Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Susi Tak Mau Lagi Kompromi denganKapal Pencuri Ikan
Oleh : Redaksi
Minggu | 08-04-2018 | 14:32 WIB
susi_tenggelamkan_kapal2.gif Honda-Batam
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kapal ikan STS-50 ditangkap oleh satuan tugas (Satgas) 115 di sisi Tenggara Pulau Weh. Kapal ini diduga melakukan illegal fishing dan memalsukan dokumen kebangsaan kapal untuk menghindari pengawasan den penegakan hukum.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjelaskan kapal tersebut tertangkap setelah berada di sekitar 60 mil sisi Tenggara Pulau Weh.

"Sebelum ditangkap di Indonesia, kapal ini (STS 50) memiliki nama lain seperti Sea Breeze, Andret Dolgov, STD No 2 dan Aida," kata Susi dalam konferensi pers di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Sabtu (7/4/2018).

Dia menjelaskan STS-50 adalah kapal tanpa bendera kebangsaan. Kapal ini menggunakan delapan bendera, yakni Sierra Leone, Togo, Kamboja, Korea Selatan, Jepang, Mikronesia, Filipina, dan Namibia.

Susi menambahkan, selain melakukan illegal fishing kapal ini juga diduga melakukan pemalsuan dokumen kebangsaan kapal untuk menghindari pengawasan dan penegakan hukum.

"Kapal ini sebelumnya juga pernah ditahan dan diperiksa oleh China pada tahun lalu tapi melarikan diri. Di Mozambik juga tertangkap tapi melarikan diri lagi nah kita juga sempat takut takut mereka kabur lagi. Tapi ternyata tidak," ujar dia.

Dari data Interpol total anak buah kapal (ABK) terdiri dari 20 orang yang terdiri dari 14 warga negara Indonesia dan 6 orang warga negara Rusia. STS-50 ini kedapatan membawa 600 buah alat tangkap gillnet yang siap digunakan dengan panjang masing-masing alat tangkap 50 meter dan total panjang alat tangkap jika dibentangkan 30 kilometer.

"Jenis ikan yang menjadi target kapal Ini adalah Antartic Toothfish yang sebenarnya hanya bisa ditangkap oleh kapal dengan bendera kebangsaan anggota CCAMLR dan harus memiliki izin penangkapan di Kawasan yang diterbitkan oleh negara masing-masing," ujarnya.

Susi menjelaskan Indonesia adalah bagian dari komunitas dunia yang berkomitmen kuat untuk memberantas illegal fishing tidak hanya di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI), tetapi juga dalam skala global sebagai bentuk solidaritas internasional.

"Indonesia berupaya menjadi contoh dunia untuk tidak berkompromi dengan pelaku illegal fishing, khususnya untuk pencuri yang terorganisir di jaringan internasional," katanya.

Menurut dia, kapal tersebut melakukan kejahatan lintas negara yang diduga telah berlangsung lama dan terorgranisir.

Dari Purple Notice Interpol disebutkan kapal ini terafiliasi dengan Red Star Company Ltd yang berdomisili di Belize.

"Negara ini sering kali digunakan oleh perusahaan pelaku kejahatan terorganisir sebagai modus operandi penggelapan identitas pemilik manfaat. Kapal ini juga beberapa kali menggunakan identitas palsu dan memalsukan jenis ikan yang ditangkap atau misslabelling," ujarnya.

Susi menjelaskan, penangkapan kapal STS-50 oleh Pemerintah Indonesia telah dilakukan berdasarkan ketentuan hukum internasional yang berlaku di The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

Pada pasal 73 UNCLOS, negara pantai diberikan hak untuk melakukan pemeriksaan, penahanan, dan proses hukum yang diperlukan dalam melaksanakan hak berdaulat (sovereign rights) di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Kemudian berdasarkan pasal 110 UNCLOS, kapal militer suatu negara memiliki hak untuk memeriksa dan melakukan verifikasi kebangsaan suatu kapal di laut lepas apabila kapal tersebut diduga terlibat dalam praktik perdagangan orang atau diduga tidak memiliki kebangsaan.

Selanjutnya, pada pasal 73 dan Pasal 110 UNCLOS ini diperkuat dengan Pasal 19 UNCLOS yang mengatur bahwa rights of innocent passage hanya berlaku bagi kapal ikan dengan bendera kebangsaan asing dan tidak berlaku bagi kapal tanpa bendera kebangsaan atau stateless.

"Sehingga kapal stateless tidak dapat menikmati hak yang diatur dalam UNCLOS seperti rights of innocent passage," ujarnya.

Dia mengungkapkan, tim gabungan yang terdiri dari TNI AL, KKP dan Penyidik POLRI di bawah koordinasi satgas 115 segera melakukan penyidikan untuk menindaklanjuti tindak pidana yang dilakukan.

Kemudian pemerintah akan bekerja sama dengan Pemerintah China, Togo, Mozambik dan Interpol untuk menindaklanjuti dugaan transnasional organized fisheries crime.

Editor: Surya