PPUU Gelar FGD Penanggulangan Bencana di Batam
Oleh : Michael Elya Silalahi
Jum'at | 24-02-2017 | 08:24 WIB
fgdbencana.jpg

Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI saat menggelar FGD Penanggulangan Bencana di Batam. (Foto: Michael Elya Silalahi)

BATAMTODAY.COM, Batam - Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI menggelar Focus Grup Discussion (FGD) tentang revisi Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana di Hotel Swiss Inn, Penuin Batam, Kamis (23/2/2017).

Sejak keluarnya UU No.24 tahun 2007 ini, ditemukkan banyak ketidakrelevanan UU tersebut dengan situasi yang terjadi sekarang.

Dalam FGD yang dibuka oleh Ketua Rombongan anggota Komite IV DPD RI Djasarmen Purba itu bekerjasama dengan BNBP, instansi Pemerintah (stakeholder) dan beberapa perguruan tinggi Batam.

"Indonesia yang diapit oleh dua samudera dan dua benua. Secara geografis berpotensi terhadap berbagai bencana, seperti bencana tsunami Aceh, yang dikategorikan sebagai bencana nasional. Namun bila kita melihat, bencana Gunung Sinabung, tidak dikategorikan sebagai bencana nasional. Masalahnya, UU belum mengatur dengan jelas mengenai penetapan status bencana, tingkatan, serta jangka waktu penanganan bencana," ungkap Djasamen Purba.

Diskusi tersebut menghadirkan narasumber, yakni Zulkarnaen (Kadis), Lagat Siadari (dosen Uniba) dan Mahmud (staf ahli perancangan UU).

Ditambahkan Djasarmen, masih banyak persoalan terkait penanggulangan bencana, baik di pusat maupun di daerah yang masih belum terurai, salah satunya aspek kelembagaan dan pendanaan.

Sementara itu, Lagat Siadari mengatakan, keinginan besar pemerintah dalam melindungi masyarakat Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU ini dipandang sangat positif. Namun pengaktualisasian UU ini disinyalir membutuhkan biaya yang besar bahkan juga menguras APBN.

"Dampak dari bencana yang telah terjadi, berdasarkan data mengakibatkan meningkatnya pengeluaran negara. Hampir Rp300 triliun dana yang dikeluarkan dalam rangka antisipasi maupun rekontruksi pasca bencana. Oleh karena itu, pemerintah terkesan ragu-ragu dalam menetapkan suatu kawasan menjadi kawasan bencana nasional, seperti halnya bencana gunung Sinabung," paparnya.

Sedangkan anggota komisi IV DPR RI, Mahmud yang juga merupakan staf ahli perancangan UU, mengatakan UU No 24 tahun 2007 tidak mengatur persoalan terkait transisi darurat bencana. Tidak mengatur kurun waktu kemendesakkan penangulangan bencana. Ini menjadi salah satu kelemahan UU tersebut.

"Tahun 2004 konflik sosial di Maluku dan Poso, ternyata tahun 2015 para eks pengunsi Maluku dan Poso masih menuntut pemerintah pusat perihal ganti rugi. UU tentang penanggulangan bencana tidak mengatur kemendesakan itu. Harusnya punya parameter yang jelas. Agar pemerintah tidak dibebankan terus, dari akibat-akibat bencana yang semestinya bisa diselesaikan dengan tempo tertentu," tambahnya.

Sementara itu, anggota DPD RI lainnya, Iin, mengharapkan oleh karenanya agar revisi terhadap UU No.24 tahun 2007 ini nantinya, dapat menyederhanakan birokrasi dalam penyelenggaraan penanganan bencana. Serta memperbaiki hal-hal lainnya seperti, penetapan status bencana, koordinasi lintas sektoral, hingga pengelolaan dana serta perlunya peran serta masyarakat dalam penangulangan bencana.

Editor: Dardani