Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tantangan Pembuktian Kecurangan Pemilu di MK
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 31-05-2019 | 19:28 WIB
Gedung_MK2.gif Honda-Batam

PKP Developer

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta. (Foto: Ist)

Oleh Rahmat Kartolo

TUDUHAN Pemilu curang seakan menjadi lagu lama yang sering didengar, hal tersebut juga hampir bersamaan dengan klaim kemenangan yang cenderung berlebihan, padahal saat itu KPU belum memberikan pengumuman secara resmi. Sebelumnya pihak BPN memang telah melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun laporan tersebut ditolak lantaran pihak BPN Prabowo-Sandi hanya melampirkan salinan berita online, bukan foto atau video. Prabowo juga sempat menyatakan bahwa dirinya akan menolak hasil penghitungan KPU bila hasil perhitungan tersebut terbukti curang.

"Kami masih menaruh secercah harapan, tapi yang jelas sikap saya adalah saya akan menolak hasil penghitungan yang curang," tutur Prabowo.

Bahkan dirinya juga sempat mengklaim kemenangan dengan perolehan suara hingga 54,24 persen. Namun belum ada paparan data riil mengenai kecurangan yang diklaim oleh kubu Prabowo-Sandi.

Kuasa Hukum Paslon Jokowi-Ma'ruf Amin Yusril Ihza Mahendra sempat mengatakan, "Jadi misalnya kalau dinilai ada 11 juta kecurangan, ya silakan dibuktikan. Kami mau dengar juga seperti apa kecurangan itu." Pihaknya juga menuturkan, bahwa permohonan sengketa Pilpres sudah ada pada tahun 2004, namun semua permohonan tersebut ditolak karena memang pembuktian kecurangan pemilu bukanlah perkara mudah.

Pimpinan Partai Bulan Bintang tersebut juga menceritakan pengalamannya dalam menangani perkara pemilu, paling banter penggugat hanya bisa memohon pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah TPS, itu pun hasilnya kebanyakan tetap tidak menang. Hal tersebut dikarenakan semua mekanisme telah diatur di dalam konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga mekanisme pelaporan dapat ditujukan kepada Bawaslu maupun Mahkamah Konstitusi.

Untuk kedua kalinya, kubu Prabowo-Sandi juga mengajukan gugatan ke MK, selain menyerahkan bukti sengketa, kubu Prabowo-Sandi juga mengajukan tuntutan terkait dengan sengketa Pilpres 2019. Isi dari tuntutan tersebut diantaranya, menetapkan pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024. Lalu meminta kepada KPU untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan Prabowo dan Sandiaga sebagai Presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024.

Hal tersebut tentu cenderung bersifat pemaksaan kepada lembaga yang independent, apalagi jika gugatan yang dilayangkan tidak membuktikan letak pelanggaran yang dianggap sistematis dan masif, apalagi jika berkas permohonan tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga hanya berisikan teori hukum. Meski begitu, MK tampaknya masih berbaik hati dan memberikan kesempatan kepada kubu Prabowo-Subianto untuk melampirkan gugatan denga bukti yang kuat.

"Diberi kesempatan sebetulnya pemohon ini melakukan perbaikan sekiranya diperlukan sampai sebelum registrasi, sebelum 11 Juni nanti. Jadi masih diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan," tutur Jubir MK Fajar Laksono.

Namun apakah gugatan tersebut lantas akan menjadikan Prabowo-Sandi sebagai Presiden ataupun Wakil Presiden? Atau paling mentok KPU nantinya menyelenggarakan Pemilu ulang namun kemenangan masih akan diraih oleh Jokowi-Ma'ruf. Jika Prabowo-Sandi ingin menang, maka sudah menjadi suatu keharusan bagi Prabowo-Sandi untuk menambahkan bukti lain yang lebih kuat selain salinan berita dari media daring.

Pengamat Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan bahwa tim Prabowo-Sandi harus menambahkan bukti lain yang lebih kuat selain tautan berita. Salinan berita online, tentu hanya bisa dijadikan sebagai bukti penunjang. Hal tersebut dikarenkan, link berita adalah bukti yang sangat lemah. Kurang kuat untuk mendukung dalil-dalil pemohon terkait dengan perselisihan hasil pilpres 2019.

Jika kubu 02 tetap ngotot dan tidak mau melengkapi bukti-bukti yang sahih, tentu mereka bisa menjadi bulan-bulanan dalam persidangan. Tentu sah-sah saja jika kubu 02 melayangkan gugatan, namun tentu harus ada kekuatan data yang cukup untuk membuktikan tudingan pelanggaran, sehingga kubu Prabowo Sandi dapat menyiapkan dasar-dasar gugatan dengan lebih baik dan lebih komprehensif.

Selain itu, tim Prabowo tampak terjebak dalam keterpaksaan untuk menggugat ke MK. Amunisi mereka teramat kurang dengan persiapan yang amat minim. Hal inilah yang memancing kubu Prabowo untuk menggaungkan narasi lan di luar sidang yang sebenarnya tidak perlu, seperti ucapan Mahkamah Kalkulator atau rezim korup.*

Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial Politik