Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dari Pidana Biasa Diubah Pidana Khusus

Ajukan Perpanjangan Penahanan ke PT Riau, PN Batam Manipulasi Klasifikasi Perkara Erlina
Oleh : Gokli
Selasa | 16-10-2018 | 16:40 WIB
bukti-fatal.jpg Honda-Batam
Bukti fatal. (Foto: Gokli)

BATAMTODAY.COM, Batam - Erlina, mantan Direktur Utama BPR Agra Dhana yang didakwa melakukan penggelapan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, seharusnya bebas demi hukum pada Senin (15/10/2018) kemarin, setelah menjalani masa penahanan 90 hari.

Sayangnya, hingga hari ini, Selasa (16/10/2018), terdakwa masih harus mendekam di penjara, akibat 'permainan' Pengadilan Negeri Batam. Dugaan 'permainan' PN Batam, terungkap saat sidang digelar pada Selasa (16/10/2018), yang dipimpin majelis hakim Mangapul Manalu didampingi Jasael dan Rozza.

Saat penasehat hukum (PH) terdakwa, Manuel P Tampubolon, mempertanyakan soal masa penahanan terdakwa, majelis hakim menyebutkan sudah diperpanjang Pengadilan Tinggi (PT) Riau.

Namun anehnya, masa perpanjangan itu masih sebatas permohonan, sesuai dengan pernyataan Panitera Pengganti (PP), Netty Sihombing. "Baru diajukan permohonan," ujar Netty.

"Di sini (PN Batam) sudah biasa seperti itu," timpal Jasael, hakim anggota yang mengadili dan memeriksa perkara ini.

Ironisnya, masa penahanan terdakwa langsung diperpanjang selama 60 hari, meski surat persetujuan dari PT belum bisa ditunjukkan kepada terdakwa, penasehat hukum, dan juga keluargannya.

Tak hanya itu, berdasarkan surat permohonan pengajuan perpanjangan penahanan yang diajukan Ketua PN Batam, yang ditandatangani ketua majelis Mangapul Manalu tertanggal 11 Oktober 2018, terdapat kejanggalan yang dinilai fatal.

Dalam surat permohonan itu, ditulis perkara pidana yang didakwakan kepada Erlina diregister dengan nomor 612/PID.Sus/2018/PN Btm. Sementara sesuai dengan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Batam, perkara yang didakwakan kepada Erlina diregister dengan nomor 612/Pid.B/2018/PN Btm.

"Surat permohonan pengajuan perpanjangan penahanan dari PN Batam ke pengadilan tinggi dimanipulasi pada klasifikasi perkara. Yang diregister di PN Batam pidana biasa, tetapi pada pengajuan dibuat jadi pidana khusus. Ini pemalsuan surat negara," tegas Manuel, usai menerima salinan surat pengajuan permohonan perpanjangan penahanan dari PP Netty Sihombing.

Masih kata Manuel, kejanggalan lain yang dia temukan terkait perpanjangan penahanan, yang langsung dilakukan 60 hari. Padahal sesuai dengan pasal 29 ayat (4) KUHAP, perpanjangan dapat dilakukan Ketua Pengadilan Tinggi secara bertahap.

"Artinya perpanjangan PT dilakukan pertama selama 30 hari dan kemudian 30 hari. Bukan langsung 60 hari, seperti yang diunggah PN Batam di SIPP," tegasnya.

Disinggung mengenai upaya hukum yang akan dilakukan, Manuel menyampaikan akan menempuh sesuai amanat pasal 29 ayat (7) KUHAP. Di mana, dalam ayat (7) itu diberikan ruang untuk megajukan keberatan kepada Mahkamah Agung (MA).

"Secepatnya, saya akan kirim surat keberatan ke MA, sesuai amanat pasal 29 ayat (7) KUHAP," tutupnya.

Editor: Yudha