Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR MInta BPJS Kesehatan Lebih Terbuka Lagi soal Defisit Rp 10 Triliun
Oleh : Irawan
Selasa | 31-07-2018 | 08:04 WIB
fahri_bpjs_kesehatan.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di kantor BPJS Kesehatan

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra), Fahri Hamzah melakukan pertemuan dengan jajaran direksi BPJS Kesehatan di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jalan Letjen Suprapto No.14, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (30/7/2018). Pertemuan ini untuk melakukan pembahasan Implementasi Program JKN-KIS, khususnya tentang Pelayanan Kesehatan.

Di Kantor pusat BPJS Kesehatan, Fahri Hamzah melakukan rapat dengan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan R. Maya Amiarny Rusady guna menggali masalah defisit yang hampir mencapai Rp 10 Triliun selama 4,5 tahun beroperasi, juga terkait aturan baru berisi tentang pembatasan pasien katarak, melahirkan bayi dengan sehat dan fisioterapi.

Saat berdialog, Fahri meminta penjelasan dari pihak BPPJS Kesehatanm terkait masalah defisit yang mencapai hampir Rp 10 Triliun tersebut. Dirinya berharap memperoleh penjelasan secara rinci persoalan yang tengah dihadapi BPJS Kesehatan, selama 4,5 taun.

"Mungkin kalau kadang-kadang rapat di komisi DPR nggak terlalu fokus, maka kesempatan ini saya mau fokus biar teman-teman media menulisnya dengan baik," ujar politisi dari PKS itu.

Fahri mengibaratkan BPJS seperti daging dalam sandwich, dibawahnya ada tuntutan rakyat yang sangat besar, dan diantara sebabnya karena lahirnya Undang-Undang serta tuntutan politik, juga karena politisi-politisi yang memberi harapan besar kepada rakyat, sehingga itu terjadilah permintaam yang membludak dari yang sangat limitatif ke yang begitu besar.

"Padahal faktanya, tax payer dari masyarakat kita begitu rendah. Artinya, kemampuan membayar itu juga relatif rendah, sementara dari atas ini terus menerus ada dinamika politik yang kadang-kadang juga terbatas, juga ketidakmampuan APBN juga untuk menyelesaikan masalah BPJS. Maka terjadi tekanan ditengah ini," beber Fahri.

Oleh karena itu, Fahri berniat ingin membantu BPJS untuk menjelaskan kepada publik dan kepada wartawan, kalau ada dilema itu, apa dilemanya, mana yang harus dilanggar.

"Apakah kita mau melanggar kemauan UU atau politik, atau dikurangi dari tuntutan yang ada di masyarakat? Atau sudah ditemukan satu jalan keluar kalau itu sebuah kompromi dari keterbatasan yang ada," kata dia seraya mempersilahkan pihak BPJS menjelaskan ke media, mengingat ini kepentingan dari pihak BPJS.

Menyikapi kunjungan pimpinan DPR Korkesra itu, Maya Amiarny merasa tersanjung dan siap menjabarkan permsalahan maupun program dari BPJS Kesehatan. Mulai dari persoalan defisit hingga polemkin aturan baru BPJS di masyakarat. *

Sebelumnya, Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dede Yusuf menyebut masalah defisit yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai pengelola JKN-KIS bukanlah karena kurangnya iuran, melainkan di hitungan aktuaria atau harga keekonomian iuran JKN-KIS.

"Kalau berbicara aktuaria menurut Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementerian Kesehatan, angka hitungan aktuaria peserta JKN-KIS kelas III per orang setiap bulannya yaitu sekitar Rp 35 ribu hingga Rp 40 ribu. Padahal yang dibayarkan baru di angka Rp 23 ribu hingga Rp 25 ribu per bulan," ujarnya, Jumat (27/7/2018) lalu.

Persoalan ditambah dengan iuran kelas III yang belum mengalami penyesuaian iuran dan mengambil porsi terbesar. Ini termasuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sekitar 92 juta jiwa yang rencananya akan ditambah pemerintah menjadi 107 juta jiwa.

Tetapi seiring dengan ditambahnya peserta PBI, kata dia, angka iuran yang ditetapkan hanya Rp 23 ribu padahal idealnya di kisaran Rp 35 ribu. Artinya, kata dia, ada defisit Rp 12 ribu per PBI. Dede menyebutkan apabila berbicara premi PBI untuk mengejar hitungan aktuaria maka harusnya pemerintah siapkan dana Rp 35 triliun.

"Sedangkan pemerintah hanya punya uang Rp 25 triliun. Berarti darimana Rp 10 triliun kekurangan yang akan ditambahkanujung-ujungnya faktor keuangan," ujarnya.

Kendati demikian, ia meminta pemerintah tetap harus bertanggung jawab. Ia menegaskan pemerintah harus menyiapkan dana talangan untuk membayar iuran PBI sesuai hitungan aktuaria. Kalau PBI sudah mendapat dana talangan iuran PBI sesuai hitungan aktuaria, kata dia, peserta kelas III mandiri atau umum bisa saja mengikuti penyesuaian iuran.

"Tapi tolong jangan dilihat apakah masyarakat mau premi atau iuran kelas III naik tapi pemerintah dulu yang bertanggung jawab dalam mengurusi kesehatan masyarakatnya," kata Dede.

Editor; Surya