Perubahan Sikap AS Tolak Solusi Dua Negara Jadi Ancaman Serius Penyelesaian Konflik Palestina-Israel
Oleh : Irawan
Kamis | 13-02-2025 | 21:45 WIB
ade_partmo_dubes.jpg
Duta Besar RI untuk untuk Yordania merangkap Palestina Ade Padmo Sarwono (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Duta Besar RI untuk untuk Yordania merangkap Palestina Ade Padmo Sarwono mengingatkan, bahwa perubahan sikap Amerika Serikat yang tidak lagi mendukung solusi dua negara dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel.

Perubahan sikap AS tersebut, bisa berdampak serius pada upaya penyelesaian damai konflik di kawasan Timur Tengah (Timteng).

"Ada yang menarik dari pernyataan Presiden Trump soal penyelesaian masalah Palestina-Israel, dimana tidak ada lagi solusi dua negara seperti yang diharapkan Indonesia dan masyarakat internasional," kata Ade Padmo dalam Gelora Talks bertajuk 'Bom Waktu! Trump Ingin Relokasi Warga Gaza-Palestina, Apa Konsekuensinya?', Rabu (12/2/2025) sore.

Menurut dia, sejak AS dipimpin kembali Presiden Donald Trump untuk periode kedua, terjadi pergeseran kebijakan dan perubahan sikap yang ekstrem yang perlu mendapatkan perhatian serius masyarakat internasional.

"Trump menegaskan kembali proposalnya untuk merelokasi warga Gaza ke luar, terutama ke Yordania dan Mesir. Gaza akan dibangun proyek real estate atau properti untuk warga Timur Tengah, bukan untuk Palestina," katanya.

Hal ini tentu saja akan mengulangi kembali terjadinya peristiwa Nakba tahun 1948, yakni pengusiran paksa dan pembersihan etnis Palestina, serta perampasan tanah air mereka.

"Pengusiran ini akan menjadi peristiwa Nakba kedua, karena itu proposal Trump ini sangat ditentang Dunia Arab dan Internasional, termasuk Yordania," katanya.

Yordania sendiri hingga kini telah menampung pengungsi Palestina sekitar 2,5 juta dari peristiwa 1948, 1967 dan 1973. Sedangkan Lebanon menampung 500 pengungsi dan Suriah 900 pengungsi palestina.

"Meski dianggap double standard, Yordania sekarang sangat keras mendukung kemerdekaan Palestina dan menolak relokasi warga Gaza," ujarnya.

Ade Padmo menilai Raja Yordania Abdullah II menyadari konsekuensi atas sikapnya tersebut, yakni berakibat pada dihentikannya bantuan keuangan dari AS, selain Mesir dan Israel.

Hal ini sudah disampaikan Raja Abdullah II saat bertemu dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih pada Selasa (11/2/2025). Dan, Trump mengancam menghentikan bantuan AS ke Yordania, apabila tidak mau menerima warga Gaza.

"Kita tidak tahu apakah yang disampaikan Trump ini sekedar bluffing atau benar? Susah kita menganalisa atau menilai Trump, sekarang bilang begini, tapi tiba-tiba bisa berubah," tegasnya.

Sedangkan Director Asia Middle East Center For Research and Dialogue Muslim Imran mengatakan, bahwa perang di Gaza sebenarnya adalah perang AS, bukan Israel.

"Jadi proposal Trump ini bukan hal baru, yang ingin menjadikan Gaza sebagai real estate, pariwisata dan lain-lain. Proposal bermula dari Israel ditindaklanjuti Trump, dan rakyat Palestina menolak proposal ini," kata Muslim Imran.

Dia berharap Indonesia bisa untuk dapat menolak proposal Trump untuk merelokasi warga Gaza ke luar Palestina, dan mencegah terjadinya perang berkelanjutan.

"Sebab, Trump ini orang Crazy, orang gila. Rakyat Palestina menolak proposal ini, rakyat Palestina mau kekal di Palestina," ujarnya.

Indonesia dinilainya berbeda dengan lebih independen dibanding negara-negara Arab terhadap isu Palestina. Negara-negara Arab sebagian besar dibawah pengaruh AS, sehingga tidak independen.

"Indonesia dibawa Presiden Prabowo Subianto, kita berharap bisa membawa kemerdekaan Palestina dan menolak tekanan Amerika Serikat," pungkasnya.

Editor: Surya