Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Plt Ketua DPR Nilai Selama 2017 Hukum Jadi Alat Kekuasaan Pemerintah
Oleh : Irawan
Minggu | 31-12-2017 | 09:00 WIB
fadi_zon.gif Honda-Batam
Plt Ketua DPR Fadli Zon

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Plt Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon menilai hukum kini menjadi alat kekuasaan oleh Pemerintah. Kesimpulan itu dikemukakannya sebagai catatan akhir tahun 2017 dalam bidang hukum.

"Sayangnya, sepanjang 2017 saya memperhatikan negara kita justru makin bergerak ke arah negara kekuasaan. Pemerintah telah menjadikan hukum sebagai instrumen kekuasaan, bukan instrumen menegakkan keadilan. Berbagai survei tentang kinerja pemerintahan Jokowi, misalnya, selalu menempatkan hukum, selain ekonomi, sebagai sumber utama ketidakpuasan masyarakat," kata Fadli dalam siaran persnya, Jakarta, Sabtu (30/12/2017).

Fadli mengatakan, Pemerintah seharusnya menyadari jika keadilan hukum merupakan salah satu alat untuk menciptakan stabilitas dan kohesi sosial. Itu sebabnya pemerintah tak boleh melakukan politisasi hukum.

"Tapi kita bisa menyaksikan, batas api (fire line) itu telah banyak dilanggar oleh pemerintah sepanjang tahun ini. Di satu sisi, kita melihat dengan jelas adanya pengistimewaan hukum yang luar biasa terhadap para sekutu pemerintah, dan di sisi lain ada upaya kriminalisasi terhadap lawan-lawan politik pemerintah," ujarnya.

Pria yang juga Wakil Ketua Umum partai Gerindra ini pun mencontohkan kasus Saudara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Mulai dari sejak terdakwa, hingga kini menjadi terpidana, Ahok selalu mendapatkan pengistimewaan hukum. Ini karena saat Ahok masih menjadi terdakwa, menurut Fadli, sesuai ketentuan UU No. 23/2014 Pasal 83, seorang kepala daerah dan atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa di pengadilan harus diberhentikan sementara tanpa perlu usulan dari DPRD.

"Tapi kita sudah menyaksikan bagaimana pemerintah, melalui Mendagri, tak pernah mengeksekusi ketentuan ini. Mendagri beralasan jika dia perlu mendengar tuntutan jaksa terlebih dulu, apakah nanti tuntutannya lima tahun, atau kurang dari itu. Jika kurang dari lima tahun, maka Saudara Basuki tak perlu diberhentikan sementara," imbuhnya.

Begitu pula saat Ahok menjadi terpidana. Ia menilai tak semestinya Ahok ditempatkan di rutan. "Jika ada kondisi tertentu yang mengharuskan seorang terpidana perlu dipindahkan dari sebuah Lapas, yang bersangkutan hanya bisa dipindahkan dari satu Lapas ke Lapas lainnya, dan bukan dipindah dari Lapas ke Rutan," katanya.

Hal lain yakni terkait upaya kriminalisasi terhadap lawan-lawan politik pemerintah, apakah dengan tuduhan penyebar hoax, hate speech, dan sebagainya. Fadli menyebutkan, perlakuan diskriminatif dan upaya kriminalisasi itu bisa kita lihat dari perlakuan penegak hukum dalam menggunakan pasal yang ada di Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Coba catat siapa saja yang menjadi tersangka dengan delik-delik tadi?! Pada tahun 2017, ada beberapa orang yang pernah dijerat dengan UU ITE, antara lain Rijal, Jamran, Jonru, Faisal Tonong, Ahmad Dhani, Asma Dewi, Buni Yani. Semuanya adalah mereka yang selama ini berbeda haluan politik dengan pemerintah. Tidak ada 'buzzer istana' yang pernah diperiksa polisi," sebut Fadli.

Melihat fenomena ini, Fadli pun mengimbau agar aparat penegak hukum seharusnya menjunjung tinggi profesionalisme dan integritas. "Semoga catatan hitam dunia hukum di tahun 2017 ini tak berlanjut di tahun depan," harapnya.

Editor: Surya