Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hakim PN Batam Batalkan Putusannya Sendiri, Kok Bisa?
Oleh : Gokli
Selasa | 21-05-2019 | 08:40 WIB
20202020_hakim_batam01.jpg Honda-Batam
Nukdi Al Budiono, saat mengungkapkan kekecewaannya kepada anggota majelis hakim yang membatalkan putusannya sendiri di PN Tanjungpinang. (Foto: Gokli)

BATAMTODAY.COM, Batam - Perkara perdata atas objek sebidang bangunan dengan luas 187 M2 yang terletak di Komlek Perumahan Kurnia Djaja Alam (KDA), Jalan Galantik 5 nomor 1, Kelurahan Belian, Kecamatan Batam Kota, berpolemik di Pengadilan Negeri (PN) Batam.

Disebut berpolemik, karena ada dua putusan berbeda atau bertolak belakang dibuat majelis hakim dalam perkara pokok dan perlawanan dengan satu anggota majelis yang sama, yakni Martha Napitupulu.

Dalam gugatan wanprestasi nomor 6/Pdt.G/2018/PN Btm, yang diajukan Nukdi Al Budiono melawan Muhammad Iqbal pada 8 Januari 2018, telah dikabulkan untuk sebagian dengan Verste oleh majelis hakim yang dipimpin Mangapul Manalu dengan anggota Taufik Nainggolan dan Martha Napitupulu pada Rabu, 11 April 2018. Di mana, tergugat (Muhammad Iqbal) dinyatakan telah melakukan wanprestasi terhadap penggugat (Nukdi Al Budiono).

Selain putusan itu, majelis hakim yang sama juga mengeluarkan penetapan sita jaminan nomor 06/Pen.Pdt.G/2018/PN.BTM tanggal 7 Maret 2018 jo Berita Acara Sita Jaminan nomor 06/BA.PDT.G/SJ/2018/PN.BTM tanggal 27 Maret 2018.

"Setelah adanya putusan ini, saya bersama kuasa hukum mengajukan eksekusi ke PN Batam. Proses eksekusi ditunda lantaran ada pihak yang keberatan (PT BPR Rakyat LSE Manggala). Alasan pihak keberatan bahwa objek bangunan itu merupakan hak tanggungan atas jaminan tergugat (Muhammad Iqbal)," kata Nukdi saat ditemui di PN Batam, Senin (20/5/2019) sore.

Setelah beberapa bulan proses eksekusi tertunda, sambung Nukdi, PT BPR Rakyat LSE Manggala, pada 16 Oktober 2018, mengajukan gugatan perlawanan ke PN Batam melawan Nukdi Al Budiono (terlawan I) dan Muhammad Iqbal (terlawan II).

Ironisnya, kata Nukdi, dalam gugatan perlawanan ini, majelis hakim yang salah satunya Martha Napitupulu mengabulkan gugatan pelawan (PT BPR Rakyat LSE Manggala) yang dibacakan pada 14 Mei 2019.

Tidak hanya itu, dalam putusan diktum ke-6, disebutkan 'Memerintahkan untuk mengangkat kembali sita jaminan dalam Penetapan No.06/Pen.Pdt.G/2018/PN.BTM tanggal 7 Maret 2018 jo Berita Acara Sita Jaminan No.06/BA.PDT.G/SJ/2018/PN.BTM tanggal 27 Maret 2018 yang diputus dalam Putusan Pengadilan Negeri Batam No. 06/Pdt.G/2018/PN.BTM'.

"Ini putusan apa? Masa bisa hakim yang sama membatalkan penetapan yang dibuatnya sendiri. Dasar hukumnya apa?" kesalnya.

Menurut Nukdi, majelis hakim harusnya tidak membuat putusan secara serampangan dan menghargai putusan yang telah dibuatnya sebelumnya. Pun, dalam putusan perkara 6/Pdt.G/2018/PN Btm, majelis telah membuat pertimbangan: apabila tanah dan bangunan telah diikat sertifikat hak tanggungan, maka dalam prakteknya, sita jaminan yang telah diletakkan juru sita menjadi dikualifikasikan sebagi sita persamaan (Vergelijkende Beslag).

"Dalam jawaban kami juga atas gugatan perlawanan itu sudah menyatakan dapat dilakukan sita persamaan. Dan pelawan (PT BPR Rakyat LSE Manggala) sebagai hak preference setelah eksekusi akan mendapat pelunasan terlebih dahulu dan sisanya diberikan kepada terlawan I (penggugat dalam perkara pokok). Namun, semua itu diabaikan dalam putusan perlawanan, dengan mengabaikan kedudukan terlawan I (pemegang penetapan sita jaminan)," ungkapnya.

Dalam perkara perlawanan ini, sambung Nukdi, pihaknya akan mengajukan banding. Sebab, menurut dia, putusan majelis hakim dalam perkara perlawawan sangat tidak masuk akal karena membatalkan penetapan sebelumnya.

"Kami akan banding. Putusan perlawanan ini sudah tidak objektif lagi," tutupnya.

Editor: Surya