Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Banyak di Jakarta

DPR Nilai Kinerja DPD Makin Tak Jelas
Oleh : surya
Kamis | 15-03-2012 | 12:50 WIB
marzuki(1).jpg Honda-Batam

Ketua DPR Marzuki Alie

JAKARTA, batamtoday - Kinerja Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang lebih banyak bekerja di Jakarta, dinilai tidak efektif bagi daerah-daerah yang diwakilinya. Pasalnya, banyak permasalahan daerah yang tidak terpresentasikan secara objektif oleh lembaga yang terlahir di era reformasi itu.

 “Anggota DPD harusnya bekerja di daerah-daerah yang diwakili dan rapat baru di Jakarta,” kata Ketua DPR RI Marzuki Alie yang berbicara dihadapan 306 siswa-siswi dan guru SMA Taruna Nusantara, Rabu (14/3/2012) di Gedung DPR RI.
 
Bahkan, lanjut Marzuki, secara kelembagaan DPR sudah berulang-kali mengkritisi kekeliruan DPD dalam menterjemahkan amanat undang-undang yang terkait dengan fungsi dan peran kelembagaan DPD itu. Namun hasilnya, para anggota DPD yang diwakili oleh empat anggota dari setiap provinsi itu masih banyak menghabiskan waktunya di Jakarta, ungkap Ketua DPR.
 
"DPR sudah mengajukan komplain dan mengingatkan kekeliruan DPD. Tapi ya seperti yang kita lihat dan saksikan, komplain kita tidak pernah digubris DPD,” tegas politisi dari Partai Demokrat itu lagi.
 
Lebih lanjut Marzuki menjelaskan soal ketidakjelasan sistem tata negara Republik Indonesia yang berlaku saat ini. “Uni kameral bukan, bi kameral juga bukan sebab di parlemen RI ada MPR, DPR dan DPD sementara fungsi-fungsi parlemen hanya ada di DPR,” katanya.
 
Sebelumnya pakar hukum tata negara, Margarito Khamis mengkritik kinerja DPD yang semakin tidak karuan. Terlebih disaat bangsa ini mengalami peningkatan suhu politik sebagai akibat dari akan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM).
 
“Saya katakan kinerja DPD baik secara institusi maupun para anggotanya semakin tidak karuan. Kalau DPD akan begini-begini terus, wajar bila DPR meragukan kinerja mereka sebagai representasi masyarakat dan daerah,” ujar dia.
 
Dikatakannya, jangankan memberikan kinerja yang terbaik terhadap masyarakat dan daerah, untuk menjaga keseimbangan antara anggaran yang diberikan oleh negara dengan produktifitas kerja para anggota DPD saja sulit bagi kita untuk mengukurnya.
 
Selain itu, dosen Universitas Khairun Ternate itu juga mengkritisi keranjingan para anggota dan pimpinan DPD yang menggunakan kata senator untuk menjaga gengsi mereka di parlemen Indonesia.
 
Margarito menilai belum pantas anggota dan pimpinan DPD menggunakan konsep senator karena keberadaan dan eksistensi DPD itu sendiri dari awal memang tidak jelas. Dibilang parlemen kita bikameral, nggak juga.
 
“Diposisikan sebagai check and balanced juga tidak kelihatan karena tak bernyali mengkritisi DPR. Apalagi menyuarakan aspirasi masyarakat dan daerah, itu semakin kabur,” katanya.
Bahkan Margarito menilai sensitifitas dan sense of crisis para anggota DPD terhadap berbagai konflik di daerah yang bersumber dari sengketa lahan milik masyarakat yang diklaim oleh perusahaan sebagai asetnya, sudah tumpul.