Soal Laporan Hartono ke Polisi, Dorkas Ngaku Tak Pernah Dipanggil dan Diperiksa Penyidik
Oleh : Gokli
Rabu | 02-09-2015 | 10:50 WIB
dorkas.jpg
Dorkas (baju biru) didampingi kuasa hukumnya memberikan keterangan pers.

BATAMTODAY.COM, Batam - Dorkas Lomi Nori, terlapor penipuan penjualan tanah seluas 1.000 meter persegi di Nongsa, mengaku belum pernah diperiksa penyidik polisi soal penipuan penjualan tanah, yang dilaporkan Hartono di Polda Kepri sejak 2014 lalu.

Dorkas juga yakin, Hatono tidak memiliki bukti yang kuat melaporkannya melakukan penipuan. "Saya tidak pernah dipanggil untuk diperiksa. Saya tahu Hartono tidak punya bukti," kata Dorkas di Ruko Central Sukajadi, Selasa (1/9/2015).

Selain menyakini Hartono tidak memiliki bukti, Dorkas juga menduga ada motivasi lain di balik laporan tersebut. Sebab, kata dia, Hartono sudah lama dikenalnya sebagai rekan bisnis dan sama-sama mendirikan kantor hukum di Batam.

"Saya kepala cabang kantor hukum Hartono di Batam. Ini pasti ada motif lain yang sengaja dibelokkan ke lahan," ujarnya.

Memang, sambung Dorkas, antara dia dengan Hartono saat ini sudah pisah kongsi. Plang nama Hartono yang dulunya bertengger di depan kantor Dorkas dicopot.

"Kami pisah kongsi karena desakan dari keluarga Hartono. Sebelumnya tak ada masalah. Laporan dia (Hartono) ke Polisi itu berlebihan," katanya.

Soal lahan, Dorkas menegaskan tidak pernah melakukan transaksi jual beli dengan Hartono. Adapun lahan seluas 2.000 meter persegi di Nongsa, Kecamatan Kabil yang disebut dalam laporan itu, kata Dorkas, merupakan harta warisan peninggalan almarhum suaminya.

"Lahan di Nongsa itu milik almarhum suami saya. Lucunya lagi, Hartono itu seorang Doktor Hukum, masa gak ngerti cara jual beli lahan. Harusnya ada kwintasi pembayaran, ini sama sekali tak ada. Laporan itu hanya mengusik nama baik saya saja," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, ‎seorang pria bernama Hartono, yang berprofesi sebagai pengacara melaporkan Dorkas Lomi Nori ke Polisi atas dugaan penipuan penjualan tanah di Nongsa seluas 1.000 meter persegi senilai Rp 250 juta.

Hartono menjelaskan, dugaan penipuan tersebut bermula saat dirinya diperkenalkan dengan terlapor oleh kliennya Andi. Lalu sekitar Desember 2012 terlapor, menawarkan tanah seluas 1.000 meter persegi.

"Awalnya saya tidak mau beli. Tapi karena alasan untuk menutupi kredit di bank, akhirnya saya mau beli. Pembayaran saya transfer ke rekeningnya langsung dan itu ada bukti transfernya," kata Hartono, Kamis (27/8/2015).

Selepas itu, beberapa kali ditanyakan terkait surat tanah tersebut terlapor selalu memberikan alasan. Karena sudah dua tahun tidak ada juga jawaban, Hartono melaporkan kasus penipuan ke Polda Kepri tanggal 5 November 2014 lalu dengan nomor TBL/121/XI/2014/SPKT-Kepri.

"Karena nilainya kerugiannya agak kecil, perkara dialihkan ke Polresta Barelang," ujarnya.

Doktor bidang hukum perbankan tersebut juga mengatakan, beberapa hari yang lalu telah mempertanyakan tindak lanjut perkara tersebut ke Polresta Barelang. Penyidik mengatakan perkara tersebut tetap jalan dan ditindaklanjuti.

"Perkara tetap jalan, tetap lanjut," katanya.

Hartono berharap agar terlapor segera menyerahkan surat tanah tersebut. Dan ia hanya mau berdamai jika terlapor mengganti rugi dua kali lipat dari harga tanah yang telah dibayarkan sebelumnya.

Editor: Dodo