Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hanya Dituntut 15 Bulan dari Ancaman 10 Tahun

Terdakwa Penambang Pasir Ilegal di Bintan Ini Diduga Suap Penegak Hukum
Oleh : Charles Sitompul
Selasa | 01-05-2018 | 09:17 WIB
kangui-di-persidangan1.jpg Honda-Batam
Herman alias Kangui, terdakwa kasus penambang pasir ilegal di Bintan, dituntut 15 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Zaldi Akri SH, di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Senin (30/4/2018) (Foto: Roland Hasudungan Aritonang)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Oknum jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Kepri diduga 'memperdagangkan' pasal dakwaan terhadap kejahatan tambang pasir ilegal dan perusak lingkungan di Bintan dengan terdakwa Herman alias Kangui.

Selain hanya mendakwa pelaku tambang ilegal dan perusak lingkungan, Herman alias Kangui, dengan dakwaan tuggal melanggar Pasal 158 UU nomor 4 tahun 2009, JPU juga hanya menuntut terdakwa 15 bulan atau 1 tahun 3 bulan penjara, dari 10 tahun ancaman pasal yang didakwakan.

Sebelumnya, dari awal penyelidikan dan penyidikan terhadap terdakwa Herman Alias Kangui, telah menimbulkan tanda tanya pada masyarakat. Sebab selain mendapat keistimewaan tidak pernah ditahan pada penyidikan dan penuntutan dan bahkan saat sidang di PN Tanjungpinang, terdakwa Herman alias Kangui juga sempat bebas berkeliaran.

"Kalau banyak duitnya menyuap aparat, ya bebas seperti dia (Herman alias Kangui-red). Tapi kalau macam kami yang hanya curi besi tua untuk cari makan, harus ditahan di sel ini," ujar salah seorang terdakwa pencurian di sel tahanan PN Tanjungpinang, ketika mengetahui terdakwa Herman yang juga belum ditahan.

Sementara hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang yang sebelumnya sempat menangguhkan penahanan terdakwa, dengan dalih terdakwa telah 'menyetor' dana Rp200 juta sebagai dana jaminan.

Namun karena disorot media, akhirnya majelis hakim PN Tanjungpinang Jhonson Sirait SH, Iriaty Khoirul Ummah SH, dan Henda Kartika Dewi SH akhirnya mengeluarkan penetapan penahanan pada terdakwa.

Merujuk pada pasal dakwaan JPU, pasal 158 UU nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan menyatakan, "Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Dalam fakta persidangan, terdakwa Herman alias Khangui juga terungkap sebagai pengusaha pengerukan pasir ilegal di Desa Kawal, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan.

Saat diamankan anggota Direskrimsus Polda Kepri bersama dengan sejumlah alat berat berupa eskavator serta dum truck dan mesin serta paralon lainnya, sekitar pukul 14.00 Wib, Selasa (10/3/2018), tidak memiliki Wilayah Usaha Pertambangan (WIUP) Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IUPR) maupun Izi Usaha Pertambangan Khsusus (IUPK).

Hal itu sesuai dengan sebagaimana dimaksud dengan Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) UU nomor 4 tahun 2009 tentang Minetal dan Batubara, Setiap orang dan badan Usaha yang melakukan usaha Pertambangan harus memiliki WIUP, WIUPK, dan IUP IUPK Operasi yang diberikan pemerintah berwenang.

Inforrmasi yang diperoleh wartawan dari kerabat Herman alias Khangui, untuk menangguhkan penahanan saudaranya, di penyidik Polda Kepri dan Kejaksaan Tinggi Kepri, keluarga Herman alias Khangui mengaku telah menyetor ratusan juta kepada oknum aparat Polisi dan Kejaksaan.

"Begitu juga di Jaksa, Hakim pula lagi semua minta duit," sebutnya pada salah seorang keluarga tahanan lain di Rutan Kelas IA Tanjungpinang.

Editor: Udin