Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Proyek Pelabuhan di Tanjung Sauh Dipersoalkan
Oleh : ocep
Rabu | 07-03-2012 | 20:03 WIB

BATAM, batamtoday - Pelindo II dan BP Batam telah melakukan penandatangan MoU rencana membangun pelabuhan baru di Pulau Tanjung Sauh , namun kini pulau tersebut dipersoalkan DPRD dan Pemkot Batam yang mengklaim masuk legalitas wilayah kerja Pemerintah Kota.

Pulau Tanjung Sauh dikerjasamakan Pelindo II dan BP Batam untuk menjadi pelabuhan perdagangan internasional ke-empat di Batam dengan nilai investasi Rp7 triliun  agar mampu bersaing dengan Pelabuhan Singapura dan Malaysia di Selat Malaka.

Namun legalitas wilayah tersebut diklaim Pemerintah Kota Batam masuk wilayah kerja Pemerintah Kota sehingga rencana tersebut seharusnya juga ketika penandatangan MoU pada Januari lalu melibatkan pihaknya.

"Dari aspek hak pengelolaan bukan di BP Batam, apakah Tanjung Sauh sudah ada sertifikasi dari Badan Pertanahan Nasional?kalau tidak, belum bisa dilimpahkan," ujar Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemkot Batam, Suzairi saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPRD Batam hari ini, 7 Maret.

Kejelasan otoritas lahan kepelabuhanan antara BP Batam dan Pemkot seperti Tanjung Sauh, menurut anggota Komisi III DPRD Batam Irwansyah harus disinkronkan agar bisa menyumbangkan pemasukan secara maksimal yang selama ini pelabuhan menjadi sektor pemasukan yang besar di Batam.

Ia mengatakan legalitas Tanjung Sauh perlu kajian yang mendalam dan ia juga mempertanyakan apakah perlu Tanjung Sauh dibangun oleh Pelindo II sementara bisa Terminal Batu Ampar bisa dimaksimalkan. Menurutnya, BP Batam harus melibatkan Pemkot Batam dalam penandatangan MoU dengan Pelindo II.

"Mou yg dibuat harus disampaikan ke Pemkot sebelum masalahnya berkembang. Pemkot masih mengklaim ini wilayah kerja mereka," ujarnya.

Badan Pertanahan Daerah Kota Batam menyebutkan dari Keppres 56/1984 menambahkan lima pulau termasuk Pulau Tanjung Sauh masuk wilayah kerja Otorita Batam.

Namun hingga kini lima pulau tersebut  belum diberikan hak pengelolaan lahan oleh Badan Pertanahan Nasional.

Dalam perkembangannya, lalu timbul peraturan lanjutan, di PP 46/2007 yang menyatakan tujuh pulau masuk wilayah BP Batam, setelah direvisi menjadi PP 5/2011 yang menambahkan janda berhias, tapi tetap tidak ada Tanjung Sauh.

"Maka kawasan Tanjung Sauh diluar FTZ, lanjutannya ada Perpres RTRW 87/2011yang disahkan Desember lalu memang Tanjung Sauh masuk wilayah kerja Pemkot," ujar perwakilan Badan Pertanahan Daerah, Wahyu.

Ditempat yang sama, Kepala Dinas Perhubungan Kota Batam, Zulhendri mempertanyakan peranan Pelindo II yang akan membangun pelabuhan di Batam.

Padahal menurutnya, BP Batam dan Pemkot bisa mengembangkan pelabuhan sebagai operator jika mendirikan Badan Operator Pelabuhan (BOP) milik daerah.

"Itu yang kami usahakan, tidak harus Pelindo, Pelindo itulah yang merusak di daerah. Kalau ada BOP, kenapa tidak sama Pemda," katanya.

Merespon keterlibatan Pelindo II sebagai BUMN di Tanjung Sauh, Direktur Perencanaan Teknik BP Batam, Istono, menegaskan skema yang akan dipakai dalam pengembangan Tanjung Sauh nantinya adalah berupa Public-Private Partnership (PPP).

"Ini bukan investasi usaha, ini investasi di bidang infrastrktur, ini kewajiban pemerintah, krn pemerintah tidak punya modal, bisa diserahkan ke swasta, skema PPP, punya pemerintah, pembangunannya investor, operasinya berjangka waktu, setelah selesai, baru dikembalikan, berbeda dengan investasi usaha yang seumur hidup, jadi Pemkot tidak usah khawatir," paparnya.

Terkait status lahan Tanjung Sauh, ia mengatakan berdasarkan Keppres 56/1984 menyebutkan Pulau Tanjung Sauh masuk ke wilayah kerja otoritas BP Batam.

Dalam PP 44/2007, dan peraturan yang timbul setelahnya, ia mengatakan tidak menyebutkan ada penolakan terhadap Keppres tersebut. Tetapi ia juga mengakui Tanjung Sauh diluar FTZ.

"Dalam undang-undang barunya juga tidak dinyatakan Keppres tidak berlaku lagi. Itu masih warisan ON ke BP yang diluar FTZ. Seharunya diawal ini jangan saling tarik menarik dulu, saya tidak berdebat masalah ini, silahkan saja dilakukan kajian masing-masing," jelasnya.

Ia akan membiarkan masalah ini masuk ke wilayah Judisial Review agar bisa diputuskan MA kejelasan Pulau Tanjung Sauh, daripada masalah ini menjadi tumpang tindih dan membingungkan investor.

Tanjung Sauh, menurut Istono bukan satu-satunya pelabuhan yang akan dikerjasama kan dengan Pelindo II.

Namun melalui MoU tersebut, Pelindo II akan bekerja sama dengan BP Batam untuk mengembangkan Pelabuhan kargo  internasional di Batam.

Pelabuhan Batam, yang didalamnya termasuk Terminal Batu Ampar, Terminal Sekupang, dan Terminal Kabil sudah tercakup dalam MoU antara Pelindo II dan BP Batam untuk dikembangkan, termasuk rencana di Tanjung Sauh.

Dengan MoU pada 30 Januari lalu, kata dia,  menandakan koneksi BP Batam-Pelindo II di bidang kepelabuhanan untuk pertama kalinya.

"Ini baru pertama kali dengan Pelindo II dan ini masuk dalam rencana di dalam forum MP3EI untuk membangun infrastruktur," bilangnya.

Pelindo II, kata dia, akan melakukan studi di Tanjung Sauh yang hingga kini belum sama sekali memiliki disain kepelabuhanan, berbeda dengan Terminal Batu Ampar yang sudah terlebih dahulu memiliki disain dari studi oleh CMA-CGM.

Tetapi Tanjung Sauh, papar dia, pada tahun 1992 sudah dilakukan kerja sama dengan evergreen untuk membangun pelabuhan, namun tidak berhasil dilanjutkan.

"Sekarang sudah ada yang mengkonfirm dari pemerintah, seharusnya kita bersyukur ada perusahaan nasional yang mau mengembangkan," ujarnya.

Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam selanjutnya akan mengupayakan Pulau Tanjungsauh menjadi bagian dari zona perdagangan bebas (FTZ) Batam.

"Yang pasti kami akan memasukan Tanjungsauh menjadi kawasan perdagangan bebas seperti Pulau Janda Berhias untuk menarik investasi," katanya.