Aristo Sesalkan Upaya Imigrasi dan Jaksa Pidanakan Dua WN Inggris
Oleh : Gokli Nainggolan
Jum'at | 02-10-2015 | 11:51 WIB
IMG_20151001_140111.jpg
Aristo Pangaribuan (Foto: Gokli Nainggolan)

BATAMTODAY.COM, Batam - Aristo Pangaribuan, mengaku sangat menyesalkan upaya Imigrasi dan Jaksa Batam mempidanakan dua Warga Negara (WN) Inggris akibat melanggar UU Keimigrasian RI. Seharusnya, kata dia, kedua WN Inggris yang jadi terdakwa itu, dideportasi, bukan dipidana bak pelaku kriminal.

"Klien saya ini bukan pelaku kriminal yang harus dipidana. Mereka hanya melanggar UU Keimigrasian aja, harusnya dideportasi, bukan diseret-seret ke ranah pidana," kata Aristo, usai mendampingi klienya menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (1/10/2015) sore.

Dua WN Inggris itu, Niel Richard George Bonner dam Rebecca Bernadette Margaret Prosser‎. Keduanya didakwa pasal 112 huruf a, UU nomor 6 Tahun 2011, Tentang Keimigrasian‎.

Dikatakan Aristo, pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut tidak harus dipidana, tetapi menurutnya bisa juga dideportasi. Hanya saja, pihak Imigrasi dan Jaksa Batam terkesan memaksakan pelanggaran UU Keimigrasian itu ke rana pidana.

"Ini sangat berlebihan. Ada juga Warga Negara Asing (WNA) pelaku penipuan yang hanya dideportasi, bukan dipidana. Kenapa kedua WN Inggris ini harus dipidana," kesalnya.

Dijelaskan Aristo, Niel Richard George Bonner dam Rebecca Bernadette Margaret Prosser bukan tidak memiliki izin masuk ke Indonesia. Bahakan, sambung dia, izin untuk upaya pengambilan gambar atau peliputan sudah diurus.

"Izinnya sudah enam minggu diurus, tetapi belum keluar. Bukan berarti tidak mau mengurus izin, masa seperti itu harus dipidana," kata dia, lagi.

Diberitakan sebelumnya, Niel dan Rebecca didampingi empat penasehat hukumnya, didakwa melanggar pasal 112 huruf a, UU nomor 6 Tahun 2011, Tentang Keimigrasian. Dakwaan Jaksa Penuntut  Umum (JPU) yang dibacakan di persidangan tidak dieksepsi penasehat hukum terdakwa.

Dalam dakwaan yang dibajakan JPU Bani Ginting, kedua terdaksa masuk ke Batam melalui Pelabuhan Ferry Internasional Batam Center 28 Mei 2015. Kedua terdakwa mendapat izin tinggal di Batam  selama tujuh hari untuk berwisata menggunakan VOA (Visa On Arrival).

"Kedua terdakwa melanggar UU Keimigrasian RI, melakukan pembuatan film dokumenter tanpa izin," kata Bani.‎

Editor: Dardani