Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Revisi UU Terorisme Mandek, DPR-Pemerintah Saling Bantah
Oleh : Redaksi
Selasa | 15-05-2018 | 17:46 WIB
densus-atasi-teror.jpg Honda-Batam
Personel Brimob bersiaga saat dilakukannya penggeledahan oleh Tim Densus 88 di kediaman terduga pelaku bom bunuh diri Polrestabes Surabaya, di Tambak Medokan Ayu, Surabaya. (Foto: Antara/Didik Suhartono)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Berbagai pihak mendesak DPR untuk segera mengesahkan revisi atas Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2013 yang saat ini masih di dalam pembahasan di Pansus RUU Terorisme. Belum ada kesepakatan terkait persoalan definisi terorisme dinilai menjadi alasan belum diketuk palunya RUU tersebut.

 

Baik DPR dan pemerintah pun ramai-ramai saling bantah menjadi penyebab mandeknya RUU yang sudah dibahas selama 1,5 tahun itu. Ketua Pansus RUU Terorisme, Muhammad Syafii mengungkapkan sebelumnya Kapolri, Panglima TNI, Menhan dan DPR sudah membuat usulan tentang definisi terorisme yang konteksnya, ada motif, dan tujuannya.

Lalu pemerintah mengusulkan definisi yang tidak ada motif dan tidak ada tujuannya. "Ini kan nggak ada logikanya, hanya gara-gara itu (definisi) RUU Terorisme belum diketuk," ujar Syafii saat dihubungi Republika, Ahad (13/5) lalu.

Wakil Ketua DPR, Fadli Zon juga menegaskan tidak tepat jika RUU Terorisme dikatakan mangkrak. Menurutnya yang selalu menunda-nunda pengesahan tersebut justru pemerintah.

"Itu berkali-kali bahkan beberapa kali pemerintah melakukan penundaan, dan terakhir pada waktu masa sidang yang lalu juga melakukan penundaan lagi. Jadi yang selalu menunda itu adalah pemerintah bukan dari DPR," kata politikus Partai Gerindra tersebut di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/5).

Bantahan juga mengalir dari Wakil Ketua DPR Agus Hermanto. Agus juga membantah tudingan bahwa ada fraksi di luar pemerintah yang sengaja menghambat pengesahan undang-undang tersebut.

Menurutnya, pada saat pengambilan keputusan, pemerintahlah yang justru meminta pengesaahan RUU Terorisme ditunda untuk menyamakan persepsi dan definisi terorisme tersebut. "Kita sepakat juga (pengesahan) akan kita laksanakan setelah selesai masa reses ini sehingga insyaallah bulan yang ditargetkan bulan Juni insyaallah dapat selesai dari Revisi UU Terorisme," kata Agus di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/5).

Menanggapi hal tersebut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menuturkan, bahwa pemerintah tidak menghalang-halangi agar RUU ini diendapkan terlebih dahulu. Pemerintah justru mendorong rancangan aturan ini segera disahkan. Walaupun dia tidak menampik bahwa belakangan ini ada dinamika yang terjadi di tubuh pemerintah dan DPR.

"Kalau pemerintah dalam rapat yang lalu sudah oke. Akhirnya kemudian diprovokasi lagi oleh pandangan itu, diprovokasi oleh beberapa teman di Panja DPR, jadi tertunda. Maka sekarang harus diselesaikan," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan akan segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait tindak pidana terorisme. Jokowi menyebut Perppu akan dikeluarkan jika hingga akhir masa sidang DPR pada Juni nanti, DPR belum juga merampungkan revisi UU Antiterorisme tersebut.

"Kalau nantinya di bulan Juni di akhir masa sidang ini belum segera diselesaikan, saya akan keluarkan perppu," kata Jokowi saat memberikan keterangan pers di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Senin (14/5)

Menyikapi pernyataan Jokowi, Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid menilai pemerintah seharusnya bisa menyelesaikan secara internal sebelum mengeluarkan pernyataan terkait rencana diterbitkan Perppu. Menurut Hidayat, perlu ada koordinasi antara kementerian dan presiden.

"Harusnya diperintahkan ke Menkumham untuk cabut itu surat penundaan dan buat surat yang baru menyatakan siap meminta duduk dengan DPR membahas masalah ini," kata Hidayat, Selasa (15/5).

Sumber: Republika
Editor: Dardani