Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Mobdin Batam

Dakwaan Jaksa Imajiner
Oleh : Tunggul Naibaho
Senin | 24-01-2011 | 22:40 WIB
Terdakwa-Korupsi-Mobil-Dinas-Pemko-Batam.jpg Honda-Batam

Terdakwa kasus mobdin Pemko Batam, Raja Hamzah, ketika menjalani persidangan di PN Batam. (Foto: Ist).

Batam, batamtoday - Dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Rizqi R atas kasus dugaan korupsi pengadaan Mobil Dinas Pemko batam TA 2006, bersifat imajiner karena semata-mata berdasar hasil audit BPK yang menggunakan metode kuisioner.

"Dakwaan jaksa imajiner, sangat dangkal, dan terkesan dipaksakan," kata Irwan S Tanjung pengacara Raja Hamzah dan Abu Hanifah kepada batamtoday usai persidangan pemeriksaan terdakwa Abu Hanifah, di PN Batam, Senin 24 Januari 2011.

Dalam kasus korupsi ini, dua terdakwa adalah pegawai Pemko Batam yaitu Raja Hamzah (Ketua Panitia Lelang) dan Abu Hanifah (Kuasa Pengguna Anggran). Kedua terdakwa diajukan JPU ke meja hijau secara terpisah (displit).

Pada dua minggu sebelumnya, sidang pemeriksaan atas terdakwa Raja Hamzah, dengan komposisi hakim yang sama yaitu, Saiman (Ketua), dan dua hakim anggota yaitu, Sorta Ria Neva dan Ranto. JPU atas kedua terdakwa pun sama yaitu, Rizki R.

Kedua terdakwa ini, Raja Hamzah dan Abu Hanifah, didakwa melakukan tindak pidana korupsi berdasar hasil audit BPK, yang menuding adanya 'kelebihan pembayaran' yaitu pembayaran BBNKB (bea balik nama kendaraan bermotor) dan PKB (pajak kendaraan bermotor) sebesar Rp 306,9 juta.

Dalam sidang pemeriksaan atas terdakwa Raja Hamzah, dua minggu lalu, dan juga atas terdakwa Abu Hanifah Senin hari ini, kedua terdakwa menyatakan tidak ada bukti bahwa pihaknya melakukan pembayaran sebesar Rp 306,9 juta kepada PT Pingki Motor selaku pemenang tender.

PT Pingki Motor adalah perusahaan pemenang tender dengan nilai kontrak sebesar Rp 3,456 miliar rupiah untuk pengadaan 20 unit mobil dinas dan 8 unit sepeda motor.

"Tidak ada pembayaran yang melebihi nilai kontrak," ujar Abu Hanifah.

Sementara pada persidangan dua minggu sebelumnya, dengan kalimat yang berbeda Raja Hamzah mengatakan hal yang sama, pembayaran yang dilakukan panitia sesuai dengan nilai kontrak.

"Pembayaran yang kami lakukan sama (nilainya) dengan nilai kontrak. Dan kalaupun mau dibayar, pakai duit siapa," ucap Raja Hamzah ketika itu.

Request Mantan Kasat


Pengacara kedua terdakwa Irwan S Tanjung mengatakan, tidak habis mengerti mengapa klienya dihadapkan ke meja hijau. Jaksa menurutnya, mendakwa secara imajiner bahwa kedua klienya telah melakukan korupsi.

Irwan menunjuk fakta persidangan ketika saksi ahli yaitu auditor BPK, Heriyana, secara terang-terangan, blak-blakan, mengatakan bahwa, kasus ini adalah request (pesanan) dari mantan Kasat Reskrim Polresta Barelang Kompol Herry Heryawan.

"Di muka persidangan secara terang-terangan Heriyana mengatakan kalau kasus ini adalah request dari Herry Heryawan, kenapa jaksa masih ngotot," tandas Irwan.

Lagipula kasus ini sangat aneh, jelas Irwan, kedua tersangka pada tahun 2007 jadi saksi, pada 17 September 2008 dinaikan statusnya jadi tersangka, dan selama pemeriksaan hingga naik ke persidangan, tambah Irwan, kedua klienya tidak pernah didampingi pengacara.

"Dari 2008 sampai 2010 diperiksa terus, tidak didampingi pengacara, ada apa ini? kenapa lama sekali diajukan ke persidangan," ucap Irwan dalam nada bertanya, dan dalam nada yang tinggi pula.

"Jadi kalau di Jakarta ada rekayasa kasus Antasari, di Batam ini ada rekayasa kasus atas Raja Hamzah dan Abu Hanifah," tegas Irwan.

"Kita sudah tahu, ada yang tidak suka dengan jabatan kedua klien saya itu. Tapi jaksa, dengan fakta bukti yang dipegangnya, seharusnya dapat mencium keganjilan yang ada dari kasus ini. Masak gak bisa cium, sih," tandas Irwan lagi.

Irwan berkeyakinan, kasus ini akan dimenangkan pihaknya, karena memang jaksa tidak punya apa-apa, kecuali imajinasinya saja.