Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kasus Penyelundupan Beras di Tanjungpinang

Pengemudi Pompong Dijerat UU Pabean, Pemilik Barang Selundupan Malah Dilepas
Oleh : Charles Sitompul
Selasa | 26-02-2019 | 15:04 WIB
terdakwa-penyelundup1.jpg Honda-Batam
Terdakwa Suhardi alias Aing saat menjalani persidangan di PN Tanjungpinang. (Foto: Charles)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Aparat Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tanjungpinang diduga melakukan tebang pilih penegakan hukum terhadap pelaku penyeludup barang larangan terbatas (Lartas) dari Batam ke Tanjunguban.

Hal itu terungkap dalam kesaksian terdakwa Suhardi alias Aing, pengemudi pompong yang dijerat dengan pidana kepabeanan karena menyeludupkan kacang hijau, kacang tanah dan beras dari Batam ke Tanjunguban, saat dimintai keterangan sebagai terdakwa di PN Tanjungpinang, Selasa (26/2/2019). Sementara pemilk barang bernama Purwadi tidak terjerat hukum.

Di persidangan yang dipimpin hakim ketua Santonius, Monalisa dan Asepsuri, terdakwa Suhardi mengaku, hanya sebagai pembawa barang yang jasa transportasi pompongnya dibayar Purwadi melalui Haryani pada 15 November 2018 lalu.

Terdakwa Suhardi juga mengakui, barang yang diangkut seperti kacang 100 karung, kacang tanah 150 karung dan 900 karung beras tidak memiliki dokumen pengeluaran dari kawasan FTZ Batam.

Sementara Purwadi sebagai pemilik, kendati menurut Suhardi sempat dipanggil ke Kantor Bea dan Cukai saat terdakwa Suhardi di BAP malah dilepas dan hanya dijadikan sebagai saksi.

"Pemilik barangnya adalah Purwadi. Sempat dipanggil dan ketemu di Kantor BC saat saya di BAP. Saya hanya pengangkut yang disuruh Haryani dan dibayar Purwadi Rp4 juta sebagai jasa transportasi," ujarnya.

Atas perbuatanya, Suhardi didakwa melanggar pasal 102 huruf f UU nomor 17 tahun 2006 tentang perubahan atas UU nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan atau pasal 103 huruf f UU yang sama.

Sementara itu, saksi ahli kepala seksi Pelayanan Pabean dan Cukai dari kantor Pelayanan Bea dan Cukai (BC) tipe B Tanjungpinang Mukmin mengatakan, sesuai dengan UU kepabeanan, pengeluaran barang dari daerah FTZ ke kawasan Non FTZ mengacu pada UU Kepabeanan.

Pengangkutan berang ekspor dari kawasan FTZ ke daerah lain yang bukan FTZ diberlakukan bea pajak impor pada sejumlah jenis barang. Tentunya selain barang yang tidak boleh atau dilarang di impor seperti senjata, narkoba dan uang.

"Penarikan bea masuk barang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 120 tahun 2017,"ujar Mukmin.

Barang impor yang dikeluarkan dari kawasan FTZ, tambah Mukmin, menggunakan formulir FTZ 01 yang bea nya dibebankan kepada perorangan atau perusahaan importir yang mengeluarkan barang.

Terkait dengan posisi terdakwa yang hanya sebagai pengangkut dan bukan pemilik barang, Mukmin menjelaskan, pemberlakuan PMK dan UU Pabean dibebankan kepada konsumen yang membeli dan membawa ke luar barang import tersebut.

"Pembebanan tanggung jawab pembayaran bea pajak dikenakan kepada siapa yang membawa barang dan yang bertangung jawab," ujar Mukmin.

Kepala seksi pelayanan pabean ini juga mengatakan, berdasarkan perhitungan harga, ratusan kacang hijau dan kacang merah serta beras yang dibawa terdakwa, diperhitungan sekitar Rp.88,9 juta dengan total pajak bea masuk barang impor Rp20.6 juta.

"Berdasarkan dokumen, harga total barang yang dibawa terdakwa Rp88.9 juta. Dan nilai pajak bea masuk barang importnya Rp20,6 juta," ujarnya.

Usai pemeriksaan saksi ahli dan tersakwa, Ketua Majelis hakim Santonius menyatakan, akan kembali menggelar sidang dua minggu mendatang dengan agenda mendengar tuntutan Jaksa penuntut umum.

Editor: Yudha