MEMBACA berita di South China Morning Post yang bermarkas Hong Kong tentang Presiden Jokowi, cukup mengejutkan. Dengan judul, "Indonesia needs action not talk from Joko Widodo" makin menyentak di tengah harapan rakyat Indonesia yang tinggi kepada mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Apa saja kritik South China Morning Post itu? Berikut catatan wartawan BATAMTODAY.COM, Saibansah Dardani.

Tulisan wartawan South China Morning Post, William Pesek tentang kinerja dan janji-janji Presiden Jokowi yang rilis pada Selasa, 12 Mei, 2015, 04:01 itu mengejutkan. Bisa jadi, tulisan Pesek itu akan berdampak kontra-produktif pada berbagai langkah dan strategi pemerintah membangun kepercayaan dunia pada perekonomian Indonesia.

Tapi sebagai sebuah kritik, apalagi disertai dengan solusi, maka tulisan wartawan yang juga menulis di berbagai media seperti International Herald Tribune, Sydney Morning Herald, New York Post, Straits Times, Japan Times, South China Morning Post dan banyak publikasi lain di seluruh dunia itu, layak disimak.

Tidak percaya? Coba klik: http://www.scmp.com/business/global-economy/article/1793760/indonesia-needs-action-not-talk-joko-widodo. Dalam tulisan tersebut, wartawan peraih penghargaan Society of American Business Editor pada 2010 lalu itu menulis, Jokowi tidak mampu mengelola pemerintahannya.

Sejak dilantik menjadi Presiden belum ada tindakan untuk perbaikan ekonomi yang bisa dilakukannya. Yang terjadi malah inflasi terus terjadi, mata uang jatuh, dan ekonomi morat-marit tak ada perkembangan sama sekali, yang ada justru kemunduran.

Bahkan bisa dibilang lebih lambat dalam penyelesaian masalah dibanding era presiden Indonesia sebelumnya. Jokowi dinilai tidak mempunyai kemampuan memimpin secara sistematis. Antar kebijakan saling bertabrakan. Ironisnya lagi antar kementerian pun seperti tidak ada koordinasi dan saling jalan sendiri bahkan saling jegal.

Hal ini menunjukkan Presiden Joko Widodo tidak mampu mengkoordinasikan para pembantunya. Kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin. Dicontohkan pada April lalu, saat Presiden Joko Widodo presentasi di World Economic Forum (WEF) menyatakan kepada peserta forum, bahwa Indonesia menjanjikan keuntungan yang besar bagi pemodal yang mau menginvestasikan uangnya di Indonesia. Jokowi juga menyatakan kepada peserta untuk langsung menghubunginya apabila terdapat kendala berkenaan dengan birokrasi di Indonesia.

Tapi, lucunya di forum Konferensi Asia-Afrika (KAA), Joko Widodo dengan sesumbarnya yang dahsyat Jokowi mengatakan, kepada masyarakat negara dunia untuk membuat “struktur ekonomi baru”. Keluar dari dominasi beberapa negara ekonomi besar.

Sayangnya, pernyataan bertolak belakang justru disampaikan Jokowi saat menyampaikan presentasinya di WEF. Akibat ketidakjelasan arah kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi tersebut, membuat lembaga-lembaga keuangan dunia dan investor asing berpikir ulang untuk masuk ke Indonesia.

Presiden Jokowi juga dinilai selain tidak mempunya kemampuan memimpin bangsanya keluar dari tekanan politisi partai pendukungnya. Akibatnya Indonesia sebagai negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah itu, tidak mampu memperbaiki ekonomi 250 juta rakyatnya. Kekayaan yang dimiliki Indonesia lebih banyak dimanfaatkan untuk memperkaya perusahaan asing dari pada penduduk asli.

Pesek menulis, lebih dari 40 persen penduduk Indonesia hidup dengan kurang dari US $ 2 per hari, investasi asing menurun 4% dari sebelumnya, nilai tukar rupiah kian melorot. Suatu kondisi yang dinilai sangat memprihatinkan mengingat potensi Sumber Daya Alam Indonesia.

Selain mengkritik, South China Morning Post itu juga mengakui, bahwa Jokowi adalah seorang yang cekatan. Juga, sudah ada beberapa kebijakannya yang positif, diantaranya mempermudah birokrasi dengan membuang runtutan birokrasi yang tidak perlu dan serius memberantas Korupsi dan KKN di pemerintahan. Selain itu, Jokowi juga membawa pemerintahannya keluar dari kungkungan politisi dan mafia yang ada di tubuh partai politik pendukungnya. Juga, Jokowi telah melakukan percepatan pembangunan infrastruktur seperti yang pernah dijanjikan, dan lain sebagainya.

Dan di akhir tulisannya, Pesek menyarankan agar Presiden Jokowi harus kerja lebih cepat lagi. Supaya image Indonesia sebagai negara yang sedang mereformasi birokrasinya akan tampak. Sebagaimana pernah juga dilakukan Jepang dan India. Sebab kinerja pemerintahan akan sangat mempengaruhi sudut pandang investor untuk menginvestasikan uangnya di Indonesia.

Semoga, kritik pedas dan solusi yang ditawarkan Pesek itu tidak ditanggapi sebagai sebuah "serangan". Terutama, oleh para pendukung setia dan fanatik Jokowi.

Editor: Dodo