Ombudsman RI Sebut Kewenangan BP Batam dan Pemko Batam Harus Dipertegas
Oleh : Gokli Nainggolan
Senin | 18-01-2016 | 19:37 WIB
IMG_20160118_110523(1).jpg
Ketua Ombudsman RI, Danang Girindrawardana, dalam diskusi bersama insan pers di Batam terkait kewenangan Pemko Batam dan BP Batam (Foto : Gokli Nainggolan)

BATAMTODAY.COM, Batam - Pemahaman masyarakat soal dualisme pemerintahan di Kota Batam antara Pemerintah Kota dan Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), ternyata salah. Kedua instansi pemerintahan itu ternyata memiliki kewenangan berbeda.


Hal ini disampaikan Ketua Ombudsman RI, Danang Girindrawardana, dalam diskusi bersama insan pers di Batam, Senin (18/1/2016) siang. Menurut dia, Pemerintah Kota dan BP Batam sama-sama memiliki kewenangan, tetapi berbeda.

"Kami (Ombudsman RI) sama sekali tidak menemukan adanya dualisme pemerintahan di Batam. Kewenangan Pemko dan BP Batam berbeda dan tidak bisa disamakan," kata dia mengawali pembicaraannya.

Dijelaskannya, Otorita Batam (OB) yang saat ini menjadi BP Batam, sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 2007, dirancang dengan visi yang sangat besar oleh Presiden kala itu. Sesuai Keputusan Presiden (Kepres) nomor 74 Tahun 1971, Pulau Batam merupakan kawasan industri, perdagangan, alih kapal, dan pariwisata.

"Insentif fiskal untuk pembangunan Pulau Batam, pembebasan pajak PPN, PPnBM, dan Bea Masuk yang dikelola Badan OB," katanya.


Belakangan, sambung Danang, pada tahun 2002 dengan adanya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah, Pemerintah Kota mulai lahir di Batam. Perbedaan kewenangan masing-masing instansi mulai tergerus karena adanya sejumlah Kepres, sehingga payung hukum BP Batam tidak saling menguatkan.

"Ini terjadi karena pembuat Keppres yang baru, tidak memahami Keppres sebelumnya," katanya lagi. Baca juga: Gagal Capai Kesepakatan, Darmin Lanjutkan Rakor FTZ Batam Pekan Depan

Kendati berbeda, kata Danang, pembagian kewenangan antara Pemko dan BP Batam belum diatur dengan tegas. Sesuai Keppres Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pasal 13 ayat (1) dan (2) disebut, perizinan dan nonperizinan yang menjadi urusan Pemerintah Provinsi dan Kota di Kawasan Free Trande Zone (FTZ) diselenggarakan BP Batam.

Penyelenggaraan perizinan dan nonperizinan itu, pada pasal 13 ayat (2) dilakukan berdasarkan pelimpahan atau pendelegasian kewenangan dari Menteri/ Kepala Lembaga, Gubernur, dan/atau Bupati/Wali Kota.

"Pembuat Kepres nomor 97 Tahun 2014 tidak memahami filosofi dasar pelayanan publik. Harusnya, pelayanan publik dasar, menjadi wewenang Pemko dan pelayanan publik non dasar kewenangan BP Batam," jelasnya.

Ombudsman RI, kata Danang lagi, akan menyampaikan saran dan solusi kepada Presiden RI untuk memperbaiki hubungan kelembagaan antara Pemko Batam dan BP Batam. Saran yang akan disampaikan itu berupa solusi pendekatan, yang dibagi dalam dua bentuk Re-design dan Re-engineering.

Solusi pendekatan pada Re-design, yakni membagi kewenangan yang tegas antara Pemko Batam dan BP Batam. Kewenangan Pemko Batam berupa pelayanan publik dasar Health, Education, Wealth and Security (HEWS), sementara kewenangan BP Batam mengurusi pelayanan publik nondasar sektor investasi, kawasan, industri, dan perdagangan.

Sedangkan solusi pendekatan pada Re-engineering, yakni mengoptimalisasi penggunaan dan pengalokasian lahan, meningkatkan income BP Batam dari UWTO dan meningkatkan income dari sektor pelayanan umum seperti bandara dan pelabuhan.

Editor: Udin