Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sidang Kasus Korupsi Puskel Natuna

Saksi Ahli LKPP Sebut PT Tuah Saksti Harus Bertanggung Jawab
Oleh : Charles/Iful
Rabu | 07-03-2012 | 19:37 WIB
Sidang_Korupsi_Puskel_dengan_terdakwa_Ahmad_Muchtar_selaku_Kepala_dinas_kesehatan_kabupaten_Natuna.JPG Honda-Batam

Sidang Korupsi Puskel dengan terdakwa Ahmad Muchtar selaku Kepala dinas kesehatan kabupaten Natuna

TANJUNGPINANG, batamtoday - Saksi ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP) Republik Indonesia Cipto Prasetyo Nugroho mengatakan kontrak proyek pengadaan kapal Puskesmas keliling Natuna merupakan jenis kontrak rangsangan yang mewajibkan kontraktor penyelesaiakan pengadaan barang dengan seutuhnya terlebih dahulu, baru dilakukan pembayaran.

Mengenai siapa yang bertangung jawab dengan gagal-nya pekerjaan itu, Cipto Prasetyo Nugroho secara tegas mengatakan, yang bertanggung jawab adalah PT Tuah Sakti Pustaka selaku pemenang lelang.

"Walau dalam pelaksanaan pengadaan diserahkan kepada CV.Speed boat, itu merupakan internal mereka, tetap yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pekerjaan adalah PT Tuah Sakti Pustaka," kata Cipto dalam sidang lanjutan dugaan korupsi Puskel Natuna dengan tiga tersangka di PN Tanjungpinang, Rabu (7/3/2012).  
 
Saksi ahli dari LKPP Republik Indonesia sendiri, dihadirkan Jaksa Penuntut Umum Dona Martinus, SH dan Andi, SH, untuk memberikan keterangan terkait dengan mekanisme kontrak dan pertanggungjawaban pekerjaan dari sebuah proyek pengadaan barang.

"Tentunya kalau pelaksana proyek pengadaan memesan sebuah kapal, harusnya barang tersebut harus bermanfaat bagi masyarakat, bukan memesan kerangka kapal yang tidak dapat dimanfaatkan masyarakat, Jadi PT Tuah Sakti Pustaka selaku pemenang lelang harus bertanggung jawab atas pengadaan kapal ini," ujarnya.

Cipto juga menambahkan, jika dalam pelaksanaan tidak terlaksana 100 persen, maka PT Tuah Sakti wajib mengembalikan dana yang sudah dicairkan sebelumnya, termasuk uang DP-nya, hal ini sesuai dengan Surat Kontrak Kerja yang bersifat rangsang.

"Kan dalam perjanjian yang dilakukan, tertulis pengadaan kapal, bukan pengadaan kerangka kapal, Hal ini sesuai dengan kebijakan (LKPP) yang tercantum pada pasal 30 ayat 2 Kepres 80 tahun 2003 tentang pengadaan barang secara utuh," tambah Cipto lagi.

Dalam sidang lanjutan dengan Ketua Majelis Hakim Jalili Sairin ini, juga terungkap adanya kesalahan dari awal saat pelelangan, dimana perusahaan yang seharusnya tidak dapat mengikuti pelelangan, namun dapat lolos sebagai pemenang lelang, dan dengan adanya kesalahan itu, maka terjadi kesalahan yang beruntut dan panjang. Sidang kembali dihentikan Majelis Hakim Tipikor dan akan kembali digelar pada minggu mendatang dengan agenda menghadirkan saksi lainnya.