Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Publik Diminta Munculkan Cawapres Muda daripada Kedepankan Isu SARA
Oleh : Irawan
Jum\'at | 10-11-2017 | 08:00 WIB
diskusi_cawapres.gif Honda-Batam
Dialektika Demokrasi 'Menakar Cawapres Potensial 2019' bersama Ketua DPP Demokrat, Jansen Sitindaon, dan pengamat politik dari SMRC Sirojudin Abbas.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota Dewan Syuro DPP PKB KH. Maman Imanul Haq menilai saat ini lebih baik muncul calon wakil presiden (Cawapres) muda dalam Pilpres 2019 mendatang dibanding muncul isu SARA seperti dalam pelaksanaan Pilkada.

"Munculnya Ketum PKB A. Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai Cawapres, itu dorongan relawan dan bukannya dari PKB. Karena relawan, jadi sifatnya partisipatif, terbuka, dan datangnya dari berbagai kalangan," tegas anggota Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Hal itu disampaikan dalam dialektika demokrasi 'Menakar Cawapres Potensial 2019' bersama Ketua DPP Demokrat, Jansen Sitindaon, dan pengamat politik dari SMRC Sirojudin Abbas.

Menurut Maman, Presiden Joko widodo (Jokowi) berhasil dalam membangun infrastruktur selama memimpin Indonesia, namun masih ada kekurangannya. Yaitu, pembangunan sumber daya manusia (SDM) khususnya dalam membangun isu-isu agama, yang terus 'digoreng' menjelang Pilkada maupun Pilpres saat ini.

Karena itu, kata dia, diperlukan Cawapres Islam yang moderat, damai, dan mampu melawan radikalisme seperti Muhaimin Iskandar (Cak Imin).

Cak Imin dianggap mampu ,untuk melanjutkan perjuangan Gus Dur (Kh Abdurrahman Wahid) akan Islam yang damai, tolerans, dan komitmen terhadap PBNU (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD NRI 1945).

"Jadi, kalau sebagai Cawapresnya Jokowi di 2019 itu memang dibutuhkan sosok seperti Muhaimin Iskandar," pungkasnya.

Sedangkan Jansen Sitindaon mengungkapkan, elektabilitas Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terus meningkat selama 8 bulan terakhir.

"Kalau pada Maret 2017 mencapai 0,4 %, per Oktober ini tembus 14,3 %. Elektabilitas ini melampaui Cak Imin (1,1%), Gatot Nurmatyo, Anies Baswedan dan lain-lain itu lembaga survei Pollmark," kata Jansen.

Jansen menilai elektabilitas Jokowi akan tergantung kepada cawapres yang akan dipilih. "Kalau yang dipilih AHY, maka elektabilitas Jokowi akan makin naik," tandasnya.

Sementara itu Sirojuddin Abbas menjelaskan, elektabilitas Jokowi terus meningkat dan dipastikan Jokowi maju lagi untuk Pilpres 2019. Tapi, tidak demikian halnya dengan Prabowo, yang sudah mengikuti Pilpres empat kali, dan selalu kalah.

"Maka pertanyaannya; apakah Prabowo mau maju lagi atau tidak? Atau cukup sebagai king makers?" tanya Sirojuddin.

Sebab elektabilitas Jokowi saat ini jauh lebih baik dibanding saat SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) menjelang 2 tahun Pilpres 2007.

"Tapi, kita lihat pada Juni, Juli, dan Agustus 2018 nanti. Kalau elektabilitas Jokowi bertahan di 50 %, maka Jokowi akan leluasa memilih Cawapres," jelasnya.

Sehingga Jokowi tidak akan tergantung kepada Cawapres yang disodorkan oleh parpol seperi halnya dengan SBY, sehingga dia memilih Boediono yang sama-sama dari Jawa Timur, dan terbukti menang lagi.

Menurut Sirojuddin, ada 3 kemungkinan; pertama: sejauhmana isu yang verkembang menjelang Pilpres 2019, inilah kata dia, yang akan menentukan siapa Cawapres yang tepat.

"Kalau isunya ancamannya keamanan dari dalam dan luar negeri, maka Cawapresnya sangat mungkin dari militer," ungkapnya.

Kedua, kalau isunya keprihatinan ekonomi, maka Cawapresnya diumungkinkan dari ekonom, dan ketiga, bisa jadi rentetan isu Pilkada DKI Jakarta, isu SARA itu berlanjut, sehingga Cawapres yang diumungkinkan dari kalangan Islam moderat.
"Jadi, tergantung pada isu yang berkembang menjelang Pilpres 2019," katanya.

Indikator Politik sendiri, kata Sirojuddin, telah melakukan survei terhadap Cawapres dan yang muncul justru yang tertinggi Ahok (Basuki Tjahaja Purnama), Gatot Nurmantyo, Sri Mulyani, dan lain-lain. Karena itu, menurut Sirojuddin, parpol penting membaca keinginan masyarakat.

Dimana pemilih di pilpres 2019 itu adalah 55 % berusia 17-38 tahun, dan yang melek internet sebesar 45%. "Bisa muncul Cawapres dari kalangan muda," pungkasnya.

Editor: Surya