Tarif Tarifan
Oleh : Redaksi
Sabtu | 19-04-2025 | 14:04 WIB
19-04_tarif-tarifan_disway_0349348.jpg
Meme yang dibuat dari AI menyindir kebijakan tarif bea masuk Donald Trump. (Foto: Net)

Oleh Dahlan Iskan

TRUMP ayo Trump ayo main tarif -tarifan,
dari pada tarif beneran, bikin pusing tidak karuan…

Lagu itu cocok untuk permainan tarif bea masuk yang dilakukan Presiden Donald Trump bagi barang dari negara lain.

Amerika Serikat mengenakan tarif untuk barang Tiongkok 65 persen.

Tiongkok membalas dengan mengenakan bea masuk barang Amerika 45 persen.

Trump marah karena putusannya dilawan. Maka Trump menaikkan lagi tarif barang Tiongkok menjadi 75 persen.

Tiongkok membalas lagi dengan menaikkan tarif barang Amerika 90 persen. Ternyata Trump kian marah. Ia kembali menaikkan tarif barang Tiongkok 125 persen.

Tiongkok masih terus melawan. Tiongkok juga menaikkan lagi tarif barang masuk dari Amerika menjadi 110 persen. Trump kian marah. Ia menaikkan lagi tarif barang Tiongkok menjadi 175 persen.

Orang gila yang kaya dan berkuasa seperti Trump hanya bisa dilawan oleh orang gila yang juga kaya dan berkuasa seperti Xi Jinping.

Saya pun berhenti mengikuti perkembangan angka-angka kegilaan seperti itu. Seperti main-main. Seperti lagu pacar-pacarannya PMR. Jangan-jangan tarif itu akan saling dinaikkan terus sampai gila beneran, 1.000 persen.

Kini berbagai negara berlomba menyembah Trump. Setidaknya mengambil hatinya. Termasuk Indonesia. Vietnam berencana tidak mengenakan tarif sama sekali untuk barang Amerika. Harapannya: Amerika senang.

Indonesia juga menyiapkan langkah untuk menyenangkan Trump. Kalau perlu tidak lagi mensyaratkan TKDN yang ketat. TKDN harus dibuat yang fleksibel. Begitu kata Presiden Prabowo.

Indonesia juga tidak perlu ada kuota-kuotaan. Bebaskan saja. Siapa pun boleh impor apa pun.

Presiden Prabowo sendiri yang menegaskan itu. Yakni saat berdialog dengan para pelaku ekonomi sebelum bertolak melakukan lawatan ke Turki dan ke kampung halaman keduanya, Jordania.

Dengan modal kebijakan baru itulah Indonesia berani mengirim delegasi ke Amerika. Yakni untuk menegosiasikan tarif 32 persen yang dikenakan Amerika untuk barang dari Indonesia.

Hasilnya: sial banget. Tarif untuk Indonesia justru dinaikkan menjadi 47 persen. Negosiasi yang gagal total.

Tentu Trump masih 'memberi angin' pada Indonesia: untuk negosiasi tahap berikutnya. Siapa tahu bisa turun. Atau justru akan dinaikkan lagi.

Trump sejak muda memang sudah menyebut dirinya jago negosiasi. Jago membuat 'deal'. Ia bangga dengan keistimewaannya itu. Ia agung-agungkan kelihaiannya dalam negosiasi. Bahkan kalau perlu sampai menggertak untuk membawa partner ke jalur hukum.

Trump dikenal sebagai pengusaha yang paling banyak mengadukan partner bisnisnya ke pengadilan.

Tentu dalam seni negosiasi itu Trump juga akan melihat siapa yang datang. Level apa. Lalu ia memutuskan siapa dari pihak Amerika yang akan melayani tim tamu negosiasi itu.

Ketika tim nego dari Jepang tiba di Washington DC, yang memimpin 'hanya' setingkat menteri. Lawan bicara dari pihak Amerika pun setingkat di bawah menteri.

Tapi karena Jepang dianggap sangat istimewa, Presiden Trump tiba-tiba masuk ruang negosiasi. Memuji Jepang. Mencela Jepang. Memberi arahan mengenai perdagangan dua negara. Lalu mempersilakan tim untuk meneruskan pertemuan.

Belum ada keputusan untuk Jepang: turun atau naik. Trump memang jago negosiasi tapi Jepang juga dikenal ulet, tidak mudah menyerah. Apalagi Jepang tahu: masih ada waktu hampir 90 hari. Untuk apa buru-buru. Belum tentu Trump tidak berubah dalam 90 hari ke depan.

Vietnam pulang dari negosiasi dengan kecewa. Tidak ada perubahan dari tarif 46 persen. Pun Indonesia. Kecewa. Justru dinaikkan begitu tinggi.

Lalu giliran tim Italia yang datang. Kelihatannya juga sekalian membawa misi atas nama Uni Eropa.

Sampai saya menulis naskah ini belum ada hasil untuk Italia dan Uni Eropa: naik atau turun.

Yang jelas Trump sudah berhasil membuat banyak negara antre datang ke Amerika. Setelah menunda keputusan tarif tingginya selama 90 hari, kini Trump bisa dengan menepuk dada menanti semua negara yang ingin negosiasi dengannya.

Berarti dalam 90 hari ke depan keadaan masih belum menentu. Itulah yang membuat pasar uang dan saham masih bersikap wait and see.

Selama tidak menentu itu pula, di dalam negerinya berkembang demo dan tuntutan hukum. Gubernur California menggugat Trump ke pengadilan: tarif Trump itu ilegal.

Keinginan Trump membawa kembali pabrik-pabrik ke Amerika pun dianggap mimpi kembali ke masa 50 tahun lalu. Maka muncul banyak meme bagaimana orang Amerika kembali kerja di pabrik. Kaku. Lambat. Tidak terampil.

Saking kejamnya ledekan meme itu sampai ada pejabat yang klarifikasi: yang bekerja di pabrik-pabrik nanti robot. Full robot. Bukan orang.

Klarifikasi itu dibalas dengan meme: kenapa robot? Bukankah Trump berjanji membawa banyak lapangan kerja kembali ke Amerika?

Salah satu pengejek paling keras adalah pendukung Trump sendiri. Ia tokoh partai Republik. Namanya Anda sudah tahu: Steve Banon.

Maka dalam 90 hari ke depan Trump masih akan terus main tarif-tarifan. Bukan tarif beneran. Bikin pusing tidak keruan. Kalau tarif bener Trump sendirilah yang kelimpungan.*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia