Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Investasi PMA di RI Kalah dari Vietnam, Thailand dan India

BKPM Rilis Data Investasi yang Masuk ke RI Paling banyak dari Singapura
Oleh : Redaksi
Selasa | 30-01-2018 | 20:26 WIB
thomas_lembong1.jpg Honda-Batam
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merilis data investasi yang masuk ke Indonesia. Penanaman modal asing (PMA) paling banyak berasal dari Singapura.

Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong menjelaskan, periode Januari - Desember 2017 realisasi investasi dari Singapura ke Indonesia tercatat US$ 8,4 miliar atau 26,2%,

Thomas menjelaskan, sudah bertahun-tahun Singapura menjadi negara nomor satu yang berinvestasi di Indonesia.

"Singapura dan Hong Kong itu ibaratnya agregator ya mereka sebuah financial hall yang mengumpulkan dana investasi dari negara atau lembaga lain kemudian disalurkan ke Indonesia," kata Lembong dalam konferensi pers di Gedung BKPM Jakarta, Selasa (30/1/2018).

Dia mengaku, saat ini pihaknya akan sedang mencari informasi negara mana saja yang menyimpan dana di Singapura dan Hong Kong. Dia menyebutkan saat ini di Singapura banyak uang warga Indonesia yang parkir dan kemudian kembali ke Indonesia dalam bentuk penanaman modal asing.

"Banyak dana yang kembali lagi ke Indonesia, tapi dugaan saya di Singapura itu banyak investasi dari Eropa dan dari India. Kami akan telusuri siapa saja yang ada di belakang mereka," ujarnya.

Kemudian, setelah itu Cina diproyeksikan akan menjadi negara berikutnya yang investasinya tinggi di Indonesia.

Posisi kedua realisasi investasi diduduki Jepang dengan nilai US$ 5 miliar. Cina menduduki posisi ketiga yaitu dengan nilai investasi US$ 3,4 miliar atau 10,4%, lalu Hong Kong US$ 2,1 miliar dengan porsi 6,6% dan Korea Selatan US$ 2 miliar dengan porsi 6,3%

Periode kuartal IV 2017 (Oktober-Desember) realisasi investasi dari Singapura tercatat US$ 2,3 miliar atau 27,8%, kemudian Jepang US$ 1 miliar atau 11,9%, Hong Kong US$ 800 juta atau 9%, Korea Selatan US$ 700 juta, Cina US$ 600 juta.

RI masih kalah
Pada kesempatan itu, Kepala BKPM Thomas Lembong mengataan, investasi asing ke Indonesia dinilai masih lebih rendah dibandingkan dengan investasi asing ke negara tetangga seperti Vietnam, Thailand dan India. BKPM menyebutkan ada sejumlah faktor yang menyebabkan rendahnya investasi di dalam negeri.

Pertumbuhan investasi di ketiga negara tersebut bisa mencapai 20%-30%. Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong menjelaskan penyebabnya adalah terkait masalah regulasi dan luas Indonesia yang terlalu luas.

Dia bilang ini akan menjadi perhatian BKPM untuk mendorong deregulasi, perbaikan iklim usaha dan BKPM akan menghilangkan izin prinsip tapi membuka pendaftaran investasi.

"Selain itu keluhan lainnya regulasi yang berubah-ubah, tidak stabil dan tumpang tindih. Biasanya antar Kementerian kontradiktif," kata Thomas.

Dia menjelaskan, masalah perpajakan yang saat ini pengurusannya masih rumit juga turut menjadi faktor rendahnya investasi asing ke Indonesia. Lalu tenaga kerja, masalah lahan dan bangunan. Terakhir adalah masalah infrastruktur.

"Kemudian overdominasi dari BUMN kita juga turut mempengaruhi," imbuh dia.

Thomas menjelaskan, untuk mencapai target realisasi ini pemerintah memiliki strategi seperti Peraturan Presiden nomor 91 yang lebih dikenal sebagai paket kebijakan ekonomi 2016 single submission.

Dia mengungkapkan paket kebijakan ini bertujuan untuk mengawal investasi yang masuk ke Indonesia. Menurut Thomas, untuk mencapai target tersebut pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus berkoordinasi dengan baik.

"Sudah sering disinggung, soal tumpang tindih aturan pusat dan daerah dalam meningkatkan realisasi investasi. Harus memiliki harmonisasi dan standar koordinasi yang baik," ujar dia.

Realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) sepanjang 2017 periode Januari hingga Desember tembus Rp 692,8 triliun atau tumbuh 13,1% dari realisasi tahun 2016 Rp 612,8 triliun. Jumlah ini melampaui target realisasi investasi PMDN dan PMA tahun 2017 sebesar Rp 678,8 triliun

Di luar Jawa turun
Kepala BKPM Thomas Lembong juga mengungkapkan realisasi investasi di luar Pulau Jawa mengalami penurunan pada 2016. Sehingga akan menjadi perhatian BKPM dalam menjaga realisasi investasi di Indonesia secara berkesinambungan.

Dia menjelaskan, jika dilihat pada posisi 2017 porsi investasi di luar jawa tercatat 43,7% lebih rendah dibanding realisasi investasi 2016 sebesar 46,6%.

"Porsi investasi di luar Jawa turun, ini adalah tren penurunan yang layak mendapatkan perhatian kita," katanya.

Ia mengungkapkan, untuk mendorong percepatan investasi di luar Pulau Jawa, pemerintah saat ini sedang gencar mengembangkan 10 wilayah Bali baru. Di mana 8 wilayah yang akan dikembangkan berada di luar Pulau Jawa.

Menurutnya, pengembangan Bali Baru atau daerah wisata ini bisa lebih cepat menggerakan perekonomian dibandingkan dengan pembangunan pabrik.

"Kalau investasi bangun pabrik itu butuh waktu 3-4 tahun, bangun hotel atau resort hanya 1-2 tahun, dari sisi lapangan kerja ini juga sektor padat karya," kata dia.

Dia menjelaskan , dengan pembangunan daerah wisata maka ekonomi yang akan bergerak di bidang makanan dan minuman, seperti restoran, kafe, houskeeping, transportasi dan jasa-jasa lain akan meningkat. "Selain itu, juga bisa menghasilkan devisa dari pariwisata tersebut," imbuh dia.

Berdasarkan data BKPM, realisasi penanaman modal kuartal IV 2017 di Jawa tercatat Rp 107,1 triliun atau 59,6% meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp 78,4 triliun atau 49,2%.

Lalu untuk luar Jawa penanaman modal tercatat Rp 72,5 triliun atau 40,4% turun dibandingkan kuartal IV 2016 sebesar Rp 81 triliun atau 50,8%.

Secara tahunan, yakni Januari hingga Desember 2017, realisasi penanaman modal atau investasi di Jawa tercatat Rp 389,9 triliun atau 56,3%, meningkat dibanding periode 2016 sebesar Rp 328,7 triliun atau 53,6%.

Sedangkan untuk luar Jawa Januari-Desember 2017 tercatat Rp Rp 302,9 triliun atau 43,7% lebih rendah dibandingkan periode Januari-Desember 2016 Rp 284,1 triliun dengan porsi 46,4%.

Editor: Surya