Gugatan PKPU CV Sampan Tau atas PF SBF Shipbuilder Batam Kandas di PN Medan
Oleh : Saibansah
Kamis | 27-10-2016 | 11:14 WIB
Sidang-1.jpg

Saat persidangan PKPU CV Sampan Tau di Pengadilan Niaga Medan.(Foto: Saibansah)

BATAMTODAY.COM, Medan - Sidang gugatan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) atas tagihan macet CV Sampan Tau kepada PT SBF Shipbuilder Batam, anak perusahaan Bok Seng Singapura, kandas di Pengadilan Niaga Medan.

Majelis hakim yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Riana Br Pohan SH MH dan dibantu dua hakim anggota, Masrul SH MH dan Didik Setyo Handono SH MH itu telah menjatuhkan vonis menolak gugatan PKPU yang diajukan oleh CV Sampan Tau, Selasa (25/10/2016) sore.

Sidang gugatan No. 05/PDT.SUS.PKPU/2016/PN.NIAGA.MDN itu diajukan CV Sampan Tau untuk menuntut hak-haknya yang sampai hari ini belum dibayar oleh perusahaan shipyard milik warga negara Singapura, Mr Henry Ng itu.

Pengacara CV Sampan Tau, Pringgo Sanyoto kepada BATAMTODAY.COM mengatakan, karena sisa tagihan yang tak kunjung dibayar. Maka, pada tanggal 5 Oktober 2016 lalu, pihaknya memasukkan permohonan gugatan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) No. 05/PDT.SUS.PKPU/2016/PN.NIAGA.MDN ke Pengadilan Niaga Medan.

Baca: Anak Perusahaan Bok Seng Singapura, Tunggak Tagihan Miliaran Rupiah di Batam

Setelah mendengar putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga itu, pihak CV Sampan Tau maupun PT Panji Notonogoro Engineering (PNE), akan mempelajari vonis tersebut.

"Kita akan pelajari dulu keputusan majelis hakim itu," ungkap Suminarto, Project Manager CV. Sampan Tau menjawab BATAMTODAY.COM, Selasa (25/10/2016).

Sementara itu, Manajemen PT PNE yang merupakan pihak penggugat PKPU bersama CV Sampan Tau memaparkan, pihaknya gagal paham atas vonis majelis hakim tersebut. Sebab, pihaknya bersama CV Sampan Tau hanya bermaksud menagih hak-hak dan kewajiban mereka yang ditahan bertahun-tahun oleh PF SBF Shipbuilder Batam.

Baca: Tagihan Macet CV Sampan Tau ke PT SBF Berujung di Pengadilan Niaga Medan

"Kami juga bingung, mengapa gugatan kami bisa ditolak. Padahal, kami hanya menuntut hak-hak kami saja," ujar Direktur PT Panji Notonogoro Engineering, Diana Safitri kepada BATAMTODAY.COM, Kamis (27/10/2016).

Ditambahkan, inti dari masalah PT PNE dan PT SBF Batam, adalah saat PT SBF Shipbuilders Batam, anak perusahaan PT Bok Seng Singapura, mempunyai tunggakan pembayaran proyek kepada PT PNE. Awalnya, atara owner PT Bok Seng Mr Henry Ng dan ower PT PNE adalah berkawan.

"Lalu, sebagai kawan Mr Henry Ng mengundang kami untuk bekerja sama membangun shipyard barunya di Batam dengan konsep sukses bersama. Di sini, PT PNE sebagai residen kontraktor," ungkap Diana Safitri.

Tapi, lanjut Diana, di tengah jalannya proyek, pembayaran mulai macet, telat dan selalu dipotong dengan berbagai alasan yang menurut pendapat saya alasan yang dicari-cari dan mencari-cari kesalahan kami.

Malah ada invoice kami yang belum dibayar sampai hari ini. Mereka tidak mengakui tagihan itu karena tidak ada PO dan WO. Tapi, setelah dicek, memang
PT SBF Shipbuilders Batam selama ini tidak pernah mengeluarkan PO.

"Jadi kami sebagai kontraktor mesti gimana? Kalau tidak dikerjakan, di lapangan kami dikejar-kejar, bahkan dikatakan tidak becus kerja atau lambat kerja. Sedangkan kerja di lapangan, progres kerja kita berkesinambungan dengan kerjaan kontraktor lain," jelasnya.

Kebijaksanaan Mr Henry Ng yang over cut sub kontraktor kita (PT KBS) langsung dan mengalihkan proyek yang dijanjikannya kepada kami.
Sehingga kami mengalami kerugian, karena untuk proyek repair kapal kami sudah membeli peralatan dan perlengkapan.Bahkan meng-hired tenaga ahli.

"Tapi tiba-tiba, baru 1 kapal repair langsung dicut dan kami ditendang," kata Diana, kesal.

Dan ketika proyek kapal B 3301 telah selesai, bahkan sertifikat dari DNV GL pun menyatakan pekerjaan steel work telah komplit selesai dan report dari IP Paint pun menyatakan pekerjaan pengecatan telah selesai, justru Mr Henry Ng mengajukan komplin kepada kami bahwa pekerjaan kami tidak dikerjakan dengan baik.

Sehingga mereka akan memotong jumlah tagihan kami, kami tidak terima. Maka kami memberikan surat peringatan sampai tiga kali. Akhirnya bukan tagihan yang dibayarkan, malah mereka menggugat wan prestasi kepada kami di Pengadilan Negeri (PN) Batam.

Editor: Dardani