Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mengritisi Jargon, Make Indonesia Great Again
Oleh : Redaksi
Kamis | 18-10-2018 | 17:16 WIB
prabowo-great.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Calon Presiden Prabowo Subianto. (Foto: Ist)

Oleh Iman Poldi

CALON Presiden (Capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto baru-baru ini menggunakan slogan yang identik dengan gaya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) LDII di Pondok Pesantren Minhajurrosyidin, Pondok Gede, Jakarta Timur. Slogan “Make Indonesia Great Again” sangat identik dengan “Make America Great Again”. Lantas negara ini mau diapakan kira-kira? Disamakan dengan AS yang kebijakan-kebijakannya bersifat kontroversial?

Saat ini, Indonesia sudah banyak membangun hubungan baik dengan negara-negara maupun organisasi di lingkup regional hingga internasional. Dengan munculnya slogan “Make Indonesia Great Again” dari Prabowo, apakah Indonesia diharapkan akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang bersifat kontroversial?

Jika iya, Indonesia akan kembali dibenci dan dijauhi masyarakat internasional. Tak bisa dibayangkan, jika hal itu terjadi. Upaya Presiden Jokowi membawa Indonesia ke dunia internasional sehingga mendapat apresiasi tinggi dan tidak dipandang sebelah mata oleh negara lain akan menjadi sia-sia.

Masih ingatkah saat Donald Trump kampanye dulu selalu mengangkat isu yang kontroversial, dengan cara frontal dan konfrontatif tentunya. Salah satunya, politik identitas terkait agama Islam. Ini membuktikan bahwa Trump ingin mengedepankan ‘kelompoknya’ dan meminoritaskan ‘kelompok lain’. Hal itu, hampir sama dengan isu-isu yang berkembang kini yakni “negara khilafah” yang menguat, apalagi dalam gerakan #2019GantiPresiden.

Sebuah anomali. Mengapa demikian? Hisbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan karena dianggap menyebarkan paham negara khilafah yang tidak berdasarkan Pancasila, kemudian HTI mendukung gerakan #2019GantiPresiden. HTI dulu tidak mau ikut Pemilu, tapi sekarang justru mendukung gerakan #2019GantiPresiden dan mendukung salah satu Paslon. Aneh bukan?

Negara kita dibangun berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang melibatkan banyak golongan, baik muda maupun tua, baik cendekiawan maupun ulama, baik ulama maupun golongan rakyat lainnya tanpa memandang suku, agama, maupun ras, sehingga menghasilkan Pancasila yang memiliki dasar-dasar kehidupan berbangsa dan bernegara yang kuat, toleransi, dan demokratis tentunya.

Tanpa ada diskriminasi dan mengedepankan kepentingan kelompok di atas kepentingan negara. Jika negara kita menganut sistem khilafah, berarti kita telah mengingkari Pancasila yang notabene adalah dasar negara kita sendiri yang dibuat para founding father kita terdahulu. Lalu saudara-saudari kita sebangsa setanah air ini mau dikemanakan jika Indonesia memiliki pemimpin berpikiran demikian? Aneh bukan? Itukah yang digemborkan sebagai “Make Indonesia Great Again?”. Saya rasa Indonesia sudah “great”.

Kembali ke masalah awal, kita semua tentunya paham bahwa pembuat “Make Indonesia Great Again” dan “Make America Great Again” sama-sama selalu didera kontroversi. Jika dulu Trump pernah dianggap melakukan pelecehan seksual, pembuat “Make Indonesia Great Again” dianggap melakukan pelecehan terhadap berita.

Ya, berita. Mengapa? Hoax Ratna Sarumpaet itu melegenda. Miris, sampai sekelas Capres juga ikut ke dalam kasus hoax tersebut. Hoax yang dibuat seolah-olah telah diskenariokan oleh lawan politik kubu Ratna Sarumpaet. Padahal, mungkin itu sebuah strategi politik, yang sengaja dibuat pihak Ratna Sarumpaet untuk membuat “Make Indonesia Great Again” yang terbukti HOAX.

Terakhir, ini agak sulit dibahas karena ini juga saya baca dari salah satu media online. Yakni “PESIMISME” yang sengaja dibangun Trump saat kampanye “Make America Great Again”, yang hampir sama dengan kampanye “Make Indonesia Great Again”. Apa itu? Pesimisme itu simpelnya, masyarakat dibuat takut dan khawatir akan kepemimpinan pemerintah saat ini, yakni Presiden Jokowi.

Pesimisme yang dibuat oleh kubu “Make Indonesia Great Again” menyampaikan bahwa tidak ada kebaikan dari program kerja dari Kabinet Kerja dan akan menghancurkan negara periode selanjutnya. Hal ini identik dengan Trump saat mengkampanyekan “Make America Great Again” yang menyampaikan tentang terorisme dan Islam.

Sedangkan, kubu “Make Indonesia Great Again” menyampaikan permainan pesimisme tentang “Perekonomian Indonesia” yang disampaikan di berbagai media. Padahal nyatanya, saat ini Indonesia dipuji oleh para ekonom dunia karena dengan perubahan dollar yang tidak jelas, Indonesia masih bisa menstabilkan nilai tukar Rupiah dan tidak gegabah dalam membuat kebijakan menaikan harga BBM.

Jelas yang dikatakan oleh Kepala Ekonom IMF Maurice Obstfeld bahwa Indonesia menjadi contoh ekonomi yang sukses saat menghadapi ketidakpastian situasi ekonomi global saat ini dan nilai penurunan Rupiah itu terorganisir. Ini membuktikan bahwa perekonomian Indonesia itu baik dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Bahkan pihak asing juga kagum terhadap perekonomian Indonesia saat ini.

Jadi, bagaimana nalar kita sebagai “orang waras”? “Make Indonesia Great Again” sepertinya akan memicu kontroversi layaknya “Make America Great Again”, yang menimbulkan banyak kerugian bagi negara lain maupun kelompok-kelompok yang dianggapnya sebagai penghambat dan lawan politik mereka.

Sekali lagi, beberapa contoh riil di kehidupan nyata dapat memberikan ancaman terhadap Indonesia ke depannya. Kemungkinan terburuknya, hubungan Indonesia dengan negara lain akan memburuk jika Indonesia memberlakukan kebijakan-kebijakan yang bersifat kontroversial.

Apa yang ada saat ini sudah baik dan pantas jika dilanjutkan. Indonesia hanya butuh pemimpin yang konsisten dan bekerja secara nyata untuk rakyat. Tidak hanya penuh janji manis tanpa pembuktian.*

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Univversitas Gunadarma