabu (19/6/2019).

Pertemuan yang diikuti oleh sejumlah warga Belakangpadang yang menolak aktifitas tersebut, PT Riau Pratama, dan sejumlah instansi mulai dari pihak Polda Kepri, Lantamal IV Tanjungpinang, Pemprov Kepri, dan dinas terkait berjalan cukup kondusif.

Kepala Sub Bidang Jasa Kelautan Dirjen PSDKP, Khalid menyampaikan, dari hasil pertemuan ini diperoleh hasil bahwa terkait syarat perizinan tambang saat ini PT Riau Prakasa sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan Produksi perpanjangan pada Februari 2018. IUP Produksi itu berlaku selama tiga tahun.

"Lalu, untuk dampak lingkungan juga sudah sesuai dengan prosedur," katanya.

Kendati demikan, pihaknya tetap mengingatkan pihak perusahaan perusahaan jangan sampai di kawasan itu ada terumbu karang, sehingga aktifitas pengerukan tidak terjadi pencemaran.

Karena meski mengantongi izin pihaknya tetap mengawasi aktifitas itu. "Kadang pengerukan itu menggunakan alat berat yang menyebabkan kerusakan. Sejauh analisa kami kawasan itu merupakan kawasan nelayan tradisional," katanya.

Ia menjelaskan, sebelum melakukan pertemuan ini pihaknya telah mengutus tim untuk melakukan mediasi yang difasilitasi oleh Polresta Barelang berupa pertemuan antara masyarakat, instansi terkait, dan pihak perusahaan pada hari Rabu (10/6/2019) lalu.

Dari hasil mediasi itu diperoleh hasil, segala macam aktifitas pertambangan di kawasan tersebut agar dihentikan sementara. Lalu, masyarakat turut diminta bersabar dan menempuh jalur musyawarah dalam persoalan tersebut.

"Kendati demikian, kami akan berupaya melakukan konsolidasi agar ini clear,"ungkapnya.

Sementara itu, Komisaria Utama PT Riau Pratama, Megat JJ mengatakan, mengenai persoalan izin dan lainnya sudah tidak ada persoalan. Pihaknya juga telah jauh-jauh hari melakukan sosialiasi kepada masyarakat setempat (Kelurahan Pulau Terong, Kelurahan Pulau Pemping Dan Kelurahan Kasu).

Bahkan, pihaknya telah memberikan uang kompensasi bagi warga setempat sebanyak 3.200 KK dari 3.500 KK yang ada di empat zona tambang itu. "Negosiasi sudah clear. Sekarang ini yang bersinggungan ini dengan masyarakat di luar areal tambang," imbuhnya.

Ia menekankan, hingga kini pihaknya belum melakukan aktifitas tambang. Adapun kapal yang ada di lokasi pertambangan itu merupakan uji coba pengerukan dan mengecek permukaan lokasi pertambangan. "Yang perlu dipertegas, kami belum ada aktifitas tambang," sebutnya.

Koordinator warga, Muhammad, dalam kesempatan itu mengemukakan, sebelumnya pihak perusahaan sudah melakukan penjajakan awal pada akhir tahun 2018 untuk pemberitahuan awal pelaksanaan pekerjaan pengerukan/tambang pasir.

Dalam penjajakan awal itu disepakati bahwa selama aktifitas tersebut berjalan nanti masyaeakat setempat akan memperoleh kompensasi sebesar Rp 500 ribu. "Awalnya sepakat Rp 500 ribu per KK dengan kesepakatan daya angkut kapal sekita GT," ungkapnya.

Namun, lanjut Muhammad, kesepakatan awal tersebut berbeda dengan apa yang dilakukan perusahaan saat ini. PT Riau Pratama melakukan pertambangan menggunakan kapal bertonase lebih besar dari kesepakatan awal.

Oleh karena itu, pihaknya menuntut agar perusahaan menambah dana kompensasi yang disepakati semula.

"Ya kami menolak dengaan dana kompensasi awal. Kalau ditambah mungkin tidak akan terjadi seperti ini," ujarnya.

Editor: Yudha