Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Era Pertamina Menjadi Penguasa Migas
Oleh : Redaksi
Jumat | 18-01-2019 | 13:41 WIB
pegawai-pertamina1.jpg Honda-Batam
Ilustrasi pegawai Pertamina. (Foto: Ist)

Oleh Sinta Nur Diana

DI ERA pemerintahan Presiden Joko Widodo, industri minyak dan gas dalam negeri semakin mandiri. Pertamina sebagai perusahaan negara mengalami peningkatan posisi dan kapasitas produksinya. Bahkan sektor minyak bumi dan gas saat ini sudah dikuasai pertamina, suatu keadaan yang belum pernah terjadi pada masa kepemimpinan Presiden terdahulu. Pemerintahan Presiden Jokowi selama ini, tak hanya mampu mengambil alih blok-blok migas yang dulunya dikuasai asing, namun juga mampu meningkatkan produksi migas.

 

Produksi migas PT. Pertamina (Persero) sejak awal Januari hingga Juli 2018 berhasil meningkat sekitar 30%. Produksi itu disumbang dari blok migas yang ada di dalam dan luar negeri. Hingga Juli 2018, produksi migas mencapai 907 ribu barel setara minyak (bsmph).

Padahal, periode yang sama tahun lalu hanya 693 ribu bsmph. Angka yang dicapai Pertamina di atas telah mengungguli kontraktor lainnya, antara lain Chevron Pacific Ind dengan produksi 27% EMCL 15%, CNOOC SES Ltd 4%, Conoco Philips Ind Ltd/Medco Natuna 2%, dan Total E&P Indonesia 0%.

Sebelum menguasai Blok Mahakam, Pertamina hanya menguasai sekitar 15% produksi migas dalam negeri, mengandalkan lapangan-lapangan yang dikelola Pertamina EP dan Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ, dan Badan Operasi Bersama (BOB) PT Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu. Sesudah mengambil alih Blok Mahakam dari Total (Prancis) dan INPEX (Jepang), per 30 April 2018, Pertamina sudah menguasai produksi migas nasional sebesar 20%, atau sekitar 162.000 barel/hari.

Pemerintahan Jokowi dengan cepat mengakselerasi kontribusi Pertamina. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan 10 blok terminasi kepada Pertamina. Perhitungan kasar tim riset CNBC Indonesia, Pertamina mendapatkan tambahan produksi sekitar 110.000 barel/hari dari 10 blok tersebut. Dengan demikian, penguasaan migas sebesar 20% dengan cepat didongkrak nyaris dua kali lipat ke angka 36%.

Akhir Juli 2018 lalu, kita dikagetkan dengan keputusan pemerintahan Presiden Jokowi yang memberikan penguasaan Blok Rokan kepada Pertamina setelah 2021, hingga 20 tahun mendatang. Kontrak CPI di Blok Rokan memang akan habis di 2021. Bahkan saking kagetnya, Amien Rais yang sebelumnya menantang Jokowi terkait hal ini, sampai menghilang. Pemerintah lewat Menteri ESDM menetapkan pengelolaan blok Rokan mulai tahun 2021 selama 20 tahun ke depan akan diberikan kepada Pertamina.

Saat blok ini dikuasai Pertamina, produksi minyak perusahaan akan melonjak drastis menjadi sekitar 485.000 barel/hari, atau berkontribusi sekitar 60% bagi produksi minyak mentah nasional. Dengan jumlah sebesar itu, kini Pertamina resmi menjadi pemegang saham mayoritas di lapangan migas dalam negeri.

Kondisi ini telah melampaui perusahaan minyak dunia, bahkan ke depan diprediksi dapat sejajar dengan perusahaan asing yang selama ini menguasai produksi minyak nasional. Salah satu penyebab meningkatnya produksi migas dari PT. Pertamina itu adalah adanya akuisisi aset dalam dan luar negeri. Peningkatan kapasitas produksi minyak di atas termasuk disumbangkan oleh produksi dari JOB, BOB dan Blok Cepu.

Harus diakui, peningkatan yang dicapai oleh Pertamina ini memberikan optimisme yang luar biasa. Selain juga menegaskan bahwa kebutuhan minyak nasional mampu dihasilkan, dikelola dan dipenuhi oleh perusahaan anak negeri. Hal ini bila diteruskan di masa depan akan mendorong adanya kedaulatan energi bagi Indonesia.

Jokowi memang dikenal sebagai Presiden dengan komitmen yang kuat untuk mencapai swasembada energi, karena beliau melihat bahwa Indonesia adalah negara yang kaya. Peningkatan produksi Pertamina merupakan hasil kerja nyata seorang Presiden demi terwujudnya bangsa yang kuat dan mandiri serta tidak bergantung kepada asing.*

Penulis adalah Mahasiswa Universitas Merdeka Malang