Cermin Sikka
Oleh : Redaksi
Jumat | 18-04-2025 | 08:04 WIB
AR-BTD-5459-Dahlan-Iskan.jpg
RSUD T.C. Hiller Kabupaten Sikka. (Foto: Net)

Oleh Dahlan Iskan

DI JUMAT Agung hari ini rakyat Flores --yang umumnya Katolik-- dapat berkah Paskah.

Krisis bius teratasi. Dua dokter ahli anestesi yang mundur itu (Disway 14 April 2025: Krisis Bius) bersedia bertugas di RSUD T.C. Hillers lagi. Untuk selama sebulan atau dua bulan. Sambil menunggu dokter penggantinya tiba.

Setelah Jumat Agung ini, besok, adalah Sabtu Suci. Dan lusa: Minggu Paskah. Umat Islam juga percaya: di hari Jumat ini Nabi Isa dibunuh. Lalu jenazah Isa tidak ditemukan. Umat Islam percaya Nabi Isa diterbangkan ke langit --untuk kelak, di akhir zaman, diturunkan lagi ke bumi sebagai ''ratu adil'' yang melawan merajalelanya dajjal.

Bedanya, tidak sedetail yang dipercaya umat Kristen: Jumat ini Yesus disalib, Sabtu besok jenazahnya diselamatkan, dan Minggu lusa badan Yesus dinaikkan ke langit.

Dengan penyelesaian di RSUD T.C. Hillers, orang Flores bisa melaksanakan rangkaian Paskah dengan tenang. Khususnya orang Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka. Sudah dua bulan tidak ada dokter ahli anestesi di sana.

Di masa lalu tidak ada dokter anestesi tidak risau. Operasi tetap bisa berjalan di sana. Yang melakukan pembiusan adalah petugas penata anestesi. Bukan dokter tapi sudah ikut pelatihan di RSUP dr Soetomo Surabaya.

Pun ketika ahli bedah ortopedi belum ada, dokter bedah umum yang melakukan. Bahkan ketika dokter ahli kandungan belum ada dokter bedah umum pula yang terpaksa melakukannya.

Misalnya dokter Iwan Kristian Tirtajaya. Ia pernah menjalani semua itu di RSUD T.C. Hillers. Statusnya, waktu itu, masih ahli bedah umum. Tapi apa boleh buat. Apa saja dilakukan.

Setelah dua tahun bertugas di RSUD T.C. Hillers Maumere, dr Iwan kembali ke Surabaya. Untuk sekolah lagi menjadi ahli bedah pencernaan di Unair. Ia sendiri alumni FK UGM, lalu setelah menjadi spesialis dan sub spesialis bedah pencernaan memperdalam ilmunya di NUH Singapura.

Kapan dua dokter Maumere yang berhenti itu mulai kembali bertugas di RDUD T.C. Hillers? Mereka masih sibuk dengan rangkaian ibadah Paskah. Selesai Paskah mulai bertugas lagi. Di samping itu juga sudah ada bantuan satu ahli anestesi dari RS Swasta. Kebetulan RS Kewa dan RS Lela sudah punya ahli anestesi: dr Fajrul Tamsil,SpAn. Dua RS swasta itu merelakan dokternya untuk membantu di RSUD T.C. Hillers.

Pemkab Sikka, mau tidak mau harus mengimbangi pemerintah kabupaten tetangganya. Pemkab Ende mampu memberikan insentif dokter ahli dua kali lebih besar dari Sikka. Pun kabupaten Ruteng. Insentif untuk dokter ahli di RS Labuhan Bajo sudah Rp 35 juta/bulan. Tinggal Sikka yang hanya Rp 20 juta. Padahal beban kerja dokter di Hillers bisa tiga kali lipat dari RS Labuhan Bajo. RSUD T.C. Hillers adalah RS rujukan di Flores.

Nasib dokter ahli yang ditugaskan di RS T.C. Hillers memang ''sial''. Waktu masih berstatus sekolah, mereka sudah dapat honorarium Rp 35 juta/bulan. Begitu jadi ahli dan ditempatkan di Hillers, penghasilannya justru turun jadi Rp 20 juta.

Mungkin, bagi Pemkab Sikka berat menaikkannya. Sikka itu kabupaten miskin. Tapi agar dokter ahli mau bertugas di Sikka mau tidak mau hukum pasar harus berlaku. Kalau tidak, dokter di Sikka bisa lari ke kabupaten lain. Dokter ahli lain bisa ikut cara dr Remi dan dr Evi.

Semiskin-miskin Sikka, toh sebenarnya masih mampu menggaji 45 orang anggota DPRD setempat. Padahal mungkin saja rakyat akan bertanya: penting mana keberadaan dokter ahli dibanding anggota DPRD.

Yang mungkin juga perlu dilakukan adalah: pemberian otonomi yang lebih luas kepada manajemen RSUD. Rasanya aneh, rumah sakit Hillers tidak mampu membayar dokter ahli anestesi setara dengan kabupaten lain.

Jangan-jangan penghasilan RS Hillers lebih besar dari pada anggaran yang didapat dari pemda. Sudah waktunya diberi wewenang khusus: penghasilan RSUD Hillers dipakai langsung untuk biaya di situ. Jangan disetorkan ke kas pemkab.

Manajemen RSUD sekelas Hillers sudah harus bisa mandiri. Tidak perlu menyusu ke pemda. Juga jangan sampai menyusui pemda.

Pekan lalu seorang ahli manajemen keuangan mendapat gelar doktor dari Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung. Namanya: Rudy Setyopurnomo. Umur 73 tahun. Kami biasa memanggilnya ''Rudy Sepur''. Disertasinya tentang efisiensi sistem keuangan rumah sakit. Rudy Sepur lulus dengan predikat summa cum laude.

Ia lulusan UI, Harvard dan MIT. Saya pernah mengangkatnya sebagai dirut Merpati. Ia sangat agresif memberantas korupsi. Lalu jadi sasaran tembak. Di negeri ini sepertinya hanya boleh bersih tapi tidak boleh membersihkan.

Mungkin Rudy Sepur bisa diminta ke Sikka. Ia bisa melihat apakah RSUD Maumere sebenarnya bisa mandiri dari campur tangan pemda. Itu kalau pemdanya rela. Saya bisa minta tolong kepadanya untuk ke sana.

Syukurlah akhirnya krisis bius di RSUD Maumere ditemukan kompromi. Begitu selesai merayakan Paskah Minggu lusa, dr Remi dan dr Evi kembali masuk kerja di RSUD T.C. Hillers. Keduanya putra putri asli Sikka. Krisis bius selesai. Untuk sementara. Itu karena Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena sudah menemui dua dokter tersebut. Sudah tidak ada lagi kesalahpahaman.

Meski kejadian ini di Sikka nun jauh di sana pantulannya terasa ke seluruh pelosok Indonesia: rebutan dokter ahli.

Waini rakyat ingin pelayanan kesehatan yang lebih baik. Peralatan rumah sakit di daerah pun kian modern. Daerah perlu dokter ahli lebih banyak.

Dulu ada dokter ahli umum pun terasa cukup. Kini dua ahli anestesi untuk RSUD sekecil Maumere sudah tidak cukup.*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia