Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dituding Ubah Alat Bukti, Pengacara akan Adukan Hakim PN Batam ke Komisi Yudisial
Oleh : Saibansah
Selasa | 04-09-2018 | 17:52 WIB
rustam-pengacara.jpg Honda-Batam
Pengacara Rustam Ritonga. (Foto: Saibansah)

BATAMTODAY.COM, Batam - Sidang gugatan perdata nomor 216/PDT.G/PN.BTM yang dilakukan PT Niiwa Karya terhadap PT Active Marine Industries, selaku badan hukum pt Penanaman Modal Asing (PMA) menyisakan persoalan baru.

Pengacara tergugat PT Active Marine Industries, H A Rustom Ritonga SH MH dan Muhammad Yamin SH MH akan melaporkan Ketua Majelis Hakim Marta Napitupulu SH MH dengan hakim anggota Egi Novita SH dan Renni Pitua Ambarita SH serta Panitera Pengganti Romy Aulia Noor SH ke Komisi Yudisial (KY) di Jakarta.

Kepada BATAMTODAY.COM, Rustam Ritonga di kantornya di Ruko Komplek Air Mas Batam Centre, Selasa (4/9/2018) mengatakan, kliennya kalah dalam persidangan tersebut. Namun, pihaknya banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru.

"Saat melaksanakan pemeriksaan berkas (inzage) sebelum dikirim ke Pekanbaru, ternyata ditemukan berkas yang dulunya di persidangan berbeda dengan berkas yang ada disimpan panitera. Sehingga, berkas yang akan dikirim ke PT Pekanbaru sudah tak sama lagi dengan hasil persidangan yang telah dilaksanakan," ungkap Rustam.

Adapun berkas-berkas yang ditemukan tidak sama tersebut, lanjut Rustam, mengenai bukti invoice tagihan yang menurut catatan. Kami ada 17 alat bukti surat diajukan penggugat foto copy tidak ada aslinya di persidangan waktu persidangan pengacara keberatan bukti yang tidak asli dijadikan alat bukti. Namun, majelis hakim berpendirian lain dapat menerima dengan pertimbangan bukti foto copy (FC).

"Tapi, kami selaku pengacara tergugat menyatakan sikap keberatan fotokopi dijadikan alat bukti. Namun, majelis menjadikan bukti fotokopi itu sebagai bukti pembanding. Kami persilakan tapi dengan catatan tetap harus ditulis bukti tersebut fotokopi. Nah, hal tersebut telah disetujui oleh ketua majelis yaitu ibu Marta Napitupulu SH MH dan telah ditulis fotokopi (FC) pada beberapa berkas, bahkan sempat saya lihat di tulis fotokopi tulisannya FC. Nah, sewaktu menerima pemberitahuan pemeriksaan berkas sebelum dikirim ke PT Pekanbaru, ternyata beberapa bukti yang dulu awalnya sesuai dengan bukti fotokopi, telah ditipeks menjadi sesuai dengan asli (SDA)," beber Rustam menjelaskan kronologis pihaknya mengadukan hakim.

Tindakan hakim yang dituding pengacara Rustam Ritonga dan Rekan tersebut telah merubah alat bukti FC menjadi SDA, telah melampaui kewenangan hakim dan merugikan pihak yang berkepentingan. Menurut Rustam, tindakan hakim tersebut sudah tidak sesuai hukum acara.

Selain itu, lanjut Rustam, tindakan tersebut telah melampaui kewenangan hakim untuk mengadili perkara. Kemudian banyak bukti yang ditip-eks (dihapus). "Itu juga tidak sesuai hukum acara. Karena berkas, kalaupun itu terdapat kesalahan harusnya dicoret. Setahu saya selaku pengacara sejak dulu, berkas yang salah harus dicoret bukan ditipeks, apalagi menyangkut kode alat bukti tentang asli atau fotocopy," papar Rustam.

Dalam setiap ilmu hukum, masih menurut Rustam, kesalahan-kesalahan tersebut yang secara umum apabila ditemukan maka dicoret bukan ditipeks. Kemudian, yang dicoret tersebut diparaf dan dibuat apa yang menjadi penggantinya. Dengan adanya berkas tersebut beberapa ditip-eks dan beberapa perubahan, kemudian dalam arsip kita yang awalnya adalah fotokopi menjadi asli, maka kita menganggab telah terjadi pelanggaran yang significan. Karena dalam perkara perdata hakim itu asasnya bersifat objektif dan pasif bukan aktif.

"Sebenernya sejak awal persidangan kami sudah menemukan beberapa kejanggalan . Tetapi. Kami masih mencoba berfikiran positif. Karena Sesuai data rekaman persidangan dan biasanya. Majelis hakim juga punya rekaman sidang diantaranya terhadap pemeriksaan keterangan saksi dan alat bukti surat kemudian pada agenda pembacaan putusan setelah beberapa kali agenda pembacaan putusan ditunda. Tiba tiba agenda sidang berubah menjadi permohonan," beber Rustam.

Kemudian, pada saat permohonan sita jaminan dan persidangan tahap berikutnya tanggapan tergugat, tetapi tergugat menolak dan akhirnya majelis hakim menunda 1 minggu untuk bermusyawarah terhadap permohonan sita jaminan. Lalu, pada minggu berikutnya, agenda tahap putusan oleh banyaknya pelanggaran terhadap hukum acara, maka dengan i'tikad baik kami telah melayangkan surat pengaduan Nomor 21/RA/KH-ARR/VIII/2018 tanggal 28 Agustus 2018 perihal beraudiensi dengan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Batam untuk masing-masing pihak membawa bukti masing-masing terhadap alat bukti yang telah diajukan untuk diteliti, dan klarifikasi supaya tidak bias.

"Tapi sayang, pihaknya telah mengajukan pertemuan audiensi ke Ketua PN Batam terkait persoalan ini pada Selasa (28/8/2018) dijadwalkan Kamis (30/8/2018). Sebagaimana dituangkan dalam surat permintaan audiensi, sengaja jamnya kami tak cantumkan di surat tersebut, untuk menyesuaikan jadwal Ketua PN Batam yang mengatur waktu. Pada waktu hari yang sama, Kamis (30/8/2018) pengacara datang pagi hari, ternyata surat belum sampai ke ruangan Ketua PN Batam, sehingga kami yakin. Ketua PN Belum membaca isi surat pengaduan kami," papa Rustam lagi.

Pihak Rustam tahu surat tersebuttak sampai ke Ketua PN Batam pada Kamis (30/8/2018) pagi, dari Bagian Umum Satu Pintu. "Karena PN sekarang pelayanan satu pintu, tapi, berdasarkan catatan elektronik Ketua PN Batam telah merespon dan menyatakan dilakukan klarifikasi, sehingga menyarankan kami datang lagi pukul 14.00 WIB," tutur Rustam.

Untuk kedua kalinya, lanjut Rustam, kami tetap datang, menanyakan apakah sudah bisa beraudiensi terhadap pemeriksaan berkas perkara yang telah dibundel. Ternyata, setalah menunggu dengan beberapa alasan sampai dua jam, menurut bahagian umum surat tersebut didelegasikan ke panitera kemudian panitera mendelegasikan ke bagian perdata. Hal tersebut, bagi kami sudah tak mencerminkan apa yang dikehendaki.

Adapun maksud RUstam mengajukan audiensi itu adalah agar para pihak di hadapan Ketua PN Batam bisa memberikan keterngan apa yang menjadi fakta persidangan dan apa yang menjadi hasil persidangan. Apakah ada rekayasa atau tidak. "Nah, karena kami yang melayangkan surat maka kami bersedia datang. Makanya kami membawa bukti-bukti kami. Ternyata, hingga ditunggu dua jam (pukul 16.00 WIB tidak ada jawaban audiensi," terang Rustam.

Ditanya langkah yang ditempuh apabila menemukan hasil persidangan tidak sesuai dengah hukum acara. Kata Rustam, pihaknya akan mengadukan kepada Ketua PN Batam atau Ketua pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung (MA) dalam hal ini bidang pengawasan perilaku hakim ke Komisi Yudisial (KY).

"Tujuan kami sebagai praktisi hukum mupun masyarakat harus secara bersama membantu menyukseskan program Makamah Agung yang telah sangat serius memperbaiki dunia peradilan di Indonesia. Sehingga tujuan peradilan dapat berjalan sesuai dengan program Mahkamah Agung dan juga dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak," tegas Rustam mengakhiri wawancara.

Sementara itu, saat dikonfirmasi mengenai keluhan Rustam tersebut, Humas PN Batam, Taufik Halim Nainggolan mengatakan, memang pada persidangan sebelumnya memang penggugat tak bisa menunjukkan bukti asli. Tapi, pada persidangan berikutnya penggugat bisa menunjukkan yang asli.

Sedangkan Hakim Marta Napitupulu yang telah dikonfirmasi melalui SMS dan WA oleh wartawan Batam Pos, belum merespon.

Editor: Dardani