Dua Tahun Berlalu

Komnas HAM Sayangkan Pemerintah Tutupi Kasus Paniai Papua dari Masyarakat
Oleh : Romi Chandra
Senin | 17-10-2016 | 14:02 WIB
Natalius3.jpg

Natalius Pigai, Komisioner Komnas HAM RI. (Foto: Suara Papua)

BATAMTODAY.COM, Batam -Memasuki 2 tahun lamanya tragedi Paniai, Papua, yang menewaskan para pelajar tidak berdosa, namun hingga kini masih belum ada kejelaaan kasusnya. Hal ini sangat disayangkan Komnas HAM.

Menurut Natalius Pigai, Komisioner Komnas HAM Paniai, pihaknya selalu bertanya-tanya kapan kasus tersebut akan diselesaikan dan kapan pula Komnas HAM akan melakukan penyelidikan pro justisia.

Penyelesaian kasus ini sangat penting bagi rakyat Paniai dan masyarakat Papua pada umumnya serta juga begitu penting di mata Indonesia dan dunia.

"Sadar atau tidak, peristiwa Paniai telah mendunia, juga telah menjadi memori buruk bangsa Melanesia di Papua. Kami ingin sampaikan bawah masyarakat Paniai minta TNI dan Polri umumkan hasil penyelidikan yg pernah dilakukan, Komnas HAM kirim surat ke Menkopolhukam tapi Pemerintah tidak mau mengumumkan bahkan terkesan menutupi pelaku," ungkap Natalius kepada BATAMTODAY.COM, Senin (17/10/2016) di Batam Center.

Ditambahkan, kejadian di Paniai ini letak kesalahannya ada di Pemerintah, sepanjang mereka menutup nutupi pelaku, khususnya terkait hasil penyelidikan institusi TNI dan Polri, maka masyarakat tetap menolak siapapun yang melakukan penyelidikan.

"Saya kira masyarakat Paniai berfikir cerdas karena kalau belajar dari kasus-kasus yang lain, semua tidak pernah terbukti karena TNI dan Polri tidak pernah umumkan pelakunya, bahkan menyembunyikan pelakunya. Kecuali kalau masyarakat atau keluarga korban mau melakukan otopsi, sementara otopsi ada benturan dengan budaya, jadi satu satunya jalan keluar adalah TNI dan Polri harus mengumumkan hasil penyelidikannya," lanjutnya.

Setelah orangnya ketahuan, baru Komnas HAM bisa lakukan penyelidikan. Pro justisia UU 26 tahun 2000 tentang HAM berat. "Kemudian Anda tanya kepada kami mengapa Komnas tidak lakukan dari tahun lalu atau sekarang, jawaban saya sederhana, kami tidak mau menipu rakyat, karena alat bukti untuk menunjukkan orang (pelaku) sulit diketahui, kecuali komandan atau kesatuannya saja yang bisa kami tahu," tambahnya.

Seluruh hasil penyelidikan HAM berat yang dilakukan oleh Komnas HAM hampir semua tidak terbukti bahkan berkas yg ada saat ini di Komnas HAM, semua bukti tidak ada yang kuat termasuk wamena dan wasior.


"Jadi kalau dibawa ke Pengadilan, pelakunya pasti dibebaskan. Paniai tidak mau mengalami hal yg sama. Paniai ingin pelaku diberi hukuman berat sesuai dengan UU 26 tahun 2000 bahkan diancam hukuman mati. Makanya kami apresiasi rakyat Paniai yang konsisten minta TNI dan Polri umumkan pelakunya. Jadi kasus Paniai ditanya oleh siapapun termasuk dunia Internasional maka yang menutupi pelaku DNA tidak mau buka hasil penyelidikan itu, Menkopolhukam atau Pemerintah," tegasnya.

"Saya ini pekerja Kemanusiaan, saya bukan orang politik. Kami empati pada korban dan rakyat kecil dengan kebenaran dan keadilan bukan hanya menyenangkan rakyat tapi secara substansial pada akhirnya tidak mendapat keadilan. Sikap yang sama ini juga saya lakukan pada penyelidikan HAM berat oleh Komnas HAM selain Paniai, tapi juga wilayah Indonesia lainnya," terang Natalius.

Dengan demikian, siapa yang salah dan menghambat dalam penyelidikan kasus Paniai, ia menduga negara dengan sadar dan sengaja menutupi pelaku namun memaksa Komnas HAM lakukan penyelidikan.

"Itu sebuah pembohongan kepada keluarga korban karena hasilnya pelaku tidak akan ketahuan di Pengadilan. Sementara Indonesia umumkan kepada semua komunitas pembela HAM dan yg peduli HAM baik di dalam negeri dan luar negeri bahwa penyelidikan Paniai susah selesai. Itu sebuah pembohongan bagi orang-orang pencari keadilan di pedalaman Paniai," sesalnya.

Disebutkan juga, sudah 50 tahun orang Paniai menderita, ditangkap, dianiaya, disiksa, dan dibunuh tanpa henti, penuh ketakutan, rintian, ratapan, tangisan. Kesedihan juga saban hari menghiasi orang Paniai, mereka hidup ibarat daerah jajahan.

"Dari ribuan manusia yang mati sia sia, biarkan mereka berjuang demi keadilan untuk sekali ini," pungkas Natalius.

Editor: Udin