Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pasca Tsunami dan Erupsi Gunung Anak Krakatau

KRI Spica-934 Lakukan Survei Investigasi di Selat Sunda
Oleh : Redaksi
Selasa | 26-02-2019 | 08:05 WIB
kri-spica-934.jpg Honda-Batam
KRI Spica-934 saat melakukan survei investigasi di Selat Sunda. (Pushidrosal)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Setelah berhasil melaksanakan dukungan hidrografi dalam kegiatan survei kemanusian dan penelitian geologi pasca bencana tsunami di Palu-Donggala dan berhasil menemukan Cockpit Voice Recorder (CVR) Lion Air JT-610 yang jatuh di Perairan Karawang beberapa waktu yang lalu, KRI-Spica-934 menerima tugas baru melakukan survei investigasi di Selat Sunda pasca tsunami dan erupsi Gunung Anak Krakatau.

Kegiatan survei ini merupakan kelanjutan dari survei yang dilaksanakan oleh KRI Rigel-933 pasca erupsi Gunung Anak Krakatau dan tsunami di Perairan Selat Sunda. Dengan tujuan untuk investigasi potensi bahaya navigasi dan memastikan keselamatan pelayaran setelah terjadinya tsunami dan erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda beberapa waktu yang lalu.

Menurut Kapushidrosal, Laksamana Muda TNI Dr Ir Harjo Susmoro, Pushidrosal telah mengantisipasi potensi bahaya navigasi dan akan memastikan keamanan pelayaran di Perairan Selat Sunda dengan mengirimkan KRI Spica-934 pada awal bulan Februari 2019 untuk melaksanakan survei lanjutan, pengumpulan data Hidrografi dan Oseanografi.

Secara spesifik, data tersebut akan digunakan untuk mengetahui perubahan kontur kedalaman dan penelitian oseanografi serta kandungan material longsoran yang diakibatkan oleh erupsi Gunung Anak Krakatau.

Hal tersebut dilakukan, mengingat posisi Gunung Anak Krakatau berada di Selat Sunda yang berdekatan dengan Archipelago Sea Lane I (ASL) atau Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I.

"ALKI I diketahui memiliki intensitas traffic pelayaran tertinggi bila dibandingkan dengan ALKI II yang berada di antara Pulau Kalimantan dan Sulawesi, atau ALKI III yang berada di wilayah Timur Perairan Indonesia," tulisnya dalam siaran pers.

Tidak hanya itu, Perairan Selat Sunda juga digunakan sebagai alur penyeberangan kapal ferry yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera dengan intensitas penyeberangan antar pulau yang sangat padat. Oleh karena itu, Pushidrosal sebagai Kotama Pembinaan TNI AL dan sebagai anggota dari International Hydrographic Organization (IHO), Pushidrosal menjalankan tugas dan kewajibannya untuk melaksanakan survei dan penelitian guna updating data serta menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran bagi kapal yang sedang bernavigasi, tidak hanya di Perairan Selat Sunda, namun menjamin keselamatan dan keamanan bernavigasi seluruh Perairan Indonesia.

KRI Spica-934 yang dikomandani oleh Letkol Laut (P) Hengky Iriawan, diketahui telah berpengalaman dalam melaksanakan tugas operasi investigasi, tidak hanya investigasi pasca bencana alam seperti investigasi pasca bencana tsunami di Palu, namun juga investigasi dalam kegiatan SAR seperti operasi pencarian CVR Lion AIR JT-610 di Perairan Karawang yang berhasil menemukan Cockpit Voice Recorder (CVR) pesawat tersebut.

Dalam tugas ini, KRI Spica-934 akan menggunakan berbagai macam peralatan canggih yang telah terinstal di kapal tersebut. Peralatan itu di antaranya adalah Multi Beam Echosounder (MBES) tipe 302 dan 2040, Sub Bottom Profiler (SBP) SES 2000 dan Side Scan Sonar (SSS) GeoAcoustic 2094.

MBES akan menampilkan profil sea bed dalam visualisasi data tiga dimensi sehingga memudahkan dalam proses investigasi perubahan kedalaman perairan. SBP akan digunakan untuk meneliti lapisan sedimen serta batuan dasar laut dan SSS digunakan untuk pencitraan longsoran material dasar laut di sekitar perairan tersebut.

Pasca terjadinya erupsi dan longsoran Gunung Anak Krakatau yang memicu tsunami pada tanggal 22 Desember 2018 silam. Perairan di selatan gunung tersebut mengalami perubahan kontur kedalaman yang cukup signifikan.

Berdasarkan data survey Hidro Oseanografi Pushidrosal 2016 dan data Multi Beam Echo Sounder (MBES) pada 29 hingga 30 Desember 2018, diketahui perairan di selatan Gunung Anak Krakatau telah terjadi perubahan kontur kedalaman 20 hingga 40 Meter lebih dangkal. Hal ini dikarenakan adanya tumpahan magma dan material longsoran Gunung Anak Krakatau yang langsung jatuh ke laut.

Editor: Gokli