Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tak Masuk Daftar 200 Mubaligh, Fahri Dilarang Istana Ceramah di UGM
Oleh : Irawan
Kamis | 24-05-2018 | 09:40 WIB
fahri-hamzah211.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah (Foto: dok.batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI yang juga pendiri Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Fahri Hamzah, menegaskan kalau sekarang ini sudah era demokrasi terbuka, sehingga bukan zamannya lagi bagi penguasa melarang atau 'main breidel' aktivitas di kampus yang merupakan tempat mimbar akademik ditegakkan.

"Main breidel atau larangan itu fitur-fitur 'kampungan' sebenarnya itu. Karena di zaman digital millenial sekarang ini, maka breidel sudah tak ada gunanya lagi," kata Fahri saat menjadi narasumber dalam silaturahmi reformasi yang diselenggarakan Pengurus Pusat KAMMI di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (23/5/2018).

Dalam acara bertagline #Reformasi2.1 itu juga menghadirkan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan tokoh reformasi Prof Amien Rais tersebut. Fahri pun menceritakan pengalamanannya yang batal memberikan ceramah tarawih di UGM Yogjakarta, karena pihak kampus ditekan oleh pihak Istana.

Padahal, dirinya tidak masuk dalam daftar 200 yang dikeluarkan Kemenag, tetapi dilarang dan bahkan pihak Istana menekan kampus yang akan menyelanggarakannya.

"Saya kemarin ini dari UGM Yogja, pagi saya tiga ketemu Sultan bicara cukup panjang, sangat akrab. Setelah itu ada acara di UII buka puasa bersama, nah harusnya saya memberikan ceramah tarawih di UGM Jogjakarta. Tapi, Rektornya ditekan oleh pihak Istana, sehingga rektornya menekan Masjidnya dan Masjidnya minta maaf ke saya," beber politisi dari PKS itu.

Fahri mengaku heran dengan tindakan yang dilakukan pihak Istana, sehingga melarang kampus menggelar acara yang menghadirkan dirinya.

"Dan lebih konyolnya lagi, apa masih ada gunanya larangan ini, saya ngomong lagi di streaming. Dua juta setengah orang nonton. Mau di kampus atau di mana pun, bisa ditonton jutaan orang. Tapi Istana ini, dengan mentalitas jadulnya itu melarang. Apa sih pikirannya itu? Jadi mereka anggap masih ada gunanya yang namanya breidel dan larangan itu," sebut Fahri.

Padahal menurut dia, media sosial (medsos) sekarang ini melekat di tangan setiap orang dan setiap orang bisa memviralkan dirinya dengan caranya sendiri, tanpa bisa dilarang-larang.

"Tapi koq masih bisa dilarang-larang? Orang menulis status, ditangkap. Bung Ahmad Dhany, salah satunya penulis di Twitter ditangkap. Saya dengar katanya, Twitter-nya yang followernya 2,7 juta diambil alih dengan paksa," cetusnya.

Jadi, lanjut politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, Reformasi 2.1 ini kita lakukan karena rezim ini tidak memahami apa yang terjadi. Mereka tidak paham bahwa mesin demokrasi yang sedemikian canggihnya, sehingga peran negara itu makin lama makin minimalis di tengah-tengah makin tumbuhnya kebebasan rakyat dan dinamika kehidupan begitu cepatnya.

"Nah, apabila negara tidak bisa lebih cepat, dia akan tertinggal jauh dan itu yang terjadi sekarang. Semuanya ini adalah sejarah ketertinggalan pemerintah. Nggak tau caranya, sehingga mengambil langkah-langkah konyol dalam semua bidang," sindirnya.

Editor: Udin