Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dolar Tembus Rp 15 Ribu, Pemerintah Hanya Beralibi Salahkan Faktor Eksternal
Oleh : Redaksi
Rabu | 05-09-2018 | 11:55 WIB
Ecky-Awal-Mucharam.jpg Honda-Batam
Ecky Awal Mucharam. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pemerintah sebaiknya fokus membereskan persoalan fundamental untuk menyelamatkan rupiah.

 

"Rupiah sudah menembus 15 ribu per dolar AS. Pemerintah jangan hanya beralibi menyalahkan faktor eksternal sebagai penyebabnya, tapi fokus bagaimana mengambil kebijakan yang dapat memperkuat fundamental ekonomi," ujar anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ecky Awal Mucharam kepada redaksi, Rabu (5/9/2018).

Depresiasi mata uang rupiah ini dinilainya angka terendah sejak krisis 98 dan telah melampaui level nilai tukar terendah pada tahun 2015.

"Di pasar yang terbuka ini, tentu saja ada sentimen dari krisis di Argentina dan Turki terhadap depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," imbuhnya.

Ecky menuturkan, gonjang-ganjing di emerging market ini berawal dari rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) pada September tahun 2017 lalu, ditambah perang dagang AS. Hal itu mendorong investor menarik dananya dari emerging market untuk mencari safe heaven. Sentimen negatif terhadap emerging meningkat, sehingga capital outflow melonjak.

Namun demikian, lanjut Ecky, situasi ini semestinya sudah bisa diantisipasi mengingat kenaikan suku bunga The Fed sudah diprediksi jauh-jauh hari mengikuti siklus ekonomi di AS yang membaik.

"Hal ini menjadi masalah karena Indonesia tanpa capital outflow sekarang pun, kita terus mengalami defisit ganda sejak beberapa waktu ke belakang. Yaitu defisit neraca transaksi berjalan dan defisit fiskal," tambah Ecky.

Rupiah semakin tertekan karena defisit neraca transaksi berjalan sudah mencapai tiga persen dari PDB di Triwulan-II kemarin. Situasi ini dipicu tingginya kebutuhan impor minyak dan impor industro, serta diperparah dengan impor-impor produk pertanian.

"Sementara secara fiskal kita terus menumpuk utang untuk menutup defisit APBN, yang pembayaran bunganya kepada investor asing terus menyedot devisa kita," ujar legislator asal Jabar ini.

Nilai rupiah yang terus melemah sangat berpengaruh terhadap pelaku ekonomi nasional, bukan hanya bagi sektor swasta tetapi juga pemerintah. Cicilan utang akan melonjak sehingga akan membebani perusahaan.

"Biasanya, biaya tersebut dialihkan ke konsumen, sehingga berpengaruh terhadap daya beli," terangnya.

Pemerintah pun, menurut dia, akan membutuhkan likuiditas lebih besar untuk cicilan bunga utang. Sementara dengan kebijakan pengetatan suku bunga dan pembatasan impor, tentu akan mengurangi output perekonomian dan konsekuensinya target pertumbuhan 5,4 persen di 2018 akan sulit dicapai, tutup Ecky.

Sumber: RMOL
Editor: Dardani