IDI Minta Jangan Salahkan Dokter dalam Buruknya Layanan BPJS Kesehatan
Oleh : Ahmad Rohmadi
Kamis | 17-03-2016 | 13:34 WIB
dinkes-batam-idi-kepri.jpg
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kepri, Ibrahim bersama Kadinkes Batam Chandra Rizal saat memberikan keterangan kepada pers. (Foto: Ahmad Rohmadi)

BATAMTODAY.COM, Batam - Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dinilai tidak tepat oleh banyak masyarakat, karena menyusul masih buruknya pelayanan di rumah sakit yang dilakukan oleh dokter atau tenaga medis lainnya saat anggota peserta menggunakan BPJS Kesehatan untuk berobat.

Menanggapi penilaian itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kepri, Ibrahim meminta agar dokter tidak selalu disalahkan pasalnya dari awal dokter sudah di sumpah untuk membuat sehat seluruh orang di Indonesia tanpa terkecuali baik pasien umum maupun peserta BPJS Kesehatan.

"Bagi peserta BPJS Kesehatan memang para dokter kerap di vonis melakukan pengurangan pelayanan. Padahal itu semua dilakukan karena aturan BPJS Kesehatan sendiri," kata Ibrahim, Kamis (17/3/2016).

Saat ini dokter di Provinsi Kepri yang berada di bawah naungan IDI, dia katakan ada sekitar 1.200 dokter. Semua diharapkan dan masih bersedia menjalani program BPJS Kesehatan. Ibrahim berharap dengan adanya kenaikan iuran bagi peserta mandiri, bisa berdampak kepada peningkatan pendapatan para dokter dari dana kapitasi.

Sehingga pasien tidak merasa ditelantarkan dan dokter tidak merasa dibayar murah.Karena saat ini menurutnya dokter masih banyak  yang melayani di tempat-tempat terpencil dan bahkan terkadang honor yang diterima juga telat dibayarkan oleh Pemerintah Daerah.

"Karena itu kita juga mendorong agar Pemda membuat Upah Minimum Dokter (UMD) sehingga ada aturan yang jelas terkait gaji dokter," katanya.

Sementara, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Kepri, Dindin Hardiono menyampaikan bahwa dana kapitasi yang diberikan kepada tenaga medis khususnya dokter mnemang sangat minim. Padahal menurutnya Gubernur sebagai Kepala Daerah dapat melakukan penyesuaian tarif pelayanan di fasilitas kesehatan (faskes) di wilayahnya.

"Itu bahkan sudah ada undang-undangnya di SJSN. Tapi sampai sekarang belum pernah dilaksanakan," katanya.

Ia berharap dengan kenaikan iuran peserta mandiri, Kepala Cabang BPJS Kesehatan dapat melakukan pembicaraan mengenai tarif pelayanan ke faskes. Tidak hanya di UU SJSN, dalam UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang BPJS Kesehatan juga telah dituliskan mengenai adanya penyesuaian dana kapitasi di masing-masing daerah. 

Ia mengatakan selama ini pemerintah daerah hanya menggaungkan mengenai Upah Minimum Kota (UMK) bagi para pekerja. Namun tidak memikirkan pendapatan para dokter. Dindin mengatakan dalam penentuan skala upah pekerja berada di peringkat pertama. Sedangkan profesi dokter berada di peringkat ke tujuh. 

"Jadi kalau UMK sekarang Rp2,9 juta, dikalikan tujuh lah. Segitu seharusnya penghasilan dokter," ucapnya.

Editor: Dodo