Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pangi Sesalkan Sekelas Pimpinan DPR saja Dihalangi Ceramah, Apalagi Orang Lain
Oleh : Irawan
Jum\'at | 25-05-2018 | 13:16 WIB
Pangi_Syarkawi_Chaniago1.jpg Honda-Batam
Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago yang juga Direktur Ekesekutif Voxfol Center Research and Consulting

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago meminta Presiden Jokowi konsisten menjalankan amanah reformasi tahun 1998. Kran demokratisasi disegala lini kehidupan yang telah mengalir di masyarakat pada permulaan reformasi tidak setback seperti masa pemerintahan Orde Baru.

"Saya melihat situasi politik dan demokrasi dewasa ini seperti menggalami gelombang balik. Ada trend munculnya feodalisme dan otoriter dalam menjalankan pemerintahan. Banyak rakyat di tangkap," kata Pangi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (24/5/2018).

Direktur Ekesekutif Voxfol Center Research and Consulting ini tidak merinci lebih jauh tren yang dia maksud. Malah dia lagi-lagi mensinyalir ada gelombang balik dari demokrasi ke semi otoriter. Orang sering keliru , merasa takut bila kalangan militer yang berkuasa, pada hal menurut Pangi, sipil berkuasa juga bisa lebih militeristik dan sentralistik.

"Ada mahasiswa menjadi korban ketika berhadapan dengan aparat keamanan. Masyarakat yang protes atas naiknya harga kebutuhan pokok, protes atas utang luar negeri, memprotes kebijakan impor dan memprotes atas tarif listrik, lewat media sosial, malah berhadapan dengan aparat penegak hukum," ujar Pangi.

Karena itu dia meminta pemerintahan Presiden Jokowi tidak baper dan terlalu sensitif menyikapi kelompok-kelompok masyarakat yang kerap bersuara kritis dan tajam kepada pemerintah. Pangi mengingatkan, sebuah rezim yang berwatak feodalisme dan suka baper, biasanya sulit bertahan lama.

"Kan jadi lucu dan aneh, jika disini rakyat sendiri dimusuhi negara, sementara asing mendapat perlakuan khusus," ujarnya.

Pangi menyatakan kecewa dan prihatin karena adanya masyarakat masuk bui yang dijerat lewat UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Penggunaan UU ini kata dia menandakan kecenderungan pemerintah bertindak otoriter, pada hal kita negara menganut sistim demokrasi.

"Dalam prakteknya, tidak jelasnya membedakan mana wilayah kritik, protes, curhat dan suara kesalnya rakyat. Makin sulit membedakannya, ujungnya jadi ujaran kebencian , akhirnya masuk bui juga," kata Pangi yang mengaku dari awal mencurigai misi dari UU ITE ini.

Sebab dibalik penerapannya kata dia, ruang kritik dibatasi, akhirnya demokrasi bisa tergerus. "Undang-Undang ITE ini sudah memakan korban, rakyat Indonesia sendiri yang kesal dan marah dengan pemerintah yang dianggap tidak bisa merasakan dan sensitif atas permasalahan yang dihadapi rakyat," ujar Pangi.

Dalam peristiwa yang dihadapi Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah yang dilarang menyampaikan ceramah di Universitas Gajah Mada, Jogjakarta, Pangi menyatakan, hal tersebut mengkonfirmasi kalau negara kita dalam keadaan tidak baik-baik.

"Sekelas pimpinan DPR saja dihalang-halangi atau dicekal ceramah di bulan ramadhan, berarti ada problem fundamental yang sedang kita hadapi," pungkasnya

Editor: Surya