KPPMPI Serukan Penegakan Kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara
Oleh : Redaksi
Senin | 28-04-2025 | 08:44 WIB
28-04_kapal-ikan-asing-natuna_934834888.jpg
Keberadaan Kapal Ikan asing berbendera Vietnam yang bebas menangkap Ikan menggunakan pukat trawl di laut Natuna Utara pada Jumat (25/4/2025). (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Natuna - Keriuhan akibat keberadaan kapal ikan asing (KIA) di Laut Natuna Utara, yang menurut nelayan tradisional hanya berjarak 20-60 mil laut dari Pulau Laut --sebuah pulau terujung di Natuna-- seharusnya menjadi momentum untuk menguatkan kedaulatan Indonesia.

Menurut Ketua Umum Kesatuan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Pesisir Indonesia (KPPMPI), Hendra Wiguna, Indonesia dikatakan berdaulat, apabila telah mampu menjadikan laut sebagai sea power.

"Terkait ini, kami rasa sudah banyak para pakar yang menjelaskannya. Adapun kejadian yang disampaikan oleh nelayan tersebut, tentu hal ini mengganggu kedaulatan negara kita," ujar Hendra melalui keterangan tertulisnya, Senin (28/4/2025).

Disinyalir, KIA berbendera Vietnam yang melakukan penangkapan ikan di Laut Natuna Utara pada Jumat (25/4/2025) menggunakan pukat trawl. Padahal, kata Hendra, penggunaan pukat trawl sudah lama dilarang untuk digunakan, meskipun praktiknya masih marak digunakan, misalnya di Sumatera Utara.

"Pukat trawl itu dilarang digunakan, terlebih ini oleh KIA yang melakukan operasi penangkapan di wilayah Indonesia. Tentu menjadi keprihatinan sendiri, apalagi di tengah menurunnya Indeks Kesehatan Laut (Ocean Health Index) Indonesia dan juga dunia," ungkap Hendra.

Selain adanya KIA, Hendra menambahkan, ada selentingan kapal perang asing turut hadir di Laut Natuna. Terkait hal itu, Hendra mengingatkan pentingnya penguatan pengawasan wilayah kedaulatan laut Indonesia. Agar terjaga kewibawaan bangsa dan negara ini di mata dunia, selain untuk memastikan sumber daya alam yang kita miliki sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat.

"Kita harus berbenah, membangun kekuatan agar mampu mengontrol dan memanfaatkan laut untuk melindungi kepentingan ekonomi, politik dan keamanan. Jangan sampai, kita disibukan dengan menciptakan peraturan atau kebijakan yang memberatkan nelayan, namun kita lupa menjaga sumber
daya laut di wilayah perbatasan," jelas Hendra.

Lebih lanjut Hendra menyampaikan agar pemerintah mempertimbangkan keberadaan lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan di laut. Menurutnya, soal pengawasan bukan berdasarkan banyaknya lembaga, namun seberapa fungsinya lembaga tersebut.

"Jangan-jangan benar apa yang dikatakan oleh nelayan, ada kapal pengawas milik lembaga negara. Namun hanya bersandar di pelabuhan dan dermaga. Ya, kami sendiri juga kurang paham apakah ada biaya operasionalnya apa tidak," ujar Hendra.

Sambung Hendra, mungkin dapat dirumuskan blue printnya atau road map tentang bagaimana negara menjaga kedaulatan laut kita. Mengingat keberpihakan pemerintah terhadap laut itu minim sedang lembaga yang mengurusi laut ini banyak, jadilah pengawasan ala kadarnya.

Para nelayan merasa laut kita ini tidak terawasi, hal ini bukan saja diungkapkan oleh nelayan di perbatasan namun juga oleh semua nelayan. Terutama nelayan yang melihat langsung laut mereka rusak akibat pencemaran dan perusakan lainnya," tutup Hendra

Editor: Gokli